Harum bunga bersenandung bersama desir angin dunia, amat berusaha jadi satu dengan cuaca cerah. Ada mawar, tulip, aster, bougenville nan berbagai macam bunga tampak memamerkan pesona mereka.
Sesosok gadis memejamkan mata di antara bunga-bunga yang sedang menguak pesona. Dalam kesibukannya, gadis itu berusaha menguncir rambut coklat bergelombang miliknya yang menari di udara. Ya, memang agak sulit karena rambutnya tebal sekali.
"Hiduplah dengan baik, oh, bunga yang cantik." gumam gadis itu tersenyum.
Kivandra namanya, sesosok gadis jalanan yang menjual bunga di toko sebagai penghasilan utama. Keluarganya sudah tiada, umurnya yang terhitung 18 tahun pun kini hidup sendiri tanpa saudara.
Lelah dan sepi.
Dia hidup di gang terpencil ibu kota, di mana sebagian besar yang hidup di sana adalah para pengemis atau gelandangan.
Kekaisaran Athulya, salah satu kekaisaran hebat yang tak tertandingi seperti namanya. Bangsawan yang setia, pondasi yang seimbang, ekonomi stabil, itulah sebutan familiar untuk Kekaisaran Athulya.
Namun, nyatanya ... tidak sebaik yang diagung-agungkan. Ekonomi Athulya tampak stabil bagi para bangsawan, masih banyak gelandangan yang bersembunyi di gang kecil kekaisaran. Para anak kecil yang dipaksa mengemis atau mencuri, sekelompok preman menjadi penguasa di suatu gang.
Kivandra mendengus. Tak ada baiknya melamunkan kondisi Kekaisaran yang bukan urusannya, biarkan Kaisar pusing sendirian.
"Aku lapar." gumam Kivandra lantas meregangkan tubuhnya. "Mari merebus kentang atau sesuatu ...."
Ceklek.
"Hei, di mana pemilik toko ini?"
Tiba-tiba suara riuh muncul dari luar tepat setelah pintu toko terbuka, tampak beberapa preman datang dengan wajah seramnya.
Kivandra terkejut. "Ada apa, Paman?"
Salah satu preman yang memiliki badan kekar itu mendekat. "Apakah kau pemilik toko ini?"
"Ya."
"Kalau begitu, cepat bayar pajakmu." ujar kasar si preman.
"Apa?" Kivandra memasang wajah terkejut lagi. "Pajak apa? Saya sudah membayar pajak ke petugas."
Si preman melotot dengan ekspresi mengancam. "Kau itu! Kau kira pajak bangunanmu hanya untuk Istana? Kami juga membutuhkan uang pajaknya!"
"Hentikan atau saya akan memanggil penjaga jalan. Jadi tolong pergi dari sini, Paman." ketus Kivandra berusaha mengusir para preman yang tak diundang.
Sebenarnya Kivandra takut, sudah sering gadis itu mendengar rumor tentang preman yang semena-mena meraup uang warga sekitar dengan embel-embel pajak bangunan. Dirinya segera berbalik pergi, berkomitmen besar untuk kabur dari pintu belakang dan melaporkan kejadian ini pada penjaga jalan.
Sayangnya, si preman tak membiarkan Kivandra pergi begitu saja. Ditariknya tangan mungil gadis itu hingga tersandung ke belakang.
"Akh!"
"Cepat berikan uang pajaknya, gadis sok berani!" bentak si preman dengan raut yang menyeramkan.
Kivandra berusaha melepas diri dari genggaman ketua preman itu. Walau kedua kakinya sudah gemetar tak bertenaga saking takutnya, Kivandra masih tetap memberontak. "Lepaskan aku! Ini namanya kejahatan!"
"Berikan uang pajaknya!"
Preman-preman itu mulai memaksa Kivandra yang tak berdaya. Dengan tubuh gadis yang selemah ranting pohon, melawan kekuatan para pria tentu saja sebuah perbandingan yang mengenaskan.
"Lepaskan aku!" teriak Kivandra dan terus berusaha memberontak. "Lepas! Ugh, tolong!"
Salah satu preman di sana mulai geram, dasar gadis banyak bicara, pikirnya. Tanpa pikir panjang, tangan kasar itu bergerak menampar pipi kanan Kivandra tanpa aba-aba.
Plak!
"Ah!" Kivandra terlempar ke belakang hingga jatuh begitu saja. Gaun kusut gadis itu menyatu dengan tanah, kuncir rambutnya lepas dan menyisakan penampilan berantakan.
"Dasar gadis banyak bicara! Hanya bayar pajakmu dan kami tidak akan bersikap kasar, kenapa susah sekali untuk diajak bicara?" geram si preman dan berniat meluncurkan pukulan mentah.
Kivandra bersiap kesakitan, ia menutup mata dan melindungi wajahnya dengan kedua tangan. Namun, pukulan yang dipikirkan tak kunjung datang.
Seorang pria muda, dengan setelan baju yang hanya ada di katalog majalah jalanan, berada tepat di depan Kivandra menghentikan pukulan si preman. Tampak mewah dan elegan, bahkan cara berdirinya berwibawa. Kepalanya mendongak arogan menatap para preman yang tampak kebingungan.
"Hentikan." ujar dingin si pemuda arogan itu.
Preman masih tak terima. "Siapa kau?"
"Aku? Aku adalah Pangeran Mahkota Kekaisaran Athulya."
"Apa? Kau—" pria jahat itu tampak menyadari hal yang ia hadapi saat ini. Raut mukanya secepat kilat berubah ketakutan, langkah gemetar lantas berusaha mundur dan memberi sujud hormat. "Salam pada bintang kekaisaran ...." gusar preman itu gelisah lalu segera pergi setelah mendapat izin dari sang pangeran.
Menyisakan Kivandra yang masih di tanah bersama seorang lelaki berbaju mewah, lalu beberapa ksatria lainnya. Gadis itu lagi-lagi disodorkan pada sebuah kejadian membingungkan.
"Maaf? Yang mulia ... Pangeran?" Kivandra menatap wajah si pemuda tampan itu dengan melongo.
"Ini pertama kalinya ada gadis biasa yang berani menatap wajahku secara terus terang, ingin mati?" usai si pangeran itu berucap, ujung pedang yang tajam hampir menyentuh leher Kivandra. Ksatria kekaisaran bersiap menebas leher gadis itu kapan saja.
Seolah kembali ke dalam realita, Kivandra tersentak dan bersujud hingga dahinya menyentuh tanah. "M-mohon maaf, Yang Mulia!" serunya gemetar.
Kivandra ketakutan hebat, juga yang lebih menegangkan, pedang itu masih berada di dekat lehernya. Siapa saja, tolong jauhkan pedang tajam itu dari leher Kivandra!
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Surrogate
FantasyPutus asa sporadis merapah, saat itu kereta berkilau datang menghampiri toko bunga Kivandra. Sang Pangeran mengajak Kivandra, yang tampak lelah, untuk menjadi keluarga kekaisaran. Kivandra seorang gadis miskin yang menjual bunga di pinggir jalanan...