part 10

890 71 0
                                    

Rintik hujan dipagi hari bagai sebuah hipnotis yang mampu membuat siapapun semakin jatuh ke alam mimpi. Kehangatan yang diberikan oleh sehelai selimut tebal mampu membuat pemiliknya enggan untuk beranjak meskipun kegiatan tengah menanti.

Tak peduli alarm terus berbunyi daffin masih setia dengan selimut tebalnya, hawa dingin menyeruak begitu saja saat dia hendak bangun satu jam yang lalu. Kini dia tidak peduli lagi, tubuhnya terasa sedikit lemas, mungkin akibat begadang semalam.

Mungkin memang dia butuh libur setelah seminggu ini mengurus proyek besar, bahkan belakangan ini daffin tidak memiliki banyak waktu bersama aga yang memang sudah mulai sibuk sekolah. Sekalinya bertemu daffin hanya bisa mengulas senyum lalu kembali ke ruang kerjanya. Dia tidak punya waktu bahkan untuk menanyakan hari-hari aga disekolah.

Atau mungkin dia bisa melakukannya hari ini. Sekarang hari minggu jadi otomatis aga juga akan ada dirumah.

Setelah dirasa tidak terlalu dingin daffin mulai bangun dari tidurnya, meregangkan sedikit bagian tubuhnya yang terasa kaku. Dia sudah lama tidak berolahraga. Setelahnya daffin bangkit dan meninggalkan kamarnya. Tatapannya mengedar kesegala penjuru arah, rumahnya tampak sangat sepi. Dimana penghuni rumah ini? Biasanya pagi-pagi begini sudah terdengar celotehan aga dan gavin. Tapi kenapa sekarang sangat sepi? Yang terdengar hanya suara gemericik air hujan yang jatuh semakin deras.

Daffin melangkahkan kakinya menuruni anak tangga sembari sesekali menguap, setibanya didapur daffin melihat bi inah yang sibuk mencuci sayuran. Mungkin hawa dingin ini membuat semua orang malas, bahkan bi inah yang biasanya sudah menghidangkan sarapan pun kini justru baru akan mulai masak.

"kok sepi bi, pada kemana?".

Bi inah yang mendengar suara tuannya sontak berbalik menatap tuannya sedikit takut, dia tahu letak kesalahannya. Ya telat bangun.

Tapi saat melihat wajah tuannya yang biasa saja ada sedikit rasa lega dihati bi inah, "tuan gavin keluar sama temennya, terus nak aga belum bangun" jawabnya.

Daffin hanya mengangguk merespon penjelasan bi inah. Oh iya ngomong-ngomong soal gavin, seminggu ini mereka memang jarang bertemu. Sejak malam itu gavin seperti menghindari kakaknya, entah itu langsung pergi ke kamar, atau bahkan mengabaikan kakaknya dengan sibuk bermain hp.

Disisi lain daffin masih tidak mengerti letak kesalahannya, bukankah yang memulai itu adiknya tapi kenapa malah dia yang di abaikan. Kenapa gavin seolah-olah marah padanya.

Tak ingin memusingkan adiknya, daffin memutuskan untuk pergi ke kamar putranya. Jujur dia sangat merindukan suara aga yang belakangan ini jarang sekali dia dengar. Setibanya didalam kamar, daffin menghampiri aga yang masih terlelap lalu duduk disisi ranjang dengan tangan yang mengusap lembut surai hitam milik aga. Senyumnya mengembang gemas melihat aga yang sangat pulas. Tidak biasanya aga tidur sampai siang seperti ini. Mungkin karena faktor hujan yang membuat tidurnya semakin nyenyak.

Diliriknya jam beker diatas nakas yang telah menunjukkan pukul 09.20 dengan sangat terpaksa daffin membangunkan aga. Ini bahkan sudah lewat waktu sarapan jadi meskipun tidak tega dia tetap harus membangunkan putranya.

"aga sayang bangun dong udah siang loh" ucapnya lembut.

Aga yang merasakan sesuatu yang dingin menyentuh pipinya sontak mengerjap karena terkejut, lenguhan terdengar dari bibir kecilnya. Ketika matanya terbuka aga melihat tangan papanya yang sudah berada dipipinya. Jadi itu yang membuatnya terkejut. Setelahnya aga mengerucutkan bibirnya karena kesal, dia masih mengantuk tapi malah dibangunkan.

"kok mukanya gitu? Maaf ya kalau papa ganggu tidurnya, tapi ini udah siang aga juga belum sarapan kan?" daffin berusaha tetap lembut, dia sudah hafal dengan sifat aga, meskipun cuek tapi anak itu juga sensitif. Ingat saat gavin tidak sengaja meninggalkannya dijalanan?, aga sangat kesal saat itu sampai gavin harus memohon untuk mendapatkan maaf.

Embrace Of The SonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang