4. Jihan Pacaran

71 7 1
                                    

Aldelio menuruni tangga santai, dengan balutan sweater dan kacamata, ia tampak keren pagi ini. Memasuki ruang makan, Aldelio hanya melihat Azzilia dan juga Aora yang sudah berseragam tengah menyiapkan meja makan.

"Hari ini mau ngapain? Rapi banget anak Mami ini," Azzilia mengecup pipi Aldelio pun sebaliknya, Aora yang berada di sana diam-diam iri melihat kehangatan antara ibu dan anak itu pagi-pagi.

"Biasa, Anak-anak masih harus ke sekolah katanya, hari ini Lio mau keliling aja sendirian, anak-anak juga gak bakal lama di sekolah," jelas Aldelio, pemuda tampan itu mengambil duduk segera setelah Delvin terlihat mendekat dengan setelan kerjanya pagi ini.

"Rapi banget, Lio," ucap Delvin, Aldelio hanya menganggukkan kepalanya.

"Ayo kita sarapan sekarang," ucap Delvin setelah duduk untuk bersiap untuk mengisi perut.

"Vin, mau sarapan apa?" Azzilia bertanya pada suaminya.

"Nasi, sayang," jawab Delvin lembut. "Tumben, biasanya roti mulu," sahut Aldelio.

"Bosen dong," jawab Delvin.

Azzilia mengulum senyumnya, "Lio mau apa?"

"Lio roti aja, Mami sayang," jawab Aldelio sembari mengikuti nada Daddynya.

"Ikut-ikutan," ejek Delvin tak kentara.

"Aora mau sama apa?" kini Azzilia beralih menatap anak gadis di sampingnya.

"Aora roti aja, tapi biar Aora aja yang siapin tante, tante gak perlu repot-repot," jawab Aora, tak enak bila dirinya harus merepotkan Azzilia walau dirinya tamu, tamu juga harus punya malu.

"Yasudah, makan yang banyak ya," pesan Azzilia, Aora mengangguk mengerti.

Sembari mengolesi coklat pada roti tawarnya, Aora hanya menyimak pembicaraan pagi ini. Cukup banyak topik yang dibahas, sedikit membuat hati kecil gadis itu merasa iri. Kapan kiranya terakhir ia makan bersama dengan Mama dan Papanya?

"Mami liat Jihan masih jaga jarak sama kamu, Lio," ucap Azzilia, Aldelio terlihat mengangguk kecil.

"Bisa banget dia ngehindar padahal tiap hari dianter jemput sama Lio," balas Aldelio kesal.

"Dia beneran sedih kayaknya pas denger kamu punya pacar, lagian kenapa sih kamu malah punya pacar? Kamu itu udah cocok sama Jihan, Lio."

Aldelio menghela napasnya, "Jihan emangnya gak terlalu bocah, Mi? Lagian kenapa sih kalian gak ngebolehin Lio punya pacar, kayak kalian gak pernah muda aja," balas Aldelio cuek.

"Beda tiga tahun bukan masalah besar," sahut Delvin, "tapi yasudah kalo memang kamu pilih jalan sendiri."

"Jihan siapa tante?" tanya Aora, Delvin dan Aldelio kompak menatap gadis itu. Sejujurnya Delvin dan juga Aldelio tak terlalu menyukai gadis bernama Aora itu, dia itu hanyalah orang asing bagi Delvin, apalagi Aldelio.

"Jihan itu anak temennya tante, udah dianggap adik sama Lio, udah dianggap anak juga sama tante dan Om," jawab Azzilia lembut. Semalam wanita itu sempat menelfon Kanya —adiknya, untuk menanyakan alasan sebenarnya kenapa Aora Kanya ungsikan ke rumahnya. Alasan Kanya cukup membuat hati Azzilia tersentil, ia akan memperlakukan Aora dengan baik dan tanpa dendam walaupun Aora lahir dari wanita yang jahat pada Azzilia di masa lalu.

"Mereka umur berapa?"

"Masuk SMA tahun ini," jawab Azzilia.

"Mi, cepet makan, jangan ngobrol terus," sahut Aldelio.

Pemuda itu bangkit setelah minum, hendak pergi karena hari semakin siang. Namun ucapan Azzilia menghentikan langkahnya. "Kamu gak bareng aja sama Aora? Kalian 'kan satu arah."

Bucin PersecondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang