Kepahitan dalam hidup membentukmu menjadi dua karakter. Menjadi pendendam atau bangkit.
Kepahitan dalam hidup bisa datang dari segala sisi, entah lingkungan pertemanan, bersosial dengan orang yang bahkan belum dikenal, keluarga, atau bahkan dirimu sendiri. Ia bisa muncul karena dirimu sendiri, yang gagal mendapatkan apa yang kau inginkan. Yang gagal mengerti apa mau diri. Kau bingung, kau ingin marah, tapi kemana? Lantas terlalu nekat seseorang yang kepahitan hidupnya adalah dirinya sendiri yang mengakibatkan ia tidak memaafkan dirinya sendiri.
Jika setelah percobaan seribu kali pun, cara lain selain membenci dirimu adalah dengan mengkaji kembali langkahmu. Seberapa jauh kau sudah berjuang, seberapa jauh alam mendukungmu, seberapa jauh kau sudah hebat, seberapa harus kau menjadi manusia yang bersyukur. Memang, kita hidup dalam kekurangan. Gagal di langkah ke-lima, menyalahkan diri sendiri tidak mampu. Padahal, berada di di langkah ke-lima kau sudah menempuh mati-matian, dan kau berhasil sampai di titik itu. Bukankah dirimu hebat? Hanya saja kau belum melengkapinya, bukan berarti kau tak hebat. Banyak yang bahkan belum memulai, sudah gagal. Tentu karena banyak sebab musabab.
Jadi, yang harus kita kaji ulang adalah, sudah seberapa jauh kita berjuang. Sebab, biasanya, dari sanalah muncul semangat baru, untuk melengkapi langkah, yang ditertawakan orang lain, yang diremehkan orang lain, malah menjadi tuas untuk langkahmu selanjutnya. Balas dendam terbaik bukan dengan jalan menghancurkan sekitar. Jangan karena patahnya kau, usaha sembuhnya dengan mematahkan orang lain.
Ada sebuah ungkapan mengatakan; "Kepahitan dalam hidup membentukmu menjadi dua karakter. Menjadi pendendam, atau bangkit."
Balas dendam terbaik bukan dengan jalan menghancurkan sekitar. Jadilah lebih baik, dan bangun ruang positif di sekitar.
Jangan karena patahnya kau, usaha sembuhnya dengan mematahkan orang lain.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kuatkan Lagi Dirimu
RomantizmHANYA TULISAN ACAK ___________ Sedikit yang pandai lolos dari berisiknya isi kepala. Kita hanya pandai memainkan lakon. Kita adalah boneka, yang dipaksa bahagia untuk membahagiakan. Sedikit yang pandai bisa lolos dari itu, hal yang tak berwujud, tap...