2 - The day you say love

14.4K 785 3
                                    

--1 year ago--

"Aish, Ridhaaaannn...! Apa yang kau lakukan? Kau menyebalkan sekali!" Ridhaan menyeret tanganku keluar dari kelas dan membawa tasku.

"Tenanglah Ai, aku hanya tidak ingin memastikan kalau kau baik-baik saja."

"Berhenti memanggilku dengan sebutan itu! Namaku Kaira, bukan Ai Ai."

Ridhaan terus menyeretku hingga keluar gerbang sekolah. Nafasku masih terengah-engah karena lari terseok-seok mengikuti langkahnya. Kusandarkan tubuhku di tembok tinggi sekolah. Ini ada di bagian belakang sekolah. Entah apa yang dimaksudkan oleh Ridhaan memastikanku baik-baik saja. Aku tidak mengingat kalau aku mempunyai musuh di sekolah ini. Dia pasti sudah melakukan sesuatu yang buruk.

"Kemarikan tasku. Aku mau pulang. Pak Nim sudah menungguku." Aku mengambil tasku dari tangannya.

Dia menyerahkan tasku tapi menahan tanganku saat melangkahkan kakiku yang akan meninggalkannya di sana. "Sebentar lagi, Ai. Nanti mereka melihatmu."

"Siapa maksudmu? Aku tidak punya musuh di sekolah ini." Aku menatap garang padanya.

"Dengarkan aku kali ini saja. Kau bisa saja dikeroyok jika kau nekat. Lagipula, kalau seseorang tidak menyukaimu, apa dia harus menyampaikannya padamu?"

Aku semakin mengernyit bingung. Lalu kenapa dia tau ada yang berniat tidak baik denganku? Ah, ini sudah pasti akal-akalan dia saja. Dengan satu sentakan, tanganku lepas dari cekalannya. Berlari secepat mungkin meninggalkannya. Aku masih mendengar suaranya memanggilku.

Sampai di mobil, dimana pak Nim sedang asik membersihkan debu di kaca, tidak ada yang terjadi denganku. Benar kan, dia hanya membohongiku saja.

Pintu yang kutarik terhalang oleh tangan seseorang. Ternyata Ridhaan. "Kau mau apa lagi? Aku mau pulang. Kau lihat, tidak ada apa-apa denganku. Kau hanya membodohiku saja."

Ridhaan menggaruk tengkuknya yang aku yakini tidak gatal sama sekali. "Hm, sebenarnya aku mau ngomong sesuatu sama kamu, Ai. Tapi nggak disini."

Aku menatapnya jengah. Dia selalu punya seribu alasan. "Kenapa nggak boleh di sini?" tanyaku penasaran. Memangnya apa yang ingin dia katakan? Lagipula tidak ada siapa-siapa di sini. Eh, ada pak Nim ternyata.

"Pak, sebentar ya, teman saya mau ngomong berdua katanya," pamitku pada pak Nim yang masih ada di luar mobil. Aku menarik tangan Ridhaan masuk ke dalam mobil. "Kau mau ngomong apa?" tanyaku setelah kami duduk di jok tengah.

"Ai..."

Aku menatapnya, sepertinya dia ragu.

"Ai, mau nggak kamu jadi pacar aku?"

"Apa?" tanyaku tak percaya. Dengan suara lebih lantang, dia mengulang pertanyaannya sebelumnya.

"Tapi kau menyebalkan, aku nggak suka denganmu. Aku benci denganmu," tolakku langsung tanpa berpikir. Aku menyandarkan punggungku ke kursi dan melipat kedua tangan di dada. Sebenarnya jantungku bergemuruh luar biasa di dalam sana, tapi aku mencoba tenang.

"Aku juga mencintaimu, Ai."

"Aish, kau memang menyebalkan. Aku bilang aku benci kau, bukan cinta kau!" Detak jantungku semakin tidak normal saja, seperti sedang melakukan aksi penolakan akan apa yang aku katakan. Seingatku, jantungku masih sehat dan tidak ada masalah dengannya. Ada apa denganku?

"Baiklah, berarti mulai hari ini kita resmi berpacaran. Kau milikku dan aku milikmu." Tanpa aku sadari, dia mencuri cium di pipiku. Membuat tubuhku memanas dan menegang seketika. Dia sudah kabur dari mobilku sedangkan pak Nim dengan senyum tanpa alasan duduk di bangku kemudi.

Ah, kenapa dia semakin menyebalkan saja? Berbuat semaunya saja. Teman macam apa itu?


KaiRidhaan (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang