BAGIAN 6

191 17 2
                                    

Eyang Wibisana kembali melanjutkan ceritanya...
"Pandan, di saat sifat cerobohmu dan gegabahmu terus-menerus kau lakukan, datanglah seseorang pemuda yang mengisi kehidupanmu. Mungkin memang sudah suratan takdir Yang Maha Kuasa. Tuhan mengirimkan seorang pemuda yang berbudi luhur dan mampu meredam sifat-sifat gegabahmu itu. Ya, dia lah orang yang saat ini ada di sampingmu, Pandan. Seorang pendekar tangguh sekaligus raja dari kerajaan Karang Setra..."
Pandan Wangi menatap wajah Rangga yang sedari tadi mendekap dirinya sambil berlinangan air mata.
"Kakang... maafkan aku, aku sering membuatmu dalam masalah karena kecerobohanku..." kata Pandan Wangi dengan suara yang agak terputus karena menahan tangis.
"Sudahlah, Pandan..." timpal Rangga.
"... dan aku juga ternyata anak seorang perampok..." lanjut Pandan Wangi.
"Jangan begitu, Pandan. Yang terpenting adalah dirimu sekarang ini." kata Rangga menenangkan.
"Apakah Kakang masih mencintaiku setelah tahu siapa orang tuaku...?" tanya Pandan Wangi lagi.
"Sampai kapanpun aku tetap mencintaimu, Pandan. Semuanya telah berlalu. Aku yakin orang tuamu di alam sana tidak ingin kau mengikuti jejak mereka." sergah Rangga.
Eyang Wibisana tersenyum.
"Apa yang dikatakan Rangga itu benar, Pandan. Orang tuamu sudah menebus perbuatannya dulu. Yang sudah terjadi biarlah terjadi. Jangan terjebak masa lalu. Yang paling penting adalah bagaimana kita menjalani hidup ini." tegas Eyang Wibisana.
Pandan Wangi pun terus menumpahkan tangisnya di pelukan Rangga. Eyang Wibisana membiarkan Pandan Wangi menangis untuk melepaskan segala beban didadanya.
Setelah beberapa lama, tangis Pandan Wangi mulai mereda. Dia sudah mulai bisa menguasai dirinya.
"Pandan, Pedang Naga Geni yang kau miliki itu bersifat ganas. Hanya dengan menguasai ilmu Naga Sewu maka keganasan Pedang Naga Geni bisa dikendalikan. Berkat bantuan Rangga juga kau bisa menguasai ilmu Naga Sewu. Tapi sebenarnya, Naga Sewu mempunyai pasangan..." jelas Eyang Wibisana.
"Pasangan...? Naga Sewu mempunyai pasangan? Apa itu, Eyang...?" tanya Pandan Wangi terkejut.
"Naga Wisesa..." jawab Eyang Wibisana.
"Naga Wisesa??"
"Ya, ibarat sepasang kekasih, Naga Sewu dan Naga Wisesa adalah sepasang ilmu dari rangkaian Jurus Naga Geni. Ditambah Pedang Naga Geni, maka akan menjelma menjadi kekuatan yang sangat dahsyat."
Pandan Wangi melongo mendengar penjelasan Eyang Wibisana. Jadi terjawab sudah tentang siapa dan apa sebenarnya Naga Wisesa yang tertulis di surat yang dikirimkan Eyang Wibisana. Pandan Wangi pun baru mengetahui kalua ternyata jurus Naga Sewu ada pasangannya.
"Pandan, aku akan turunkan ilmu Naga Wisesa kepadamu sebagai pelengkap rangkaian jurus Naga Geni. Agar ilmumu menjadi sempurna..."
"Oh, terima kasih, Eyang. Aku akan melaksanakan amanat Eyang dengan sebaik-baiknya..." Pandan Wangi terlihat sumringah.
"Sebagai permulaan, kau harus mensucikan dirimu dengan berendam di telaga Mata Batin yang ada di belakang puri ini selama tujuh hari tujuh malam."
"Baiklah, Eyang. Akan aku lakukan..." tegas Pandan Wangi mantab.
"Hehehe... kau terlalu bersemangat, Pandan. Nanti malam baru kau melakukannya. Sekarang kalian pasti lelah dan lapar karena perjalanan jauh. Aku sudah persiapkan sedikit hidangan untuk kalian, mari..." Eyang Wibisana terkekeh melihat semangat yang ditunjukkan Pandan Wangi.
"Eh... oh, iya ya... Pandan, sebenarnya aku juga sudah lapar, hehehe..." seloroh Rangga sambil menjawil lengan Pandan Wangi.
"Ehm... iya, Kakang..." Pandan Wangi pun tersipu malu.
Mereka pun berjalan menuju sebuah ruangan dimana di situ sudah tersedia berbagai makanan dan minuman.

***

Telaga Mata Batin mempunyai air yang jernih, dikelilingi pepohonan dan tanaman yang membuat telaga itu indah dipandang.
"Nah, kau harus berendam di telaga ini, Pandan. Kau harus lepaskan semua hal-hal keduniaan yang mengganggu pikiranmu. Telaga Mata Batin akan melihat jauh ke dalam batinmu yang paling dalam. Kau harus bisa menahan godaan yang nanti akan kau temui. Hadapi semuanya dengan ketenangan jiwa serta keteguhan hati, karena itulah kuncinya..." jelas Eyang Wibisana kepada Pandan Wangi.
"Baik, Eyang..."
Pandan Wangi sejenak memandang permukaan air telaga Mata Batin yang bening bagai kristal. Sejenak hatinya gundah.
"Hmm... aku bisa merasakan keraguan dalam hatimu, Pandan..."
Kemudian Eyang Wibisana menepuk pundak Rangga sambil memberi isyarat. Rangga pun mengangguk.
Kemudian Rangga menghampiri Pandan Wangi yang masih berdiri di tepi telaga Mata Batin.
"Pandan, jangan kau pikirkan aku. Keraguan dalam hatimu hanya akan jadi penghalang tujuanmu saat ini. Lupakan semua hal-hal duniawi yang kau pikirkan. Mantabkan hati pada tujuanmu..." kata Rangga memberi semangat pada Pandan Wangi.
"Kakang... apakah aku harus melupakanmu?" tanya Pandan Wangi agak lirih.
"Ya. Tujuanmu saat ini lebih penting daripada aku." tegas Rangga.
Pandan Wangi terdiam agak lama. Namun perlahan-lahan kakinya melangkah menuju ke tengah telaga Mata Batin.
Sesampainya di tengah telaga, Pandan Wangi duduk bersila. Air telaga itu tidak terlalu dalam, dan hanya sampai sebatas dada Pandan Wangi saja.
Pandan Wangi mulai bersemadi dengan memejamkan matanya. Dinginnya air telaga tak membuat semangatnya patah. Dia mulai melepaskan segala pikiran duniawi yang melekat di jiwanya. Beberapa saat kemudian Pandan Wangi telah terhanyut dalam semadinya.

215. Pendekar Rajawali Sakti : Naga WisesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang