2/2

1K 102 99
                                    


Setelah lelah kunjung-kunjung di rumah saudara yang ada di desa sebelah, Joanna akhirnya tidur dari siang hingga malam. Bangun-bangun langsung makan sembari menggoda Aruna yang sedang menangis di samping kulkas. Karena tidak diizinkan main ke rumah Kiara tanpa dijemput oleh si anak.

"Ini lebaran! Dia pasti sibuk dengan keluarganya juga! Kamu ini! Ayo makan! Setelah ini Kakak ajak belanja! Pasti mau es krim, kan?"

Aruna yang sejak tadi menangis langsung menyeka air mata. Lalu bangun dari duduknya. Ikut makan bersamaan Joanna. Sembari berjulid ria. Karena masakam ibunya sedikit keasinan.

"Bapak di mana, Bu? Aku mau minta antar beli sesuatu."

"Bapak sedang ada tamu. Mau ke mana, sih? Malam-malam seperti ini!"

Liana mulai menghidupkan kompor. Karena ingin membuat kopi. Sebab ada banyak tamu Rendy yang datang malam ini.

"Mau beli es krim, supaya bocil ini tidak nangis lagi! Berisik sekali, aku sampai mimpi buruk tadi!"

Liana menarik nafas berat. Lalu menatap Aruna sebentar. Agak kasihan juga karena dia telah menangis hampir tiga jam. Setelah bangun dari tidur siang hingga matahari tenggelam.

"Nanti agak malaman saja, tunggu tamu Bapak pulang. Minimarket buka 24 jam, kan?"

Aruna mengerucutkan bibirnya. Sebab dia sudah tidak sabar dan enggan menunggu terlalu lama. Karena dia sudah dibuat sedih sebelumnya.

"Ya sudah, kita jalan kaki saja. Belum ada jam delapan, jalanan pasti masih ramai sekarang."

Liana akhirnya mengiyakan. Karena lebaran kali ini cukup ramai sekarang. Mungkin karena ada pabrik plastik yang akan segera dioperasikan dalam kurun waktu dekat. Sehingga banyak orang-orang dari luar kota yang datang guna mencari pekerjaan dan mengontrak di desa mereka, sekaligus di desa sekitar.

8. 05 PM

Setelah sekitar 15 menit berjalan, Joanna dan Aruna akhirnya tiba di minimarket terdekat. Benar saja, di jalan memang cukup banyak kendaraan yang berlalu lalang. Meskipun di jalan yang mereka lewati sangat gelap dan menyeramkan. Sebab tidak ada lampu jalan.

"Pilih saja! Kakak mau ke sana sebentar!"

Aruna mengangguk cepat. Saat ini dia sudah mengambil beberapa es krim yang ingin dimakan. Totalnya ada sepuluh buah dan sudah diletakkan di dalam keranjang yang ada di sampingnya.

"Sudah, Kak! Eh, Kiara!?"

Aruna berlari mendekati Kiara yang baru saja datang. Tentu saja bersama Jeffrey juga. Pria itu langsung mengambil keranjang dan membeli beberapa makanan ringan.

"Kok kamu tadi tidak datang!? Aku tunggu seharian!"

"Maaf, tadi pagi aku langsung ke desa sebelah. Ke rumah saudara. Lalu siangnya aku kecapekan, jadi tidur sampai sore. Waktu mau ke sana, aku dilarang Bapak, katanya di rumahmu banyak tamu yang datang. Takut aku mengganggu di sana."

"Kan bisa lewat pintu belakang! Aku bosan tahu di rumah! Banyak orang datang dan aku tidak kenal semua! Eh, kamu dengan siapa?"

"Dengan Kakakku. Kita jalan kaki tahu! Gara-gara Bapak ada tamu!"

Jeffrey samar-samar mendengar itu. Lalu segera menjauh. Menuju rak lain guna mencari sesuatu.

"Eh, maaf!"

Ucap Joanna ketika tidak sengaja menabrak punggung Jeffrey. Mereka bertemu lagi. Saling tatap sebentar sebelum akhirnya memalingkan wajah lagi. Serta sibuk dengan kegiatan masing-masing.

"Ayahnya Kiara, ya? Kenalkan, saya Joanna. Kakaknya Aruna."

Joanna memberanikan diri untuk mengenalkan diri. Sebab dia berminat untuk melamar di perushaan plastik milik keluarga Jeffrey. Bukan karena tertarik dengan pria ini.

"Saya Jeffrey."

Mau tidak mau Jeffrey akhirnya membalas jabatan tangan Joanna. Karena wanita itu sudah mengulurkan tangan sebelumnya. Dengan senyum cerah menghiasi wajah. Sebab dia memang terkenal ramah di kalangan tetangga. Murah senyum dan tidak pernah terlibat masalah juga.

Tidak lama kemudian mereka menuju kasir. Belanjaan Joanna hanya satu keranjang saja. Sedangkan Jeffrey ada tiga.

"Kita duluan, ya!"

Jeffrey mengangguk singkat. Dia juga melirik Joanna yang sempat mengusap pundak Kiara pelan. Sebelum membawa adiknya keluar dari sana. Jalan kaki dan memakai senter ponsel sebagai penerangan.

Setelah mambayar, Jeffrey dan Kiara memasuki mobil. Pria itu sengaja tidak menyebrang dan melewati pinggir. Lalu mengatakan sesuatu pada manusia lain yang duduk di samping.

"Panggil temanmu, ajak naik!"

Kiara mengangguk semangat, lalu membuka kaca jendela. Memanggil Aruna dan kakaknya agar ikut naik juga. Agar mereka tidak jalan kaki sampai rumah.

"Aruna! Kak Jo! Ayo naik!"

Aruna langsung membuka pintu mobil. Seolah dia sudah sering melakukan ini. Membuat Joanna yang ingin menolak tidak jadi.

Jeffrey diam saja selama perjalanan. Begitu pula dengan Joanna. Namun tidak dengan Aruna dan Kiara yang masih mengoceh sekarang.

"Kak Jeffrey, katanya pabrik plastik butuh banyak pegawai, ya? Boleh tidak Kakakku masuk sana? Supaya dia tidak kerja lagi di luar kota!"

Jeffrey menolehkan kepala, pada Aruna yang kini sudah memiringkan kepala. Memegangi punggung kursi yang ada di belakang Kiara. Seolah penasaran akan jawabannya.

"Aruna! Bisa-bisanya! Maaf, jangan dengarkan dia!"

"Aduh! Lepas! Aku tahu Kakak sudah tidak punya kerjaan, ya! Bapak yang bilang Kakak mau lamar pekerjaan di Papua. Seperti Kak Adnan! Jangan lah! Aku tidak mau kesepian! Kerja di sini saja, ya? Supaya aku ada teman main juga!"

Joanna langsung membekap mulut adiknya. Membuat anak itu meronta di sampingnya. Sedangkan Kiara hanya bisa menatap iri mereka. Sebab Aruna bisa begitu akrab dengan kakaknya.

"Kirim saja CV di sana!"

Joanna mulai melepas bekapan pada Aruna. Lalu menerima kartu nama yang baru saja Jeffrey berikan. Karena selain ada nomor telepon perusahaan, di sana ada alamat email juga.

"ASIK!!! Terima kasih Kak Jeffrey!"

Aruna tampak girang. Dia juga ikut mengintip kartu nama yang sudah kakaknya pegang. Dengan wajah merah padam karena malu tentu saja.

Tidak lama kemudian mereka tiba di depan gang. Joanna dan Aruna sudah turun sekarang. Sudah mengucap terima kasih juga.

"Lain kali bilang kalau aku Kakakmu! Jangan buat orang-orang mengira aku Ayahmu!"

Kiara mengangguk singkat. Saat ini dia berjalan di samping Jeffrey. Memasuki rumah dengan perasaan sedih. Karena baru saja dimarahi.

Angin tiba-tiba berhembus kencang. Aroma melati dan kemenyan juga mulai terasa. Membuat Kiara langsung lari memasuki rumah. Sebab takut melihat penampakan seperti sebelum-sebelumnya.

Next chapter udah ada romance scene, kalian pasti kangen pengen lihat Jeffrey bucin :)

Tbc...

PESUGIHAN [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang