"Jadi anak baik itu mudah. Iya, mudah jika kamu di sayang. Karena sekuat apapun kamu berusaha, benci tetap lah benci"
Argi Aldevano Wilamtara.
Happy Reading.
Argi menyusuri koridor sekolah nya. Masih terlihat sangat sepi, bahkan mungkin hanya ada dia di sini. Argi tidak berniat pergi ke kelas, ia terus berjalan menuju Perpustakaan sekolah.
Argi mendorong pintu itu, ternyata sudah terbuka. Penjaga di sekolah ini sangat rajin dan disiplin. "Selamat pagi dan selamat datang" suara itu menggema sesaat setelah Argi melangkah masuk. Itu adalah suara Rintan, manusia penjaga perpustakaan.
Argi mendudukan diri nya pada salah satu kursi yang ada di sana. Ia menaruh kepala nya di atas meja, memegang dada nya yang sedikit berulah. Argi menghela nafas.
"Terlalu pagi" Argi yang semula terpejam kini sudah menegang. Perlahan Argi mengangkat kepala nya, lalu menoleh kebelakang. Dugaan nya benar, Argi langsung tersenyum pada sosok yang berdiri di sana.
"Enakan pagi, jadi bisa berduaan" kekeh Argi. Arga menggelengkan kepala nya, ia mengambil tempat di samping Argi. Saat melihat bibir pucat Argi, Arga reflek menempelkan punggung tangan nya pada kening Argi. "Sakit?" Argi menggeleng. "Tapi anget" sambung nya.
"Kalo dingin ya mati dong, Bang!" seru Argi tak Terima. "Iya juga, ya" celetuk Arga yang kini menggaruk tengkuk nya.
"Gi..." Argi memusatkan netra nya pada Arga. "Kamis temenin kemo. Mau?" ada ragu dan takut di dada Argi. Namun Argi sangat ingin mendampingi kembaran nya dalam melakukan prosedur kesehatan nya.
"Argi!" panggil Arga saat Argi hanya diam.
"Iya, mau. Tapi..." Arga mengernyit kan kening nya, penasaran. Namun Arga harus menunggu kata selanjutnya. "Ada papa?" ucap Argi sangat pelan sambil menundukan kepala nya.
"Enggak. Cuma ada bang Aksa, papa harus keluar kota" jelas Arga, jelas juga membuat Argi sumringah.
"Lagian kalo ada papa Lu juga kenapa? Siapa tau dengan adanya Lu nemenin Arga dia jadi sadar" Arga dan Argi hanya diam. Menunggu nada yang di gantungkan oleh Elang. Elang duduk di depan kedua nya. "Sadar kalo Lu itu anak baik" tunjuk Elang pada Argi.
Arga mengangguk setuju, namun Argi menggelengkan kepala nya. "Enggak akan semudah itu..." ucap nya dengan sendu. "Mau sekuat apapun Gue berjuang, kalo orang lihat Gue sebagai parasit. Ya bakal tetep jadi parasit" lanjut nya.
ʚ♡⃛ɞ(ू•ᴗ•ू❁)
Tidak ada yang sadar dengan tatapan Ina pada salah satu meja yang berisi tiga manusia di depan sana. Ke-tiga orang itu juga tidak tahu jika Ina ada di sana. Ina terus memperhatikan mereka sambil tersenyum getir. Ada rasa iri yang menyeruak di dalam dada Ina. Rasanya sesak, sesak sekali. Melihat orang yang seharus nya selalu ada di samping nya, malah menjadi luka terbesar dalam hidup nya hanya karena sebuah kesalahpahaman.
Saat seorang staff menepuk pundak nya, Ina tersadar dari lamunan nya. Ternyata Ia sudah berfikir terlalu jauh. Ina memilih untuk kembali bekerja. Namun, sebelum itu terjadi, ada sebuah hal yang membuat dunia Ina seketika berhenti.
"Om gak tau mobil siapa yang nabrak almarhum istri, om?" suara Denis bergetar, namun samar. Hanya orang yang benar-benar dengan jelas mendengarkan yang tahu.
KAMU SEDANG MEMBACA
To My Brother (END)
Teen Fiction"Bawa! Bawa pergi anak penyakitan itu dari hadapan saya!" Devan menekan setiap kata nya sambil menunjuk ke arah anak yang berusia lima tahun dengan tatapan sangat tajam "Gak! Jangan! Dia... Dia adik Ina, gak boleh.... Gak boleh, jangan bawa dia" Gad...