Usha membawa Kivandra menemui Kaisar yang duduk di singgasana, aula utama Istana. Saat Kivandra masuk, tampak sebuah ruangan mewah yang sangat luas. Gadis itu bahkan merasa lelah untuk berjalan dari arah pintu dan mendekati tangga singgasana Kaisar.
"Ayah, aku datang." Usha memandang Kaisar dengan wajah dinginnya.
Belajar dari pengalaman, Kivandra tetap menunduk hormat. Ia tidak boleh memandang keluarga kekaisaran dengan terus terang.
"Tegaplah, rakyat biasa. Aku ingin melihat wajahmu. " si Kaisar membuka suaranya yang berat.
Kivandra menurut dan tak lagi hormat. Gadis itu mendongak hingga bisa melihat wajah sang pemimpin Kekaisaran Athulya. Seorang pria tua yang tampak gagah, rambut coklatnya lurus persis seperti Usha. Walau banyak keriput di wajahnya seolah menunjukkan betapa beratnya status kaisar, itu tak menutup ketampanan yang terpancar. Mata Kaisar berwarna biru tua juga persis seperti mata Usha, mereka sangat mirip. Ekspresi wajah Kaisar pun tampak dingin.
Yang aneh, Kaisar terlihat terkejut ketika melihat wajah Kivandra. Tangan tua itu mengepal, lalu Kaisar memalingkan wajahnya.
"Kau terlihat sangat mirip dengan Dhipa si putri bungsuku." ujar sang Kaisar.
Kivandra menunduk sebentar. "Saya merasa terhomat, Baginda."
Kaisar memandang lama wajah Kivandra. "Kau hanya perlu mengganti warna bola matamu menjadi biru saat menjadi Dhipa Athulya."
"Baik, Baginda."
Setelah itu tak ada lagi yang membuka suara, Usha menghela napas lelah lalu menarik kasar tubuh Kivandra. "Ayah, aku akan membawa gadis ini pergi."
"Tunggu," Kaisar mengangkat tangannya. "Kau, panggil aku ayah."
Kivandra terkejut dan mengedipkan matanya beberapa kali. "Maaf?"
"Itu—kau hanya perlu berlatih memanggilku ayah agar tak ada kesalahan nanti." jelas Kaisar yang tampak kebingungan sesaat.
"Ayah." Kivandra mengucapnya dengan mudah, ia menutup semua akses perasaan aneh seperti di dalam kereta tadi. Keluarga ini hanya sementara, ia itu palsu. Ini bukan haknya.
Kaisar mengangguk. "Walau kau menjadi putri pengganti di sini, tetap ingat sesuatu. Bahwa ... kau adalah dirimu yang sendiri. Kau tetap Kivandra."
Kivandra terdiam sebentar lalu tersenyum. Benar, ia tetap Kivandra walau menjadi orang lain. Hanya menggantikan peran putri selama beberapa saat saja, tak ada yang perlu dibuat sulit.
"Terima kasih, Ayah."
***
"Ini adalah kamar adikku, Dhipa." Usha menunjuk sebuah pintu besar di depannya.
Kivandra melongo karena pintu saja terlihat begitu mewah. Apakah semua sudut Istana berlapis emas?
Usha membuka pintu. "Ayo menjenguk adikku."
"Ya, Kakak."
Ketika mereka masuk, terlihat beberapa pelayan yang sibuk mengurus seorang gadis di atas ranjang. Gadis itu memiliki rambut coklat bergelombang, sangat mirip seperti Kivandra walau wajahnya pucat.
"Dia terkena penyakit misterius yang semua dokter di Kekaisaran tak bisa menyembuhkannya."
Usha memasang wajah sedih, dielusnya rambut Dhipa yang tampak kusut. "Bangunlah ... adikku, aku merindukanmu."
Kivandra tercengang, pertama kalinya ia melihat ekspresi yang begitu sedih dari sang putra mahkota. Walau mereka baru mengenal beberapa saat, tetapi Kivandra pikir Usha hanya bisa memasang wajah dingin.
Usha mencium kening adiknya. "Dhipa harus menunjukkan dirinya di pesta-pesta yang akan datang demi menjaga popularitasnya. Jika itu tidak dilakukan, Dhipa akan dikucilkan para bangsawan."
"Walau aku seorang pangeran kekaisaran Athulya, aku tak bisa menghipnotis seluruh bangsawan agar tunduk pada adikku." lanjutnya.
Kivandra mengangguk, "Saya mengerti."
"Bagus." Usha menatap Kivandra. "Seperti yang ayah katakan, kau hanya perlu mengganti warna bola matamu."
"Ya, Kakak."
"Ketika berada di pesta, kau hanya perlu diam di samping ayah. Jangan berulah."
Lagi-lagi Kivandra mengangguk. "Baik, Kakak."
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Surrogate
FantasyPutus asa sporadis merapah, saat itu kereta berkilau datang menghampiri toko bunga Kivandra. Sang Pangeran mengajak Kivandra, yang tampak lelah, untuk menjadi keluarga kekaisaran. Kivandra seorang gadis miskin yang menjual bunga di pinggir jalanan...