5. Tercyduk

2.7K 174 203
                                    

Sore sudah menjelang malam. Tujuh orang dan seekor kucing itu masih asik bersenang-senang. Yaa...walau si Kucing hanya memperhatikan saja tanpa berhenti ngemil cemilan yang sebelumnya dibeli sangat banyak.

Rumah Halilintar dan Blaze pun malam itu terdengar ramai dan seru. Para tetangga bahkan bertanya-tanya apakah ada kerabat yang sedang berkunjung. Pasalnya ini pertama kalinya rumah itu terdengar ramai setelah kematian orang tua Kakak beradik itu.

Ice menggigit sebungkus cemilan yang masih tersegel rapi. Dengan menggunakan gigi kucingnya dia membawa cemilan itu dan meletakkannya ke pangkuan Blaze sebelum duduk manis di depan omega itu sembari menggoyang-goyangkan ekornya perlahan.

Blaze menunduk menatap cemilan di pahanya, sedetik kemudian dia menatap Ice yang juga menatapnya. Dia mengerti, kucing di depannya ini memintanya untuk membukakan bungkus cemilan itu.

Cemilan yang telah dibuka itu dituangkan ke dalam piring semuanya. Entah ini sudah bungkus yang keberapa, Blaze sendiri tidak menghitung. Tapi sepertinya Ice yang lebih banyak memakan cemilan-cemilan itu dari pada mereka semua.

"Blaze...," panggil Ying.

"Yaa?" Blaze menoleh ke temannya itu dengan tatapan tanya.

"Kucingmu gak apa makan cemilan sebanyak itu?"

"Eh?? Engga boleh ya?" tanya Blaze bingung.

"Bukannya engga boleh. Tapi kan engga semua makanan manusia baik dimakan oleh kucing. Takutnya kucingmu sakit perut atau semacamnya nanti."

Ice yang sedang duduk manis sembari memakan cemilan melirik sinis pada Ying. "Itu kan cuman berlaku pada kucing biasa, bukan aku," batinnya sembari mendengus.

"Oiya benar juga!" panik Blaze buru-buru menjauhkan piring cemilan itu dari Ice sebelum menjauhkannya sejauh mungkin dari kucingnya itu.

"Meong!" Ice mengeong tidak terima. Dia melompat ke pangkuan Blaze untuk meminta kembali cemilan itu.

"No no no no!" Blaze memeluk kucing itu di pangkuannya. "Gak boleh Ice. Gak boleh yaa...kamu udah makan cemilan terlalu banyak, aku takut kamu sakit."

Ice diam pasrah di pelukan Blaze. "Padahal mau lagi," batinnya. Melirik Ying dengan lirikan penuh dendam. Sedangkan yang dilirik sudah sibuk kembali dengan Alphanya.

Halilintar merotasikan kedua matanya jengah melihat Ice yang saat ini sangat manja pada Adeknya. Kucing itu terus ngedusel manja di dada dan perut Blaze, bahkan menjilati wajah Adeknya.

Bosan dengan pemandangan yang begitu-begitu saja, Halilintar menolehkan pandangannya ke arah lain. Di sana, di atas sofa Solar sedang duduk sembari merangkul pinggang Taufan dan Thorn persis seperti raja beristri dua. Sedangkan Taufan dan Thorn terlihat anteng-anteng saja sembari menikmati cemilan mereka.

Merasa diperhatikan, Solar menatap Halilintar. Dia tersenyum miring, menatap Halilintar dengan tatapan merendahkan seraya menarik Taufan dan Thorn untuk lebih dekat dengannya. 'Apa lu hah liat-liat?! Iri ha? Haha, Iri tanda tak mampu!' Kira-kira begitulah arti tatapan Solar.

Tatapan Halilintar seketika berubah menjadi datar, sangat datar. "Tamu sialan tak tau diri! Tendang aja gak papa kali ya?" batinnya, geram.

"Ihh! Solar jangan nempel terlalu dekat lah! Susah nih makan cemilannya," protes Taufan yang merasa terhimpit tangan dan badan Solar.

Thorn di sisi yang lain pun tak berbeda jauh. "Ugh.... Sunshine, sempit nih," keluhnya. Dia pun berdiri dan berinisiatif sendiri duduk ke pangkuan Solar. "Nah, begini lebih nyaman," ucapnya sembari tersenyum manis.

Blaze dan Si Mata Biru (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang