Gemericik air terdengar oleh semua telinga yang hadir. Diikuti aroma teh yang menguar memenuhi setiap sudut ruangan. Cangkir - cangkir yang tertata rapi pun mulai terisi penuh satu persatu. Jemari lentik Shen Jiu mengayunkan teko teh dengan keanggunan yang baru ia pelajari beberapa hari belakangan ini. Baru setelah semua cangkir terisi, dia letakkan teko kembali ke tempatnya.
Madam Meiyin mengernyitkan dahi sambil mengibaskan kipas ke wajahnya. Matanya menatap tajam ke setiap gerakan yang Shen Jiu lakukan, seakan pemuda itu bisa sewaktu - waktu memecahkan cangkir porselen mereka yang berharga hanya dengan menyentuhnya saja. Dia mengernyitkan dahinya, "Masih kurang. Ulangi dari awal."
Shen Jiu mengerang. Diikuti tawa kecil oleh kakak - kakak di sekitarnya.
"Madam, ini sudah teko yang kelima siang ini. Bila dilanjutkan, stok teh untuk seminggu ini bisa langsung habis sekarang!" Shen Jiu melayangkan protes. Yang ia dapatkan adalah pukulan dari kipas Madam Meiyin di dahinya.
Tawa dari perempuan di sekitar Shen Jiu semakin jelas kali ini.
"Ah Jiu-didi, dulu aku juga begitu saat pertama belajar menjamu teh. Rasanya aku bahkan mau pingsan setiap melihat daun - daun sialan itu!" Ruo Xixiang menutupi senyum lebarnya dengan lengan hanfunya.
Yu Jingwei menimpali sambil mengepang rambut saudarinya, "Tapi Madam Meiyin galak sekali dengan Jiu-didi. Seperti dia mau menjamu tamu dari kahyangan saja."
Madam Meiyin menyipitkan matanya, "Kau tidak lihat airnya terciprat kemana mana? Bila terus begini, apa tidak mempermalukan dirinya sendiri?" Tangannya kembali mengayunkan kipas ke wajahnya. Beberapa lembar rambutnya bergerak tertiup angin. "Ulangi dari kau menghangatkan peralatan tehmu."
Walau menggerutu, Shen Jiu mengulangi semua langkah dari awal ia menuang air panas ke dalam cangkir untuk menghangatkan porselain tersebut. Tak luput dia menghirup wangi daun teh yang ada dan menyendoknya sesuai takaran.
Shen Jiu menyeduh teh dan menuangnya dengan seksama. Kali ini ia sungguh - sungguh berharap tak ada kesalahan lagi. Teh di hadapannya terkepul, masih dengan aroma yang sama. Madam Meiyin memegang lengan hanfunya sembari mengangkat cangkir teh yang tersaji.
Jantung Shen Jiu berdegup kencang melihat Madam Meiyin menghidu wangi tehnya dan mulai menyesapnya perlahan. Mata wanita itu terpejam, membuat Shen Jiu tak bisa menebak apa yang Madam Meiyin pikirkan.
Pada akhirnya, Madam Meiyin menurunkan cangkir kembali ke tempatnya.
"Lumayan."
Satu kata cukup untuk mengangkat beban di pundaknya. Shen Jiu menghela nafas. Satu kali lagi dia diminta mengulang, saat itu juga Shen Jiu akan kabur dan menggunduli semua ladang teh di muka bumi ini.
Setelah perjamuan teh yang hampir meremukkan lengan dan kesabarannya, Shen Jiu kembali ke rutinitas membantu kakak - kakaknya bersiap menerima tamu. Ia terkadang membantu menjalin rambut mereka, memasangkan hiasan kepala, atau mencarikan kipas yang cocok dengan pakaian jiejie-nya. Setelahnya, Shen Jiu lebih senang tinggal di dapur untuk membantu menyiapkan hidangan atau minuman.
Shen Jiu sendiri belum diperbolehkan menerima tamu sebelum ia lulus semua 'pendidikan dasar' yang diberikan oleh Madam Meiyin. Sejauh ini, Shen Jiu sudah bisa merias wajahnya, belajar mengenakan hanfu, dan paling terbaru adalah jamuan teh.
"Setelah ini, pilih alat musik yang bisa kau mainkan. Aku sarankan sesuatu yang berdawai atau yang bisa kau tiup," ujar Madam Meiyin.
Shen Jiu merutuk dalam hati. Tapi apa boleh buat. Warm Red Pavilion jamak dikenal sebagai rumah bordil papan atas dengan konsep yang unik. Penghibur di sini didandani seperti wanita pada era dinasti, memberi sensasi yang berbeda dan penuh dosa. Bila malam tiba, mereka harus bisa menghibur semua yang hadir. Menuang arak, bernyanyi, memainkan alat musik. Menebar senyum dan tawa yang mengundang rasa penasaran. Atau lebih parahnya lagi, rasa gairah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Crowded House (SVSSS AU)
Hayran KurguPeraturannya cukup sederhana: Kalian dilarang jatuh cinta padanya. Namun, Shen Jiu tidak memahami dingin sikapnya terus memantik api di dalam diri pemujanya. Bagai ngengat yang tertarik lentera di malam hari, semua mendekat terjun ke dalam daya tari...