"Kau siapa? Kenapa ada di sini?"
"Aku hanya mengunjungi kakak cantikku. Sebentar lagi dia akan datang dengan dedek bayi, jadi aku harus ikut menyambutnya."
"Tapi kakak iparku nggak punya adek kayak kau!"
"Memangnya kau siapa?"
"Aku sepupu kak Jac. Kau siapa?"
"Aku adik kak Rehaan."
"Berarti kau tidak ada hubungan apa-apa dengan kak Bila."
"Tapi aku adeknya juga. Dia sayang sama aku."
"Bohong!"
"Tidak. Kau tanyakan saja kalau tidak percaya."
"Kaira, jangan seperti itu, sayang. Dia itu adik om Rehaan. Kenalan yang baik dong. Kalian kan bisa berteman."
"Maaf. Namaku Kaira."
"Aku Ridhaan."
***
Waktu sepuluh tahun berlalu tanpa terasa. Pertemuan awal kami di usia enam tahun itu sangat menggelikan. Sama-sama datang untuk meramaikan penyambutan baby Anggun di rumah kak Jac. Kini kami sudah duduk di bangku dua sma dan layaknya remaja lainnya, kami juga mengalami masa kasmaran alay sejak meresmikan hubungan berpacaran setahun yang lalu.
"Ai, udah lama nunggu?" Panggilan sayang itu selalu membuatku berdebar tak menentu. Kulihat pria yang kini menjadi kekasihku datang dengan nafas ngos-ngosan. Sepertinya dia berlari menuju ke sini, tribun lapangan basket.
Aku tersenyum kemudian menggeleng pelan. "Nggak kok, barusan." Aku menepuk kursi kosong di sebelah kiriku. Dia mengerti maksudnya dan duduk di sana. Aku mengambil kotak makan siang yang kuletakkan di bangku kanan. Menaruhnya di pangkuan, kemudian membukanya. "Ta da!"
"Ini beneran kamu yang masakin, Ai?"
Aku mengangguk. Sebelum kami menyantap makan siang, aku mengambilkan tissue dan membersihkan bulir keringat yang ada di dahinya. Di menyengir melihatku. Menyerahkan botol minum padanya dan diteguknya tiga kali. Sudah menjadi kebiasaannya seperti itu.
Menghabiskan isi bekal makan siang berdua. Aku membuka satu kotak lagi berwarna biru. Isinya adalah buah potong. Ini adalah perintah mama yang selalu memperhatikan gizi keluarga. Beruntung sekali aku punya mama sepertinya, dan aku juga ingin menjadi seperti mama suatu hari nanti.
"Ini pasti tante yang maksa nih," celutuknya melihat buah potong sembari mengambilnya satu per satu. Aku mengangguk. "Aku juga pengen nanti suatu saat kita akan seperti keluarga kamu."
"Maksudnya?" tanyaku bingung.
Dia tersenyum jahil. "Suaminya tampan, istrinya cantik."
Aku mencubit perutnya, membuatnya meringis kesakitan. "Memangnya kamu nggak mau nikah sama aku?" tanyanya.
Aku mencibir. "Sekolah saja belum selesai, udah ngomong nikah saja. Memangnya kamu udah berani melamar ke papa aku?"
"Demi kamu, Ai."
Aku tersenyum senang. Cowok satu ini memang selalu saja seperti itu. Mungkin itu yang membuatku selalu nyaman dengannya. Jahil, bawel, perhatian, ah, susah dijelaskan dengan kata-kata. Aku cinta sama dia.
***
selamat datang ^^
masih amatir, hanya ingin memuaskan diri saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
KaiRidhaan (COMPLETED)
Teen FictionAku mengenalnya sejak usiaku masih enam tahun. Entah bagaimana istri sepupuku itu bisa mengenalnya dan membuat kami bertemu tanpa sengaja. Setelah perpisahan selama sepuluh tahun, dia kembali dengan wajah tidak berdosanya. Di tempat dulu pertama ka...