CHAPTER 9

4 3 0
                                    


"Kehidupan memiliki rahasia berisi bahagia yang terbalut luka dan duka"

_Aira Fidellya Achmad _

__________________________________

Aku membeku, melihat kak Tania yang meringkuk ketakutan dan mata sembabnya di pojok gudang. Tanganku yang dicekal kasar oleh kak Ray seakan tidak meninggalkan rasa sakit meski ada sedikit memar.

"Sejahat itu ya lu?"

Aku masih terdiam, menanyakan yang sebenarnya terjadi. Mencerna apa yang kulihat saat ini. Apa semua ini benar-benar aku yang melakukannya? Entahlah, aku sungguh dilanda kecemasan dan ketakutan atas apa yang kulihat dengan kedua mataku saat ini.

"Ai, ini apa?!?!" Bentak kak Ray menyadarkan ku. Dia memperlihatkan chat yang entah dikirim oleh siapa ke nomor milikku. Ponselku sejak awal sudah dipegang olehnya.

08XX-XXXX-XXXX
Sudah beres tanpa jejak

Mataku terbelalak melihat chat tersebut. Lututku lemas, ingatan kelam terlintas begitu saja tanpa henti, layaknya seperti kaset rusak yang diputar. Tanganku bergetar hebat. Bayangan yang sudah lama tak muncul kembali membuatku merasakan takut yang luar biasa saat ini. Mengerikan.

"Aira!?! Jawab?!? Ini dari siapa? Lu yang ngerencanain ini? Iya? Gilak ya lu" bentak Ray mengeraskan cekalan pada tanganku. "Gak usah akting merasa menyedihkan dan pura-pura gak tau apa yang lu lakuin saat ini!"

Aku menatap bola matanya yang tajam. Memberikanku tatapan kebencian yang sudah tidak bisa tertahan olehnya.

"Rr..a..y" panggil kak Tania lemah. Nafasnya sedikit tersengal akibat tangis. Kak Ray menepis tanganku begitu saja, hingga membuat rasa sakit pada lenganku akhirnya terasa sakit. Memar.

Kak Ray membawa kak Tania pergi, melewatiku begitu saja. Meski meninggalkan tatapan kecewa dan marahnya. Dan Beberapa orang yang sejak tadi berada disini pun satu persatu meninggalkan ku dengan pandangan yang mungkin tidak menyangka dengan apa yang terjadi.

Melangkah dengan pelan, mataku mengitari sekitar. Hal-hal yang mengerikan pernah terjadi padaku kembali terulang meski kali ini aku bukan sebagai korban. Tapi, rasa takut dan sakitnya kembali begitu mengerikan.

Greepp...

Badanku diputar seseorang dan menaruh kepalaku dalam pelukan. Membuatku benar-benar tak mampu lagi menahan tangis yang telah kupendam sejak tadi. Tangisku pecah.

***


Seseorang yang menyaksikan Aira sejak tadi dari jauh mengepalkan tangannya. Ponselnya bergetar pelan, notifikasi pesan dari seseorang. Dengan langkah lebarnya ia melangkah menjauhi TKP.

"Hallo?"

"......"

"Wisnu, boleh saya minta tolong selidiki kasus?" Bisiknya pelan, pada seseorang yang berada di seberang. Jari-jarinya seakan tengah memutar satu potongan kecil daun kering.

***

"Amar?"

"Apa?"

"Kenapa lu yang disana?" Tanya Aira yang masih menutup sebagian wajahnya dibalik selimut. Ya, dia terbaring di UKS. Dan akses di UKS dibatasi khusus untuk Aira, guna menenangkan pikirannya.

"Gapapa"

"Gue rasa, dititik cewek udah capek dan mungkin keinget sama hal kek gitu, gue sebagai cowok setidaknya bisa kasih sandaran nyaman buat ngelepasin semua sesaknya" ucap Amar sok puitis dengan gaya khasnya ia menaik turunkan alisnya dan memamerkan wajahnya yang memang jail. Dan memang, dengan cara itu Aira membuka perlahan selimut yang menutupi wajah, menyandarkan kepalanya pada tembok.

Euphoria Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang