Angin berhembus kencang, menggerakan pepohonan di sekitar. Daun-daun kering yang berjatuhan berputar-putar di udara, membentuk pusaran. Sontak kami melangkah mundur, mendekati mobil.
Srek! Srek!
Terdengar suara langkah kaki dari dalam hutan yang gelap. Langkah yang menyerupai gerombolan hewan.
Habib Husein meminta kami berkumpul di satu titik, kemudian membentuk lingkaran. Berjaga-jaga bila ada serangan dari arah tertentu.
Habib Husein meminta kami menyalakan flashlight ponsel. Karena suasana begitu gelap, bulan masih bersembunyi di balik awan. Namun, penerangan ponsel saja tidak cukup. Jarak pandang kami terlalu pendek.
"Bib, kalau pake lampu mobil aja gimana?" usul salah satu santri.
"Boleh."
Ia berlari ke mobil, disusul Kak Hazim dan Om Herman.
Bruk!
Santri itu tiba-tiba terjatuh ke tanah. Om Herman dan Kak Hazim langsung menolongnya. Baru saja bangkit, ia sudah terjatuh kembali. Malahan kali ini lebih parah. Seperti ada yang menarik kakinya.
Ustad Azzam yang melihat kejadian itu tidak tinggal diam. Ia langsung menolong santri itu. Kemudian mereka pun berjalan mendekati mobil. Lampu mobil pun berhasil dinyalakan.
"Ana liat banyak Anjing Item," ucap Kyai Mustofa.
"Itu anak buah Siluman Anjing, Pak Kyai," sahutku.
"Banyak juga ya."
Terdengar bunyi lolongan anjing dari dalam hutan. Kami langsung fokus menghadapi serangan datang.
Srek! Srek!
Rumput di sekitar kami mulai bergerak tak beraturan. Tak berselang lama, ada yang menarik kaki salah satu santri. Beruntung orang yang di sampingnya segera menahan.
"Baca ayat kursi!" perintah Habib Husein.
Kami pun membaca ayat kursi dengan suara lantang. Gerakan rumput semakin cepat. Kaki beberapa orang mulai ditarik oleh makhluk tak kasat mata, termasuk Om Herman. Tariknya begitu kuat, membuat aku dan Kak Nasrul kewalahan.
"Lang!" Kini Kak Nasrul ikut ditarik. Aku mencoba menahannya, tapi malah ikut terseret. Habib Husein berdiri di depanku lalu menghentakan kaki. Seketika itu semuanya kembali normal.
"Ini harus ditarik pemimpinnya, Bib," ucap Kyai Mustofa.
"Susah dia masih sembunyi di dalam hutan," balas Habib Husein.
Di situasi seperti ini, masuk ke hutan adalah pilihan yang buruk. Sangat buruk. Jadi kami tidak akan melakukannya.
"Coba ancurin lagi mejanya, Bib," usulku. Soalnya Siluman Anjing itu pasti akan marah kalau meja persembahannya dihancurkan.
Habib Husein meminta kami bergerak mendekati meja. Kemudian menyuruh Kak Hazim untuk mengambil kunci ban yang tergeletak di tanah. "Coba pukul lagi, Zim," perintahnya.
Kak Hazim memukul dengan keras. Terlihat ada sedikit bagian meja yang pecah. Tak lama terdengar gonggongan yang cukup kencang.
"Dia kepancing," ucap Habib Husein. "Lagi, Zim!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Tujuh Hari Setelah Ibu Pergi [SUDAH TERBIT]
HorrorSetelah tujuh hari kematian ibu, suasana rumah berubah mencekam. Suara rintihan kerap kali terdengar dari kamarnya. Aku pun melihat, ibu sedang membenturkan kepalanya ke jalan. Ada apa dengan kematian ibu?