part 15

887 68 13
                                    

Brakk

Brakk

Brakk

"daffin buka pintunya papa belum selesai ngomong!!!" dengan sangat brutal darrel menggebrak pintu kamar milik daffin. Tatap matanya setajam elang, kedua tangannya mengepal erat seolah ingin menghancurkan pintu kayu dihadapannya.

Sedangkan dibelakang alena mencoba untuk menenangkan sang suami dengan berbagai macam bujukan dan kata penenang. Namun darrel tetaplah darrel, pria keras kepala itu tak akan pernah mau mengalah ataupun terbujuk dengan kata penenang yang menurutnya sangat 'klise' itu.

Saat ini hanya satu hal yang ingin darrel lakukan yaitu mengetahui kebenaran tentang aga sebelum membuat putranya terluka lebih dalam lagi.

"lebih baik kalian pulang, jangan bikin kondisi makin parah, kak daffin perlu waktu dan tindakan papa yang kayak gini justru membuat kak daffin semakin benci sama kalian".

Dibelakang sana setelah menahan diri cukup lama akhirnya gavin berani untuk berujar, walaupun setengah dari dirinya sedang ketakutan dengan tatap setajam elang itu tapi memang harus ada yang menghentikan papa nya agar kondisi tidak semakin parah.

Gavin sangat mengenal kakaknya yang tidak ada bedanya dengan sang papa. Mungkin itu salah satu alasan mereka tidak bisa akur selama ini. Sebelum amarah kakaknya ikut meledak gavin memang harus menjadi penengah diantara mereka.

"mah, ajak papa pulang sekarang" ujarnya sekali lagi dengan nada yang nyaring dan rendah.

"pah, kita kesini lagi nanti ya? Sekarang kita pulang, atau nggak papa temuin daffin besok dikantor" alena memeluk darrel dari samping kemudian menatap sang suami dengan penuh harap.

"urusan papa sama kamu belum selesai fin, besok temui papa dikantor kalau kamu nggak mau anak itu terluka!!" ancamnya diakhir kalimat dan melenggang pergi tanpa menghiraukan alena dan gavin.

"mama juga lebih baik pulang" sarkas gavin ditengah sunyi.

Beberapa detik kemudian alena kembali memalingkan wajahnya pada pintu kamar daffin, tatap matanya sangat jelas menggambarkan kesedihan. Bertahun-tahun lamanya ia memendam kerinduan pada sang putra sulung, diantara anak-anaknya yang lain daffin-lah yang paling dekat dengannya sejak kecil. Itulah mengapa ia juga ingin memberikan yang terbaik untuk hidup daffin walau pada akhirnya menyesali pilihan yang telah ia buat sampai sekarang.

Hela napas kasar terdengar nyaring ditengah sepi, alena melangkahkan kakinya melewati gavin dengan sebuah senyuman lalu melenggang pergi tanpa sepatah kata. Hening kembali menyeruak, perlahan gavin mendekati pintu kayu itu, mengetuknya dengan perlahan.

Tak lama pintu terbuka menampakkan wajah sang kakak yang menyambutnya dengan senyuman, walau gavin tahu bahwa itu senyum palsu, pria itu tetap membalasnya seolah semuanya baik-baik saja.

"aga mana?".

"baru aja tidur, mau masuk?".

Gavin mengangguk ragu.

Pintu terbuka lebar mempersilahkan gavin untuk masuk kedalam, "kak, soal ancaman papa tadi__".

"nggak usah dipikirin biar gue yang selesaiin semuanya, gue juga bakal buktiin kalau aga itu beneran anak gue" daffin duduk dikursi tepat dibawah jendela.

Pemandangan malam yang luar biasa dari taman belakang rumah, sesaat daffin tersenyum. Pak diman merawat bunga-bunganya dengan sangat baik, ide untuk memasang lampu warna-warni juga dari pak diman, taman itu terlihat lebih hidup dengan banyaknya cahaya yang indah.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 26, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Embrace Of The SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang