Dua minggu sudah semenjak Aldelio pulang, rutinitas pemuda itu hanya pergi mengantarkan ketiga adiknya sekolah, kebetulan ketiga anak itu sedang ujian akhir. Siangnya Aldelio membantu Azzilia menjaga toko kuenya. Kadang-kadang pemuda itu pergi ke kantor Delvin, dan pergi menjemput ketiga adiknya. Menunggu untuk beberapa bulan lagi untuk mulai kuliah, Aldelio mau santai-santai saja dulu, lagipula dirinya sudah keterima di salah satu universitas.
Malamnya Aldelio menemani ketiga adiknya belajar. Yah, keseharian Aldelio memang dipenuhi oleh ketiga bocah itu. Aldelio sama sekali tak bosan, ia justru menikmati waktunya sebelum sibuk kuliah nanti.
Sore ini juga, Aldelio mengajak ketiga anak itu main, membawa mereka keluar setelah seminggu ujian. Aldelio sudah janji akan traktir mereka. Namun ada sedikit hal yang membuat Aldelio geram. Semenjak pembicaraannya bersama Jihan di kamarnya waktu itu, gadis itu seperti menjaga jarak dengannya.
Aldelio sudah duduk manis memegang stir, ketiga adiknya keluar dari rumah si kembar, Nataya juga sudah siap dengan style pakaiannya yang ringan. Jihan tampak lucu, tertawa melihat Nataya dan Johan yang terus saling dorong, memperebutkan sesuatu.
"Gue di depan!"
"Ih, gue yang pertama nyentuh pintunya, awas lo!"
"Apa sih, gue pertama!"
"Anjing ya lo!"
"Heh, Johan! Jihan aduin Papa lho!" Jihan melotot pada Johan, tapi anak laki-laki itu malah berdecak.
"Awas, gue mau masuk," Nataya sedikit mendorong Johan, namun Johan menahannya, "eh! 'Kan gue yang di sini!"
"Astaga, gue yang di sini Jo!"
BLAM!
Ketiga anak laki-laki di sana terperajat, lalu saling melempar pandangan satu sama lain. Jihan sudah duduk manis dijok belakang, Aldelio sampai tak bisa berkata-kata.
"Lha, tumben nggak di depan, Ji?" tanya Nataya.
"'Kan kalian pengen di depan, gimana sih?"
"Biasanya 'kan kita berenti berebut kalo lo yang duduk di depan," ujar Johan sedikit tak percaya. Bukan karena apa-apa, Jihan selama ini posesif pada Aldelio, kakaknya itu dilarang dekat-dekat dengan yang lain.
"Jihan mau di sini aja, cepetan kalian masuk, Jihan gak sabar pengen makan!"
Namun Nataya dan Johan malah saling menatap, keduanya bingung, siapa yang harus duduk di depan bersama Aldelio?
"Nata duduk di sini aja sama Jihan ayo, biar nanti pulangnya gantian Johan," ucap Jihan menegahi.
"Kok gitu sih Ji?!" protes Johan tak terima.
"Kenap——"
"Kenapa lo lebih milih Nata, Ji? Gue 'kan kembaran lo!"
"Yaudah kalo gitu Nata yang duduk di depan, sini Johan cepet masuk," Jihan menepuk tempat di sampingnya, namun kini Nataya yang protes.
"Gue yang di belakang!"
"Lha, gimana sih Nat."
"Kalian ini kenapa sih? Kayak bocah banget, bukannya udah mau SMA ya kalian, masih aja gini. Lagian tempat duduk aja diributin," Aldelio memijit pelipisnya, sedikit pusing mendengar ocehan ketiga adiknya itu.
"Sini Jihan aja yang pindah depan, biarin tuh dua bocah yang di belakang, biasanya juga gitu," Aldelio menatap Jihan yang kini menatapnya sembari menggeleng.
"Kenapa, Ji? Sini di depan sama kakak."
"Johan fix di belakang sama Jihan," Johan menyamankan posisinya, Nataya yang tak terima ikut-ikutan naik ke belakang, "geseran dong! Gue juga di sini!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Bucin Persecond
Ngẫu nhiên"Jadi, semenjak pacaran Kak Lio udah sering di sun sama pacar Kakak? Berarti Jihan juga bisa dong!" "Jihan, jangan macem-macem." Jihan, Johan, dan Nataya adalah asuhan Aldelio sejak kecil. Terpaut umur tiga tahun dengan si kembar, dan empat tahun de...