Moscow, Russia.
Sejak lama, Oliver kerap kali berfikir untuk menghancurkan bisnis gelap yang diwariskan oleh Hugo. Dia tidak berencana ingin mempertahankannya lalu kembali diwariskan kepada anaknya kelak.
Dari sekian banyak harta dan beberapa bisnis yang Hugo tinggalkan untuknya, bisnis yang satu ini lah yang enggan ia lanjutkan. Lebih-lebih saat dia sudah menemukan sang pujaan. Dia tidak ingin membawa Violetta dalam bahaya terutama keserakahan dan kelicikan Athes.
Meski sampai saat ini Athes tetap dalam persembunyiannya-- tidak menampakkan diri di hadapan Oliver. Cepat atau lambat Athes akan merampas dengan cara yang tidak baik tentunya.
Sebelum itu terjadi, Oliver harus segera menghancurkan tempat ini dan kehilangan ratusan kilo ganja dan jutaan dolar.
Tidak masalah. Dia masih sangat mampu memberi fasilitas mewah untuk Violetta.
Tidak ada pertumpahan darah yang diinginkan Oliver, selama ini kedua tangannya telah banyak menghabiskan nyawa orang sebagai bentuk pelampiasan amarah pada mereka yang memang bersalah.
Menyangkut markas besar berisi narkoba itu, harus segera mungkin ia ratakan dengan tanah. Toh, sumber keuangannya bukan hanya dari bisnis gelap itu.
Oliver teringat dengan obrolannya bersama Violetta saat di bioskop kemarin, yang dimana tekadnya makin kuat untuk tidak menyertakan bisnis ilegal ini dalam hidup mereka.
"Kapan kita menikah?" Pertanyaan itu terlontar tanpa aba-aba.
Meski fokus Violetta mengarah ke layar lebar di depannya, suara Oliver yang dekat sekali di telinga tentu saja bisa ia dengar dengan jelas.
Vio terkejut. Otaknya sempat kosong, harus dengan kalimat apa dia menjawabnya. Pernikahan adalah impian yang berada di list terakhir. Dia masih ingin berkuliah, punya karir yang bagus bahkan harapannya adalah bisa menikah di umur 25 bukan di usia muda.
"Bagaimana setelah kau lulus sekolah? Kau mau, kan?"
"Oliver.... Aku tidak tahu." Jawaban yang terdengar lirih itu hampir-hampir menyulut emosinya.
"Apanya yang tidak tahu?" Rautnya datar.
Violetta sudah bersiaga. Takut jika Oliver marah kepadanya.
Pria itu menatap jauh ke dalam bola matanya dan tanpa melepas tatap, Oliver menyalakan HT di lengan kursi.
"Matikan filmnya!" Serunya dengan amarah tertahan.
"Aku masih terbilang muda, sayang. Tidak bisakah kau menunggu beberapa tahun lagi?" Pintanya dengan sedikit memelas. Vio sudah sepenuhnya duduk berhadapan dengan Oliver.
"Tidak." Ia merangsek untuk menyembunyikan wajahnya di dada Vio yang penuh. "Aku ingin memilikimu seutuhnya, sayang. Menikah denganmu adalah impian terbesar ku. Aku ingin berkeluarga dan memiliki banyak anak darimu. Jadi, ayo, kita menikah."
Bohong jika hatinya tidak berbunga-bunga. Angin sejuk seolah mengudara di sekelilingnya begitu mendengar penuturan manis yang terlontar dari mulut pria yang kini memeluk erat tubuhnya.
Begitu besarkah cinta Oliver untuknya? Oliver benar-benar sudah jatuh cinta terlampau berlebihan.
"Aku harus menikah dengan pria yang aku kenal. Sedangkan mengenal mu lebih jelas saja tidak, Oliver."
"Kalau begitu, apa yang ingin kau tahu tentang ku?" Bola matanya menatap jauh pada netra cokelat yang cantik itu.
"Semua. Tanpa ada yang terlewat. Kau mampu mencari tahu semua tentang ku dengan sempurna tapi aku tidak tahu apa-apa menyangkut mu dan keluarga mu."
KAMU SEDANG MEMBACA
𝐎𝐥𝐢𝐯𝐞𝐫 𝐏𝐨𝐬𝐬𝐞𝐬𝐬𝐢𝐨𝐧 [Hold On]
Romance#Book-3# [Spin-off Our Destiny] BIJAKLAH DALAM MEMBACA 18++ ====== "K-kau. Memang. M-monster." "Dan monster ini lah yang membantumu menemui Tuhan." Tap. Sreet. Oliver sedikit mendongak ke depan karena mendengar bunyi gesekan sepatu juga benda jatuh...