Sudah hampir tiga bulan semenjak cerita Ridhaan menjadikanku pacarnya. Rangkaian sikap manisnya membuatku jadi ketergantungan padanya. Ah, mama. Menyedihkan sekali putri kecilmu ini. Liburan seperti ini tidak ada yang namanya sambutan di pagi hari saat pak Nim mengantarkan ke sekolah, tidak ada makan siang bersama di kantin atau di tribun lapangan basket, tidak mendengar dia menggoda hingga mengucapkan kata-kata manisnya. Banyak sekali tindakannya yang sangat kurindukan. Akankah masih sama saat nanti kembali sekolah lagi? Aku takut kalau saja dia menghapus semuanya selama libur semester ini.
Memang sih, dia masih mengirimkan pesan atau meneleponku. Tapi rasanya sangat berbeda dengan dia yang menyampaikannya langsung. Melihat wajahnya saat melakukan hal itu membuat hatiku merasa tenang. Ah, aku merindukannya! Rindu jahilnya, rindu cerewetnya, rindu perhatiannya, rindu DIRINYA! Bantu aku!
"Kai, apa yang kamu pikirkan, sayang?" Suara mama mengalihkan duniaku. Kembali terhempas ke dunia nyata kalau diriku kini ada di benua yang berbeda dengannya. Jarak yang sangat jauh. Mama mengajakku liburan ke Belanda, sekalian papa ada urusan ke sana. Jadilah kami sekeluarga berangkat. mumpung liburan, tidak ada salahnya kan? Eh, si kak Kalani sebenarnya bukan libur, tapi dia sengaja mengambil cuti di kantornya demi ikut liburan kali ini. Kesempatan yang sangat langka ini tidak mudah untuk dilepas begitu saja. Pasti akan menyesal.
Sedangkan dia? Dia akan berlibur dengan keluarga kakaknya ke Lombok. Tiga keponakan kecilnya cukup membuat repot dan kakaknya mengajaknya untuk ikut.
"Nggak ada apa-apa kok, ma. Kai menikmati di sini," balasku. Mama pasti memperhatikan rautku yang kadang datar kadang murung tanpa sebab ini.
"Kamu nggak bisa bohong sama mama, Kai. Ada apa? Kamu nggak lagi berantem kan sama pacar kamu?" tebak mama. Ah, sejak tadi aku mengecek ponselku, dan mama pasti kondisi ini. Aku memang tidak menutupi masalah pribadiku pada mama. Beliau adalah sosok tempat curhat yang paling aman dan menyenangkan. Tidak melarangku untuk berhubungan dengan laki-laki selama masih mengetahui batasannya. Banyak menasehati. Ah, I love you poll, mama.
"Cuma kangen aja, ma," balasku yang membuat satu alis mama dinaikkan, menunggu kelanjutan kalimatku. "Sama Ridhaan," balasku akhirnya menyerah. Mama takkan mudah dibohongi. Dia lebih banyak pengalaman dibanding aku.
Mama tersenyum dan merengkuhku dalam pelukannya. Mengelus punggungku seakan memberi kekuatan untuk melewati masa ini. Mencium rambutku berkali-kali. "Kangen itu wajar, tapi jangan terlalu berlarut-larut. Nikmati sajalah."
Aku mengangguk. Semoga saja liburan ini segera berakhir. Aku ingin melihatnya.
Sepertinya saran mama memang mujarab. Saat aku menikmati waktu di Belanda, tidak terasa liburan sudah berakhir. Hari ini aku akan kembali masuk ke sekolah. Tanpa dibangunkan oleh mama, aku sudah bangun. Aku terlalu semangat hari ini. Ya, hanya demi bertemu dengan Ridhaan-ku itu. Aku sungguh merindukannya.
Jam masuk kelas masih empat puluh menit lagi, tapi aku sudah ada di sekolah. Bahkan sepertinya aku menjadi murid pertama yang tiba di sekolah ini. Siapa juga yang mau sampai sepagi ini? Apalagi suasana liburan, biasanya banyak siswa yang mengambil libur sendiri untuk memperpanjang liburannya. Tapi tidak denganku.
Aku duduk dengan lemah di depan gerbang sekolah, ditemani pak Nim tentu saja. Mana berani aku sepagi ini di sekolah sendirian. Kalau aku diculik bagaimana? Bisa ribet urusannya. Bisa-bisa papa menghancurkan dunia ini demi mencariku.
Menunggu kali ini rasanya sangat lama. Padahal aku sudah mengirimkan pesan untuk Ridhaan kalau aku sudah tiba di sekolah dan ingin bertemu dengannya segera. Sepertinya dia sedang mengerjaiku lagi dengan membalas pesanku kalau dia juga akan sampai, tapi nyatanya? Baunya saja masih belum tercium dari sini. Ah, dia memang menyebalkan! Kalau saja benar seperti itu, maka aku tidak akan mau lagi berteman dengannya. Tidak akan mau walau sekedar bicara dengannya.
Eh, yang kutunggu akhirnya datang juga. Syukurlah. Akan berat kalau aku harus mengabaikannya sementara hatiku menginginkannya selalu bersamaku. Sumpah itu tadi ungkapan kekesalan saja karena menunggu.
Saat melihat wajah tampannya yang tanpa dosa itu, aku langsung saja berhambur ke dalam pelukannya. Mengalungkan kedua lenganku di lehernya hingga aku harus berjinjit. Tidak peduli ada yang melihatnya, aku hanya ingin memeluknya. Dia membalas pelukanku. "Ada apa denganmu, Ai? Kangen, hem?"
Aku mengangguk dalam pelukannya. "I think I love you," bisikku.
"I know, I love you too."
KAMU SEDANG MEMBACA
KaiRidhaan (COMPLETED)
Teen FictionAku mengenalnya sejak usiaku masih enam tahun. Entah bagaimana istri sepupuku itu bisa mengenalnya dan membuat kami bertemu tanpa sengaja. Setelah perpisahan selama sepuluh tahun, dia kembali dengan wajah tidak berdosanya. Di tempat dulu pertama ka...