"Kau sudah sembuh?!"
"Ethan, dia itu palsu." timpal Usha tiba-tiba. "Namanya Kivandra."
"Ah," lelaki rambut coklat bernama Ethan itu memasang wajah sedih. "Begitu."
Kivandra menunduk hormat. "Salam, Pangeran kedua, sebuah kehormatan bisa bertemu dengan anda."
"Ya."
Ethan tampak sangat kecewa dan memalingkan muka. Kivandra sedikit tak enak, apakah ia sudah membuat seseorang begitu kecewa?
"Duduklah." Sang Kaisar memerintah.
Kivandra mengangguk. "Baik, Ayah."
"Ayah?" kini Ethan kembali menatap. "Kau memanggilnya apa?"
"Oh? Itu ...."
"Kau itu, kan, hanya rakyat biasa." Ethan memasang wajah marah. "Jangan sekali-kali kau berpikir bahwa kau itu termasuk saudara kami!"
Tersentak, bentakan itu memaksa Kivandra untuk menunduk diam. Hatinya berdebar kencang, ia takut akan ada hukuman yang menghampirinya.
"Hentikan, Ethan." seru Kaisar tegas.
Ethan tampak tidak percaya. "Ayah, ada apa? Apakah kau membela gadis kotor itu? Dia sangat tidak sopan!"
"Ethan." Kini Usha ikut campur. "Kau juga tidak sopan sudah berteriak pada ayah."
"Hah." Ethan berdiri dari kursinya, "Kupikir kakak membawa gadis sopan untuk menjadi pengganti Dhipa. Nyatanya apa? Dia seperti rakyat buta harta."
Kaisar menahan amarahnya, "Ethan!"
"Apa?" Pangeran kedua itu tampak menantang. "Aku sangat sesak. Menyesal rasanya sudah bertanggung jawab untuk membeli beberapa gaun indah untuknya."
Menjauh dari kursi, Ethan hendak keluar ruang makan. Lelaki itu melewati Kivandra yang masih menunduk bisu. "Rakyat biasa yang kotor." hinanya lalu mendorong tubuh Kivandra hingga terjatuh.
Brak!
Kini di ruang makan hanya menyisakan tiga orang. Usha menghela napasnya dengan wajah kesal lalu menghampiri Kivandra. "Bangunlah." ujar lelaki itu membantu.
"Oh, baik." Kivandra segera berdiri dan membersihkan gaun mahalnya.
"Kau ...." Usha menghela napas. "Kau harus memiliki hubungan baik dengan kakakmu."
"Maaf, Pangeran." Kivandra merasa bersalah.
"Huft ... Ya ampun." Usha mengusap wajahnya lelah. "Aku jadi tidak memiliki selera makan. Aku juga akan pergi duluan, Ayah."
Pangeran Usha ikut keluar dari ruang makan. Kini hanya menyisakan dua orang, si rakyat biasa dan pemimpin Kekaisaran.
"Kemari." ujar sang Kaisar.
Kivandra segera datang dengan kepala menunduk. "Ada yang bisa saya bantu, Baginda?"
"Duduklah."
Gadis itu pun duduk.
Kaisar menelan makannya dengan anggun. "Kau, siapa nama ibumu?"
"Maaf?" Kivandra mengangkat kedua alisnya kebingungan.
"Nama ibumu."
"S-saya tidak tahu, Baginda. Ibu saya meninggal ketika saya masih bayi, lalu saya diurus oleh orang lain sebelum mereka ikut meninggal."
"Meninggal?"
"Benar, Baginda."
"Begitu." Kaisar berdiri dari kursinya. "Aku akan pergi karena sudah tidak memiliki selera juga. Kau makanlah sendiri."
Kivandra terdiam sebentar lalu mengangguk. "Baik, Baginda."
Kini ruang makan itu benar-benar sepi. Di meja yang panjang dan banyak kursi berjejer, Kivandra duduk sendirian menatap makanan di atas piring.
"Ini daging." gumamnya.
Selama menjadi rakyat biasa, ia tak pernah bisa menikmati daging. Itu adalah makanan mewah dan mahal yang hanya bisa dinikmati oleh para bangsawan. Ketika Kivandra mulai melahap suapan pertama, rasanya sangat lezat. Gadis itu ingin menangis saking nikmatnya.
"Ini adalah surga." ucap Kivandra lalu melahap lebih banyak daging lainnya.
Walau ruang makan tampak sepi dan sunyi, Kivandra masih bisa menikmati makanannya. Ia merasa ... sudah akrab dengan kesunyian ini. Saat orang yang menjadi wali Kivandra tiada, gadis itu dipaksa beradaptasi oleh kesendirian yang melahapnya. Dibandingkan semua hal yang telah ia lalui di gang terpencil sana, ini bukanlah apa-apa.
Bentakan pangeran, tatapan dinginnya, lalu kesunyian yang mengikat, itu biasa saja. Kivandra yakin, ini hal mudah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Princess Surrogate
FantasyPutus asa sporadis merapah, saat itu kereta berkilau datang menghampiri toko bunga Kivandra. Sang Pangeran mengajak Kivandra, yang tampak lelah, untuk menjadi keluarga kekaisaran. Kivandra seorang gadis miskin yang menjual bunga di pinggir jalanan...