BAGIAN 4

184 14 2
                                    

Pandan Wangi yang merasakan angin pukulan yang mengarah ke dirinya, buru-buru melompat bergulingan di atas tanah. Pukulan yang luput dari sasaran itu menghantam tanah kosong dan meninggalkan hawa panas menyengat, sehingga tanah itu menghitam.
Pandan Wangi agak terkejut melihatnya. Kali ini musuhnya mempunyai ilmu yang tinggi.
"Hahaha... Bagaimana, manis? Sayang sekali kalau kulitmu yang halus itu sampai terbakar." kata Genta Pati melihat Pandan Wangi terkejut melihat bekas pukulannya.
"Tutup mulutmu! Haiitt...!" Pandan Wangi kembali melancarkan serangan-serangan mematikan ke arah Genta Pati.
Pertarungan pun menjadi semakin seru karena keduanya terlihat berimbang. Genta Pati menggunakan ilmu andalannya yaitu Pukulan Api Neraka. Ilmu yang mematikan yang mengandung hawa panas menyengat. Setiap kibasan tangan Genta Pati selalu diiringi hawa panas yang bisa membuat musuhnya sesak nafas.
Namun Pandan Wangi juga menguasai ilmu Naga Sewu yang juga mengeluarkan hawa panas. Tak ayal pertarungan kedua ilmu hawa panas itu menimbulkan suasana pengap di sekitarnya. Anak buah Genta Pati bahkan ada beberapa yang menjauh karena merasa tak kuat dengan hawa panasnya.
"Hmm... Alot juga gadis ini," gumam Genta Pati dalam hati memuji kepandaian Pandan Wangi.
Sementara Pandan Wangi juga merasakan perlawanan Genta Pati sulit dikalahkan.
"Rupanya orang ini bukan sembarangan..." pikir Pandan Wangi dalam hati.
Pertarungan ilmu tingkat tinggi itu semakin lama semakin menegangkan. Keduanya sama-sama ingin bernafsu ingin segera menghabisi lawannya. Genta Pati mulai meningkatkan serangan dengan menggunakan ilmu Mata Iblis.
Genta Pati melompat ke belakang sambil bersalto di udara untuk mengambil ancang-ancang. Kemudian mendarat di tanah dengan halus. Kedua tangannya terlipat di dada sambil matanya terpejam. Nafasnya diatur secara pelan-pelan. Kedua kakinya merapat.
Melihat gelagat itu, Rangga yang sejak tadi memperhatikan pertarungan segera memperingatkan Pandan Wangi.
"Pandan, hati-hati! Dia nampaknya hendak mengeluarkan ilmu yang lebih hebat lagi!" teriak Rangga.
Pandan Wangi tak memperdulikan teriakan Rangga. Ilmu Naga Sewu itu rupanya sudah merasuk dalam ke jiwanya, sehingga nafsu membunuhnya semakin tak terkendali dan tak akan berhenti sampai lawannya binasa.
"Hyaattt...!"
Pandan Wangi menerjang dengan tenaga penuh ke arah Genta Pati yang tengah berdiri mematung sambil matanya terpejam.
Namun sebelum serangan itu sampai, mendadak Genta Pati membuka matanya. Luar biasanya, kedua mata Genta Pati mengeluarkan cahaya putih menyilaukan mata. Pandan Wangi yang beradu tatapan dengan mata Genta Pati mendadak terkejut. Cahaya menyilaukan itu membuat pandangan Pandan Wangi sesaat menjadi kabur. Tak hanya itu, kepalanya juga mandadak pusing.
Dengan sekuat tenaga, Pandan Wangi menarik serangan yang tengah menuju Genta Pati. Matanya jadi berkunang-kunang, nafasnya naik turun.
"Hahaha.... Sudah saatnya kau mampus," Genta Pati tertawa melihat Pandan Wangi oleng karena terkena tatapan cahaya Mata Iblis.
"Pandan, kerahkan hawa murni... cepat!" teriak Rangga yang melihat Pandan Wangi terhuyung-huyung ke belakang.
Dengan mengerahkan segenap tenaga yang dimiliki, Pandan Wangi mulai mengalirkan hawa murni ke seluruh tubuhnya. Pandangan yang tadi berkunang-kunang mulai menghilang. Nafasnya mulai diatur perlahan.
Dilihatnya Genta Pati masih berdiri tegak sambil sesekali mengeluarkan tawa.
"Hahaha... Aku sudah tidak berminat lagi, lebih baik kau segera ku kirim ke neraka. Hiaaatt...!"
Sekarang gantian Genta Pati yang melancarkan serangan mematikan ke arah Pandan Wangi.
"Hupp.."
Pandan Wangi masih sanggup menghindari serangan cepat Genta Pati, namun tidak seperti di awal pertarungan tadi. Tenaganya sudah terkuras karena mengalirkan hawa murni untuk mengusir pengaruh ilmu Mata Iblis yang dilancarkan Genta Pati.
Kali ini Pandan Wangi mulai terdesak. Dia lebih banyak menangkis dan menghindar dari pukulan-pukulan Genta Pati. Terlihat pertahanan Pandan Wangi mulai kedodoran digempur serangan Genta Pati yang bertubi-tubi.
Satu kesempatan, Genta Pati melompat mundur mengambil jarak sekitar dua tombak. Kuda-kudanya dipersiapkan dengan mantap, tangannya dikepalkan dari belakang. Kemudian mengambil nafas dalam-dalam. Rupanya dia tengah mempersiapkan ajian pamungkas.
Pandan Wangi yang melihat gelagat tak beres itu pun tak mau kalah. Dikumpulkan semua tenaga yang tersisa untuk mengerahkan ajian dari rangkaian ilmu Naga Sewu.
"Hiyaaa...!!!"
Dengan teriakan yang lantang, Genta Pati melesat secpat kilat sambil menyodorkan telapak tangan kanannya yang berisi kekuatan penuh ilmu Iblis Api ke arah Pandan Wangi.
Pandan Wangi pun menyambutnya dengan menyorongkan telapak tangannya memapak serangan Genta Pati.
"Hiaatt...!!"
Blaarr!
Terdengar ledakan keras ketika kedua tangan itu beradu. Sesaat kemudian kedua tangan itu saling menempel erat. Saling dorong aliran tenaga dalam pun terjadi.
"Uh..."
Pandan Wangi melenguh saat merasakan dorongan tenaga Genta Pati menjalar kuat. Tangannya terasa panas menyengat. Aliran tenaga itu semakin merasuk mendesak tenaga dalam Pandan Wangi.
Genta Pati makin meningkatkan pengerahan tenaga dalamnya yang dahsyat itu. Sementara itu Pandan Wangi berusaha melepaskan tangannya, namun tak bisa bergerak sedikitpun karena kedua tangan itu erat saling menempel.
Genta Pati makin di atas angin, sejurus kemudian dikerahkannya segenap tenaga dalam sambil berteriak keras.
"Hyaaaa...!!"
Pandan Wangi sudah merasakan aliran itu membakar jantungnya. Dia pun sudah pasrah menghadapi apa yang terjadi selanjutnya. Matanya pun dipejamkan untuk menerima takdirnya kali ini.
Tiba-tiba di saat-saat yang genting itu, Pandan Wangi merasakan ada sesuatu yang menyentuh punggungnya. Sentuhan itu mengalirkan hawa sejuk yang sekaligus mendorong desakan aliran tenaga dalam Genta Pati keluar dari tubuh Pandan Wangi.
Kedua mata Pandan Wangi sontak terbuka ketika merasakan kekuatan yang mengalir dalam tubuhnya itu menjadikan tenaganya kembali seperti semua, bahkan berlipat ganda.
"Heh..??"
Genta Pati tersentak ketika aliran tenaga dalam itu tiba-tiba berbalik menyerang ke tubuhnya. Matanya melotot seakan tak percaya apa yang sedang terjadi. Sekarang giliran Genta Pati yang kelabakan berontak hendak melepaskan tangannya.
Pandan Wangi tak menyia-nyiakan situasi ini. Dihentakkannya segenap tenaga dalamnya ke arah Genta Pati. Seketika terdengar ledakan memekakkan telinga.
Duaarr!
Yang terjadi kemudian adalah Genta Pati terpental ke belakang dan jatuh ke tanah dengan tubuh yang menghitam serta dipenuhi kepulan asap. Dia berkelojotan sebentar, kemudian diam tak bergerak. Rupanya ilmu Iblis Api itu berbalik menyerang tuannya sendiri. Melihat Genta Pati tewas, anak buahnya tak ayal berlarian tunggang langgang menyelamatkan diri.
Pandan Wangi buru-buru membalikkan tubuhnya untuk melihat siapa yang menyentuh punggungnya dan memberinya kekuatan tambahan. Tampak di depannya sesosok laki-laki berpakaian serba putih berdiri tegap. Sesaat keduanya saling pandang.
"Pandan...!" terdengar suara panggilan Rangga datang menghampiri.
Pandangannya pun beralih ke arah Rangga yang berlari kecil mendekatinya.
Namun ketika Pandan Wangi kembali menatap orang yang berpakaian serba putih itu, tiba-tiba sosok itu lenyap dari pandangannya. Pandan Wangi celingukan mencari ke mana perginya pendekar yang telah menyelamatkannya itu.
"Pandan, syukurlah kau bisa mengalahkan orang itu. Kekuatanmu tadi sangat luar biasa!" puji Rangga saat sudah berada di samping Pandan Wangi.
Pandan Wangi tidak menjawab, tapi masih saja menoleh ke kanan dan kiri seakan mencari sesuatu.
"Ada apa, Pandan? Apa yang kau cari?" tanya Rangga heran.
"Kakang, kemana perginya pendekar tadi?" Pandan Wangi balik bertanya.
"Pendekar apa, Pandan?" Rangga jadi kebingungan.
"Apa Kakang tidak lihat? Tadi ada pendekar yang menolongku saat bertarung dengan Genta Pati!" terang Pandan Wangi.
"Apa? Aku tidak melihat siapa pun selain kalian berdua bertarung tadi..." tambah Rangga masih kebingungan.
"Tapi... dia muncul tiba-tiba di belakangku saat beradu tangan dengan Genta Pati! Dia juga yang mengalirkan kekuatan yang membuat Genta Pati tewas!" seloroh Pandan Wangi.
Rangga hanya bisa melongo saja karena memang dia tidak mengerti apa yang dibicarakan Pandan Wangi.
Lalu terdengar suara sorak sorai dari sekeliling. Satu per satu bermunculan para penduduk desa menghampiri Rangga dan Pandan Wangi. Rupanya para penduduk itu sejak tadi melihat pertarungan antara Pandan Wangi dan Genta Pati secara sembunyi-sembunyi.
"Terima kasih, Nini pendekar. Berkat Nini, desa ini sekarang terbebas dari para penjahat..." kata salah seorang penduduk desa di sela-sela teriakan sorak sorai.
Pandan Wangi hanya tersenyum melihat wajah-wajah bahagia para penduduk desa.
"Besok kita rayakan kemenangan ini!" teriak salah satu penduduk dari arah belakang.
Teriakan itu makin menambah keras suara sorak sorai dari penduduk desa itu.
"Horeee...! Horeee...!"

***

"Cepat ambil semuanya...!"
Terdengar suara teriakan memberi perintah. Terlihat puluhan orang laki-laki langsung mendobrak pintu sebuah rumah dan masuk ke dalam. Suasana menjadi ramai ketika orang-orang itu mengangkut semua bahan makanan yang ada di dalam rumah itu. Ada berkarung-karung padi, jagung dan ketela.
Rupanya rumah itu adalah bekas milik gerombolan pimpinan Genta Pati yang ditinggal begitu saja. Rumah itu digunakan untuk menimbun bahan makanan yang diambil paksa dari para penduduk desa. Tidak hanya bahan makanan saja, di tempat itu juga tersimpan harta para penduduk yang dijarah gerombolan Genta Pati.
Hiruk pikuk para penduduk yang menggotong karung-karung keluar masuk rumah itu perlahan mulai berkurang karena hampir semuanya sudah diangkut keluar.
"Bagaimana, Pulung?" tanya salah seorang penduduk.
"Sudah semua, Ki. Semua ruangan sudah kosong." jawab seorang yang dipanggil Pulung.
"Bagus, sekarang bakar rumah itu..."
"Baik, Ki..."
Beberapa orang langsung menyulut api di tiap-tiap sudut bangunan. Tak butuh waktu lama, rumah itu pun langsung penuh dengan kobaran api.
Sementara itu di lain tempat, penginapan Nyi Karsini dipenuhi warga desa yang sedang merayakan kemenangan karena terbebas dari kekuasaan Genta Pati. Di ruangan itu sudah tersaji mermacam-macam makanan dan minuman enak. Mereka memuji-muji kehebatan Pandan Wangi yang mampu mengalahkan Genta Pati.
"Sebenarnya tidak perlu seperti ini, Ki Rangkas. Saya jadi tidak enak hati." kata Pandan Wangi pada orang tua yang bernama Ki Rangkas yang dipandang sebagai tetua adat desa.
"Sudah sepantasnya, kami semua sangat berterima kasih karena kedatangan kalian para pendekar yang sudah membebaskan kami semua dari belenggu kekuasaan perampok itu," ujar Ki Rangkas.
"Ah, Ki Rangkas terlalu berlebihan. Kami hanya pengelana yang kebetulan saja lewat di sini." jawab Rangga.
"Tapi semua penduduk desa ini sudah melihat sendiri bukti kehebatan kalian," sergah Ki Rangkas.
"Itu hanya kebetulan saja, Ki. Kami cuma orang biasa."
"Hahaha... Pasti kalian akan bilang jika pedang yang kalian bawa itu cuma untuk membunuh nyamuk bukan? Pendekar besar tidak akan pernah menyombongkan kebesarannya, kalian memang pendekar yang rendah hati." ujar Ki Rangkas terus memuji.
Rangga dan Pandan Wangi cuma bisa tersenyum saja. Sementara warga yang lain juga riuh membenarkan kata-kata Ki Rangkas.
"Oh ya, kalau boleh tahu, kalian berasal dari mana?" tanya Ki Rangkas.
"Kami dari Karang Setra," jawab Pandan Wangi.
"Hmm... Karang Setra..." gumam Ki Rangkas sambil mengelus-elus jenggotnya seraya mengingat-ingat nama itu. "Sepertinya aku pernah mendengar nama Kerajaan Karang Setra. Di sana konon katanya memang tempatnya para pendekar tangguh..."
Rangga dan Pandan Wangi pun saling berpandangan dan tersenyum.
"Benarkah itu, Ki..." tanya Rangga sedikit mengulum senyum.
"Ya, tentu saja. Dan hari ini kabar itu benar-benar terbukti. Pandekar dari Karang Setra memang tangguh." ucap Ki Rangkas sambil mengepalkan kedua tangannya. Disusul kemudia suara tawa riang dari penduduk desa.
Ki Rangkas menuangkan minuman dari guci gerabah ke dalam cangkir tanah liat yang ada di depan Rangga dan Pandan Wangi, setelah itu menuangkan ke gelas miliknya sendiri.
"Mari, silahkan minum..." kata Ki Rangkas mengajak Rangga dan Pandan Wangi untuk bersulang.
Suasana pun semakin hangat yang berlanjut dengan obrolan ringan di antara mereka. Suara tawa sesekali terdengar di antara mereka.
"Kalau boleh, kami mau meminta bantuan kalian sekali lagi..." ujar Ki Rangkas pelan.
"Bantuan apa, Ki?" selidik Rangga.
"Ajarilah pemuda-pemuda di sini ilmu kanuragan. Kami tidak ingin peristiwa itu terulang lagi." pinta Ki Rangkas dengan penuh harap.
Rangga dan Pandan Wangi saling pandang. Sesaat mereka terdiam.
"Tentu kami bersedia membantu, Ki. Namun saat ini kami sedang ada keperluan dan harus melanjutkan perjalanan." kata Rangga setelah berfikir sejenak.
"Iya, Ki. Saat ini kami sedang ada keperluan penting yang harus segera kami kerjakan. Kami harus berangkat sebelum matahari sampai di ubun-ubun." tambah Pandan Wangi.
"Kenapa terburu-buru? Tinggallah di sini barang sebentar..." pinta Ki Rangkas lagi.
"Terima kasih, Ki. Kami memang harus segera berangkat. Dan mengenai permintaan Ki Rangkas, kami berjanji setelah urusan kami selesai, kami akan mengajari penduduk desa ini ilmu kanuragan." tegas Rangga lagi.
Tampak raut muka kecewa terbersit dari wajah Ki Rangkas. Namun hanya sebentar karena kembali tersenyum.
"Baiklah kalau begitu. Aku juga tidak mungkin memaksakan kehendakku. Yang jelas desa ini membutuhkan bantuan kalian."
Kehangatan suasana pun berlanjut dengan percakapan ringan disertai suguhan makanan dan minuman yang seakan tiada habisnya. Sampai tiba saatnya Rangga dan Pandan Wangi berpamitan untuk melanjutkan perjalanan. Para penduduk desa pun mengantarkan kepergian dua pendekar itu serta memberikan berbagai bekal makanan untuk perjalanan mereka. Rangga jadi terharu atas kebaikan para penduduk itu.

***

215. Pendekar Rajawali Sakti : Naga WisesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang