"Kehidupan itu unik, punya banyak kisah dan hanya orang istimewa yang bertahan dalam kisah tertentu"
_AiraFidellyaAchmad_
___________________________________Sendiri…
Ya aku kembali seorang diri yang berdiam diruangan. Amar sudah ku persilakan pergi untuk mengikuti jam pelajaran selanjutnya, ini mendekati ujian akhir, aku yang tidak memperbolehkannya tertinggal satu materi.
Kakiku melangkah lunglai, menghampiri jendela yang terbuka lebar. Menarik sebuah kursi dan menyandarkan kepala pada sponing jendela, menatap luasnya langit biru ditemani beberapa awan yang berlintas lamban. Entah memang alam yang membuat tenang atau memang aku yang sengaja berhenti berfikir tentang apa yang sebenarnya terjadi saat ini.
"Capek ya?" Tanyaku. Bermonolog.
Sayap-sayap yang mengepak membuatku semakin menyelamkan kepala dibalik tangan yang terlipat menjadi tumpuan. Menutup mata dan bersenandung pelan. Bersenandung tentang seseorang yang berharap lebih baik menghilang, dunianya sedang tidak baik-baik saja. Semakin lama, senandungku terhenti. Bukan karena tak hafal akan lirik, tetapi lebih tak sanggup mengucapkan salah satu liriknya.
Aku mengusap wajah, menangis sesenggukan dan berusaha menahan agar tak bersuara. Kehidupan itu unik, setiap orang menjadi tokoh utama dalam kisah hidupnya. Kisah hidup yang tak bisa disamakan dengan hidup orang lain. Begitu banyak kisah, kenapa mereka memaksa seseorang untuk membandingkan kisah lain pada satu cerita?
"Gak usah ditahan" ucap seseorang dengan suara baritonnya. Telapak tangannya menutup mataku, yang belum sempat melihat sang pemilik.
"Kalo nangis, nangis aja. Capek akan tetap capek" ucapnya membuatku terdiam meski air mataku tak berhenti mengalir. "Jangan capek tapi dipaksa untuk terus bahagia. Kamu manusia, bukan boneka untuk main-main" lanjutnya menepuk-nepuk pucuk kepalaku pelan.
"Ketika kamu ada di usia remaja akan ada banyak masalah dan kebingungan, tapi gak ada manusia yang sempurna. Jangan terlalu menekan diri sendiri, ya?" Tuturnya menyodorkan sehelai sapu tangan.
"Semua akan baik-baik saja, dan kamu tau kenapa?"
Aku menggeleng lemah
"Karena itu kamu"
Dan akhirnya, suara tangisku pecah.
***
"......, Karena itu kamu"
Ya, kamu adalah gadis yang ingin saya rengkuh. Yang ingin saya sandarkan pada bahu lebar ini. Senyummu beberapa tahun lalu yang membuat saya luluh. Ingatan hari itu benar-benar menjadi kenangan tak tergantikan apapun. Dimana saya dipertemukan, dan kamu kehilangan. Siklus hidup manusia yang menakutkan.
Tangis yang beberapa kali ini? Tanya saya pada diri sendiri. Kamu adalah gadis yang tidak bisa mendefinisikan rasa sakitmu. Yang menyembunyikan hal-hal menyakitkan tanpa orang-orang sekitarmu tidak menyadari jika kamu lelah. Impianmu dimasa lalu, bolehkah saya menjadi orang itu?
***
"Pak Faith kek Doraemon lama-lama"
Faith memutar kepalanya dengan mata yang sedikit menyipit. Si pelaku pun hanya memandangi asap yang mengepul dari mie instannya.
"Doraemon gimana?"
"Kalau Doraemon punya pintu kemana saja, kalau pak Faith punya cctv dimana saja"
Faith tertawa renyah. Aira sampai benar-benar menatap intens, tawa yang tidak semua siswa bisa tahu. Matanya yang seakan menjadi satu garis itu membuat rasa nyaman tersendiri bagi Aira. Entah apa yang Tuhan rencanakan.
"Pak Faith kenapa ngajak Aira makan mie si?" Tanya Aira mengalihkan perhatian matanya sendiri. Ia tidak bisa hanyut dalam senyumnya begitu lama.
"Enakkan?" Ujarnya, bukan jawaban yang ia beri pada Aira.
Aira pun dengan polosnya mengangguk setuju.
"Pakk Fa" panggil Aira lagi. Tanpa Aira tau, Faith terdiam dengan wajah yang menahan senyum. Ada kenangan terulang beberapa detik lalu.
"Kenapa Pak Fa gak jadi dosen aja? Atau dokter? Padahal kuliah pak Faith kedokteran"
"Aira tahu dari mana?"
"Pak Rudy yang cerita"
Uhukkk… Faith tersedak dan tangannya asal mengambil segelas minuman. Aira yang ikut panik pun terdiam dengan gelas yang ia pegang. Tanpa sadar, Aira memegang gelas milik Faith dan Faith meminum minumannya.
"Bapak kenapa keselek? Ada yang ghosipin pak Fa kali ya? Atau pak Fa lagi mikir seseorang?" Tanya Aira mengintrogasi. Dan tanpa pikir panjang, Faith mengangguk-angguk.
"Uwaaaaaa, pak Faith lagi mikir seseorang?" Ujar Aira heboh sendiri hingga membuat beberapa pasang mata memperhatikan.
Faith hanya diam dan mengukir sedikit bulan sabit dibibirnya.
"Ternyata kamu bukan pendiem ya?" Faith mengalihkan pembicaraan. Aira menyunggingkan senyumnya dengan wajah tanpa dosanya.
"Hoo, maybe?" Aira mengakuinya dengan ragu.
"Pak Faith belum jawab pertanyaan dari Aira loh" Aira memutar badannya, menghadap lurus tepat pada posisi Faith, hingga wajahnya terlihat begitu jelas dimatanya. Membuat suatu hal ada yang tidak beres.
"Saya akan jawab pertanyaan itu kalo kamu dapat nilai diatas 85 di UAS semester ini untuk matematika"
Aira tampak memikirkannya, tapi dengan mata yang menatap bola mata Faith lekat. Membuat ruang pergerakan Faith tanpa sadar menyempit, bahkan oksigen pun seakan menjauh untuk mendekatkan mereka.
"Airaaa!!!!!"
Seseorang datang menyelamatkan nyawa Faith, Nada berlari dengan tangan merentang, bersiap menerkam Aira dalam pelukan.
"Lu kenapa sii, bayangin lu ada diposisi gue yang tiba-tiba dapet kabar baik banget sampe jantung gue hilang rasanya. Jahat banget lu gak ngabarin gue kalo lu ada masalah" Nada menepuk pundak Aira yang masih ia peluk seberat mungkin.
Aira sendiri pasrah dipeluk begitu eratnya disertai ceramah panjang seorang nada.
"Mana sempet ngabarin lu?" Kekeh Aira.
"Takut banget ya tadi?" Tanya Nada menatap bola mata Aira yang mungkin terlihat memerah?
Faith terkejut dalam diamnya, apa maksudnya?
"Heem" jawab Aira pelan, meski dadanya sesak menahan tangis didepan Nada dan Faith.
"Lah!?"
"Why, Da?"
"Bapak kenapa disini?" Polos Nada menanyakan keberadaannya yang berharga itu.
"Saya?"
Nada mengangguk pasti
"Bapak kencan sama Aira?" Tanya Chaca yang entah sejak kapan sudah ada diantara mereka.
"Kencan?" Tanya Faith terkejut
"Yakkkk, kalian kenapa he?" Tanya Aira yang juga bingung menghadapi pertanyaan macam itu. Ada sesuatu yang membuatnya juga terasa mendebarkan.
"Emang boleh ya?"
Aira, Chaca dan Nada tercengang dengan mulut yang terbuka lebar mendengar pertanyaan yang terlontar dari bibir Faith.
"Maksudnya bapak?" Tanya Nada masih dengan otak yang loading.
"Ya emang boleh kencan sama Aira? Murid saya sendiri?"
Aira menutup wajahnya, kenapa jadi membahas hal ini?
"Bolehlah, kenapa gak?" Jawab Chaca dengan senyumnya yang terlalu ramah.
"Oii, kalian bahas apa nih?" Amar datang bersama kawanannya.
Aira menghela napas lelah. Menepuk jidatnya. Situasi apa ini?
***
KAMU SEDANG MEMBACA
Euphoria
Ficção Adolescente"Kenapa harus Aira?" "Karena kamu yang mengunci hati saya" jawaban itu lagi yang keluar. Meski sudah berkali-kali ia mengatakan itu padaku tiga tahun lalu, rasanya belum pernah berubah. Sama, dan akan tetap sama. "Ra?" "Hemm?" Jawabku pelan, menat...