Tolong

53.5K 3.1K 254
                                    

Ega menceritakan kejadian aneh setelah tiga hari Bu Wariah meninggal dunia. "Posisi kamar gua kan dempetan sama tembok rumahnya. Nah sekitar jam dua malem, gua denger ada suara yang ngetok-ngetok tembok. Suaranya lumayan kenceng, ampe gua kebangun," ucapnya.

"Terus, tadi ... gua kan lagi tiduran di kamar. Ngedenger suara itu lagi. Gua cek dong ke rumah sebelah, ternyata gak ada orang. Pas gua balik lagi ke kamar. Eh ada suara orang nangis. Jadi gua langsung cabut aja ke mari," imbuhnya.

"Emang kalau meninggal kecelakaan gitu pasti gentayangan, ya?" tanyaku.

"Kagak sih, Lang. Temen gua ada yang meninggal kecelakaan motor tapi gak gentayangan tuh," sahut Iwan.

"Nah, terus kenapa sekarang pada gentayangan gini?"

"Nanti pas balik lu mampir dulu ke rumah Pak Didit, terus tanyain deh," balas Ega.

"Kenapa gak lu aja yang nanya ke Bu Wariah," balasku.

"Udah-udah, mending pada ngopi dulu," ucap Iwan.

Aku pun meminum kopi yang sudah agak dingin, lalu lanjut menonton sepakbola hingga pukul sepuluh malam.

Iwan terlihat sedang merapikan meja dan kursi. "Mau tutup, Wan?" tanyaku.

"Iya," sahutnya sambil mengangkat kursi.

"Masih sore padahal," ucapku.

"Iya, baru juga jam sepuluh," timpal Ega.

"Sepi gini mending tutup daripada boros listrik," sahut Iwan.

"Temenin lah, Wan. Di rumah gua kagak ada siapa-siapa," ucap Ega.

"Iya, Wan." Aku setuju dengan ucapan Ega.

"Mau sampe jam berapa?" tanya Iwan.

"Besok pagi," sahutku.

"Kagak bisa. Besok gua mau buka dari siang."

"Jam berapa dong?" Jujur setelah mendengar cerita Ega tadi, aku jadi malas pulang ke rumah.

"Jam 12 malem titik! No injury time," sahut Iwan.

"Pas banget tengah malem itu sih, jahat bener," keluhku.

"Gua takut besok bangun kesiangan, Lang."

"Lu tidur aja, Wan. Ntar gua sama Ega yang jaga."

"No no no! Pokoknya jam DUA BELAS TENG!"

"Ya udah deh." Masih ada waktu dua jam untuk membujuknya.

_________

Waktu berlalu begitu cepat, lima menit lagi sudah tengah malam. Padahal aku sudah sengaja memesan cemilan dan minuman terus menerus. Namun, Iwan bersikeras untuk menutup kedai.

Tek!

Lampu depan kedai mati. "Gelap, Wan!" protesku.

"Bubar-bubar!" sahutnya.

Ega berdiri, "Mau ke mana lu?" tanyaku.

"Balik lah," balasnya.

"Yakin?" Dari wajahnya tampak sekali ia masih ragu.

"Habis mau ke mana lagi?"

"Ke Mekdi yuk! Ampe pagi."

"Kagak deh, gua udah ngantuk juga."

"Lu emang berani sendirian di rumah?"

"Berani-beraniin aja, tinggal pake earphone terus tidur. Aman." Ega berlalu ke motornya.

"Balik dulu, Wan!" teriakku, lalu mengikuti Ega.

"Oke, Lang!" sahut Iwan.

"Lu ngapa ikutin gua, Lang?" tegur Ega sembari berdiri di samping motornya.

Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang