Benang Merah

32K 2.5K 208
                                    

Aku melihat sosok yang tadi terlihat di rumahnya. Pak Dika. Kini ia sudah menjadi bagian dari mereka. Dengan begitu, kematiannya ada campur tangan Siluman Anjing itu.

Aku melangkah mundur dan duduk di samping Aurora. "Kamu tau gak kenapa mereka terus ngejar kakak?"

"Sebelumnya mereka ingin meminta tolong, tapi sekarang niatnya berbeda, Kak. Mereka ingin kakak menjadi bagian dari mereka."

"Berarti sekarang kakak diincar?"

Aurora mengangguk, "Kakak harus lebih berhati-hati. Kemaren waktu sakit, aku sempet liat kakak diikat rantai."

"Sama siapa?"

"Anjing Hitam. Aku coba lepasin tapi gak bisa, Kak. Malahan aku yang dikejar sama Anjing Hitam itu."

Sudah beberapa kali ucapan Aurora benar dan menjadi kenyataan. Namun, ucapannya kali ini membuatku benar-benar takut. Jika benar aku akan diikat oleh Siluman Anjing itu, berarti ia berhasil menangkapku. Dengan kata lain aku berhasil dijadikan tumbal.

"Apa kamu tau cara agar kakak gak ditangkep?"

"Aku gak tau, Kak. Semua yang terjadi ke depan, tergantung keputusan kakak sendiri. Jangan sampai salah melangkah."

Aku menatap Aurora. Umurnya memang baru enam tahun, tapi cara bicaranya jauh lebih dewasa. Apakah ini karena dirinya seorang anak indigo?

"Makasih ya, Rora." Aku mencubit pipinya yang tembam dan bangkit.

"Kakak mau ke mana?" tanyanya.

"Mau ke bawah lagi. Kamu mau ikut?"

"Gak, Kak. Kata temennya papah, aku gak boleh ke luar kamar dulu."

"Apa itu ada hubungannya sama Anjing Hitam?" Aurora mengangguk. "Kamu turutin perintah temennya papah. Jangan ke luar kamar."

"Iya, Kak."

Aku pun turun ke bawah. Dalam hati ini tak menyangka kalau Siluman Anjing itu akan bertindak sejauh ini.

"Aurora bilang apa, Lang?" tanya Om Herman.

Aku duduk di sofa lalu menceritakan semuanya. Tak mau lagi menutupi masalah ini. Bagaimanapun sekarang aku, Kak Nasrul dan Om Herman memiliki resiko yang sama. Diincar oleh Siluman Anjing.

Om Herman mengambil ponsel di atas meja, lalu menelepon seseorang. "Kalian berdua gak buru-buru pulang, kan?" ucapnya, setelah telepon ditutup.

Aku melirik Kak Nasrul. "Gak buru-buru, Om," balas Kak Nasrul.

"Ya udah, paling satu jam lagi temen Om sampe. Kalian makan dulu aja."

__________

Satu jam sudah berlalu, tapi temannya Om Herman masih belum datang juga. Sementara itu, di luar hujan semakin deras.

"Mungkin dia lagi neduh, soalnya naek motor," ucap Om Herman.

Entah kenapa perasaanku tidak enak. Setelah yang terjadi pada Pak Nasir. Aku takut hal yang sama terjadi pada temannya Om Herman. Siluman Anjing itu sepertinya tidak suka jika ada yang menolongku untuk menyelamatkan ibu.

Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang