Autumn Leaves

88 10 2
                                    

Dedaunan kemerahan nampak berguguran di penjuru Cang Qiong, berayun lembut tertiup angin.

Musim gugur mulai datang menyapa.

Dari atap kantor, Shen Jiu bisa melihat hamparan kota tersebut di langit sore. Matahari mulai tergelincir dan memercikkan warna keemasan di awan yang tergantung.

Pemuda itu duduk di salah satu bangku sambil menggenggam nasi kepal yang sudah habis setengah. Sudut itu kini menjadi tempat kesukaannya, tersembunyi dari keramaian.

Jam pulang kantor sudah berlalu beberapa belas menit yang lalu dan dia masih enggan beranjak. Sambil mengunyah nasinya dengan perlahan, dia terus mengamati gerak laju mobil yang berlalu lalang. Tak bisa dipungkiri dia mulai jatuh cinta ke kota ini. Denyut kehidupan di Cang Qiong memberinya nafas baru.

Suara pintu terbuka menyita perhatiannya. Matanya mengerling untuk melihat siapa yang baru datang.

Mu Qingfang datang sambil membawa sebuah tas kain kecil. Wajahnya sedikit basah dan ada jejak air pada kemeja birunya. Nampaknya Qingfang sudah selesai pula dengan pekerjaannya dan memutuskan untuk menyegarkan badan di atas. Sama seperti dirinya.

Pria itu duduk di sisi lain berlawanan dari tempat Shen Jiu duduk sekarang. Qingfang meregangkan tubuhnya sejenak sebelum akhirnya mengeluarkan isi tasnya. Satu kotak bekal, botol minum, dan apel muncul satu persatu. Shen Jiu mengamati bagaimana pria itu mulai mengunyah isi bekalnya sesuap demi sesuap. Gerakannya tidak terburu buru sama sekali dan cenderung diperlama.

Nasi kepalnya sendiri sudah habis. Shen Jiu bangun dari duduknya dan berjalan menuju bak sampah terdekat. Setelah membuang bungkus nasinya, Shen Jiu mengarahkan langkahnya mendekati Mu Qingfang.

"Berapa kali harus ku katakan," Mu Qingfang berkata di sela kunyahananya. "Janganlah terlalu sering tinggal terlalu lama di kantor. Carilah kegiatan lain, Shen Jiu."

Shen Jiu mengangkat bahu, "Aku bisa mengatakan hal yang sama untukmu." Dia mengambil tempat di dekat Mu Qingfang, menyisakan jarak yang masih terhitung sopan di antara mereka berdua. "Bukan hanya aku yang nampaknya selalu mencari alasan untuk menunda waktu pulang di sini."

Barulah saat Shen Jiu duduk, Mu Qingfang mengalihkan pandangan dari bekalnya dan menatap Shen Jiu. Senyum terulas dan suara deham terdengar darinya. "Jadi, kau mau beralasan apa untuk hari ini?"

Shen Jiu mengulum bibirnya sendiri, "Hari ini aku kehabisan alasan." Tangannya mengusap pangkal lehernya. "Mungkin aku hanya ingin menikmati musim gugur. Mungkin aku lapar. Atau jenuh. Mungkin saja semua."

Mu Qingfang mengangguk. "Baiklah. Kalau kau tak keberatan, temani aku menghabiskan bekal ini." Dia kembali menyendok lauk dan nasi. "Tidak enak kalau dimakan nanti malam."

"Apakah rumahmu jauh dari kantor?"

"Yah, aku tinggal di Qian Cao." Mu Qingfang menyuapkan sendok ke mulutnya. "Khau choba tebhak hm itu hm jauh tidhak."

Shen Jiu mengerutkan dahi dan tertawa kecil, "Berhenti bicara saat makan, nasinya bisa tersembur." Pemuda itu menyilangkan tangannya di depan dada. "Qian Cao cukup jauh dari sini. Lima belas kilometer? Apakah betul?"

"Itu pusat kotanya. Aku tinggal di daerah perbatasan, hanya 30 menit dari kantor." Satu suapan kembali masuk ke mulutnya. "Kau sendiri bagaimana? Ku dengar kau berasal dari Qing Jing?"

"Kurang lebih begitu." Shen Jiu nampak ragu untuk melanjutkan dan Mu Qingfang tidak memaksanya. Setelah berminggu - minggu mengenal Shen Jiu, dia bisa memahami pemuda itu cukup tertutup. Kau bisa berusaha mengupasnya. Namun yang kau temukan hanya lapis di bawah lapis. Sulit menerkanya.

"Aku pernah mengunjungi Qing Jing beberapa tahun lalu. Pemandangan di sana luar biasa. Aku paling suka dengan bambu bambu yang banyak tumbuh dan anginnya yang sejuk."

The Crowded House (SVSSS AU)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang