BAGIAN 8

254 18 20
                                    

Suasana Istana Karang Setra penuh dengan keceriaan. Hiasan janur berjejeran di sepanjang jalan gerbang menuju ke pendopo. Umbul-umbul juga terlihat tertata rapi. Berbagai jenis makanan lezat tersaji dengan jumlah yang melimpah. Para Panglima sampai pembantu berpakaian rapi. Hari itu adalah hari bersejarah karena raja mereka akan melangsungkan pernikahan.
"Dengan petunjuk Yang Maha Agung, maka dengan ini aku resmikan sang ananda Rangga Pati Permadi dan adinda Pandan Wangi menjadi suami istri. Dan sekarang kalian menjadi raja dan permaisuri Kerajaan Karang Setra..."
Sang tetua adat kerajaan sudah mengucapkan sabda pernikahan.
Kemudian setelah melewati beberapa acara adat pernikahan, keduanya pun diarak dengan kereta kencana berkeliling kotaraja Karang Setra. Semua rakyat bersorak-sorai melihat raja dan permaisuri mereka.
"Kakang Prabu, lihatlah... Rakyatmu begitu cintanya kepadamu..." kata Pandan Wangi pada Rangga yang duduk di sampingnya.
"Apalagi bersama sang permaisuri..." balas Rangga dengan senyum.
Pesta perayaan pernikahan Rangga dan Pandan Wangi pun dilaksanakan tujuh hari tujuh malam tanpa henti. Segala macam tontonan dan pertunjukan tersaji dengan penuh keceriaan. Pendopo istana selalu sesak dipenuhi warga yang ingin ikut merayakan pesta. Selama hari itu memang gerbang istana terbuka dan rakyat bebas masuk ke dalamnya.
Rangga dan Pandan Wangi duduk di singgasana yang sengaja diletakkan di pendopo agar mereka bisa melihat keceriaan rakyat Karang Setra. Suara tabuhan gamelan seakan tanpa henti mengalun di seluruh penjuru instana.
"Pandan, ada yang ingin aku bicarakan padamu," bisik Rangga.
"Ada apa, Kakang?"
"Ehm... sebaiknya kita cari tempat lain saja." kata Rangga singkat.
Kemudian keduanya bangkit dari singgasana, lalu berjalan ke belakang menuju taman istana yang letaknya di dalam dan lumayan sepi.
Selanjutnya mereka duduk di tepi kolam kencana dan terlibat pembicaraan yang lumayan lama.

***

Saat ini sudah sekitar satu purnama berlalu sejak pernikahan Rangga dan Pandan Wangi. Kehidupan rakyat Karang Setra sudah berjalan seperti biasa.
Tok... Tok...!
Terdengar suara ketukan pintu.
"Masuk..."
Tak lama masuklah sesosok pria tegap ke dalam ruangan.
"Ada apa gerangan Kakang Prabu memanggil hamba?"
"Duduklah, Danupaksi... Oh ya, mana Cempaka?"
Ternyata dia adalah Danupaksi, adik tiri Rangga.
"Cempaka sudah tidur, Kakang Prabu. Aku tidak berani membangunkannya."
"Danupaksi..." Rangga memulai pembicaraan. "... Bagaimana situasi Karang Setra ketika aku tinggalkan selama ini?"
"Oh, Karang Setra masih tetap aman, Kakang Prabu. Tidak ada pemberontakan ataupun keributan yang serius, semua bisa ditangani dengan baik. Semua permasalahan rakyat Karang Setra kita selesaikan dengan jalan damai, tidak ada kekerasan." jawab Danupaksi.
"Hmm... bagus. Artinya Karang Setra makmur selama ditangani olehmu, Danupaksi."
"Oh, itu semua berkat petunjuk Kakang Prabu, aku hanya manjalankan saja." kilah Danupaksi.
"Hmm... kau sudah memikul beban negeri ini, sudah saatnya kau menjadi pemimpin, Danupaksi."
"Apa maksud Kakang Prabu?" tanya Danupaksi heran.
"Aku akan serahkan tahta kerajaan ini kepadamu..." jelas Rangga.
"Apa...?" Danupaksi terkejut sampai berdiri dari duduknya.
"Ya, kau akan jadi Raja Karang Setra menggantikan aku, Danupaksi."
"Kakang Prabu jangan bercanda, Kakang-lah yang paling berhak atas negeri ini. Aku hanya putra dari seorang selir..." elak Danupaksi sengit.
"Aku tahu. Tapi aku tak mau melihat dari mana asal-usulmu. Aku melihat kerendahan dan keikhlasan hatimu dalam menjaga negeri ini, Danupaksi. Kaulah yang pantas menggantikan aku. Aku sudah pikirkan hal ini dengan matang."
"Lalu... bagaimana dengan Kakang Prabu sendiri?" tanya Danupaksi.
"Aku bersama Pandan Wangi akan berkelana. Masih banyak ketidakadilan yang terjadi di muka bumi, aku tidak bisa duduk di singgasana sementara keangkaramurkaan masih merajalela..."
"Tapi, Kakang Prabu..."
"Danupaksi, aku anggap ini perintah dariku. Saat ini akulah raja, dan aku memerintahkan kau untuk menjadi penggantiku. Aku harap kau punya jiwa ksatria, Danupaksi." tegas Rangga.
Danupaksi jadi terdiam. Dia tak bisa lagi membantah perintah Rangga.
"Bersiaplah, tiga hari lagi kita adakan upacara penobatan raja Karang Setra yang baru." lanjut Rangga.
Sejurus kemudian keduanya terdiam cukup lama.

***

Tibalah hari penobatan Danupaksi menjadi raja. Rakyat Karang Setra berkumpul mulai dari halaman pendopo sampai meluber keluar gerbang istana. Semua ingin menyaksikan penobatan raja yang baru.
Di dalam pendopo sendiri sudah berkumpul semua panglima dan pembesar kerajaan. Semuanya hadir tanpa kecuali. Rangga sendiri sudah duduk di singgasana memakai pakaian kebesaran seorang raja. Sedangkan Pandan Wangi memakai pakaian biasa dan memilih berdiri di antara para pembesar kerajaan.
"Dengarkanlah wahai para panglima dan para pembesar kerajaan, juga semua rakyat Karang Setra..." suara Rangga menggema penuh wibawa.
"... Hari ini aku menyatakan turun dari tahta kerajaan Karang Setra. Dan sebagai gantinya aku mengangkat Danupaksi sebagai Raja Karang Setra yang baru..."
Setelah itu Rangga melepaskan pakaian kebesarannya beserta mahkota raja, kemudian dikenakan kepada Danupaksi yang sudah bersiap sejak tadi.
Setelah terpakai lengkap, Rangga mempersilahkan Danupaksi untuk duduk di singgasana kerajaan.
"Mulai sekarang raja Karang Setra adalah Gusti Prabu Danupaksi. Beri hormat kepada Gusti Prabu..." ucap Rangga memimpin penghormatan.
Rangga pun membungkukkan badan seraya mengaturkan sembah kepada Danupaksi. Kemudian diikuti para panglima dan pembesar kerajaan serta seluruh rakyat yang menyaksikannya.
"Bangkitlah kalian semua..." ucap Danupaksi yang merasa agak aneh ketika Rangga membungkuk di hadapannya.
Setelah itu Danupaksi diarak keliling kotaraja menaiki kereta kencana diiringi seluruh panglima dan pembesar kerajaan. Rangga dan Pandan Wangi tak ketinggalan juga ikut mengiringi. Seluruh rakyat bersorak sorai menyambut raja yang baru.

***

Pagi itu terlihat dua orang yang masing-masing menuntun seekor kuda berjalan menuju gerbang istana. Diikuti seorang yang pria berpakaian indah dan seorang wanita berpakaian merah jambu.
"Danupaksi, sekarang seluruh negeri ini ada di pundakmu. Aku harap kau bisa mengembannya dengan baik." pesan Rangga pada Danupaksi setelah tiba di pintu gerbang.
"Aku akan menjaga amanat ini, Kakang." jawab Danupaksi.
Rangga pun tersenyum. Kemudian pandangannya beralih ke arah wanita berpakaian merah jambu.
"Cempaka... kau juga harus ikut menjaga negeri ini..." ucap Rangga.
"Baik, Kakang. Akan kuingat selalu nasehatmu..." jawab Cempaka.
"Danupaksi, maafkan aku jika selalu merepotkanmu selama aku tinggal di istana..." Pandan Wangi ikut menambahi.
"Ah, jangan begitu. Kau selalu ikut membantu menyelesaikan persoalan kerajaan, Pandan. Aku sangat terbantu." kilah Danupaksi.
"Baiklah... kami mohon pamit, Gusti Prabu..." kata Rangga, lalu melompat ke punggung Dewa Bayu.
Danupaksi cuma tersenyum melihat tingkah Rangga.
"Kakang..." panggil Danupaksi.
Rangga pun menoleh ke arah Danupaksi.
"Setinggi-tingginya burung terbang, pasti pulang ke sarang. Sejauh-jauhnya Kakang berkelana, jangan pernah lupakan tanah tumpah darah. Negeri ini selalu terbuka untukmu, Kakang. Pulanglah jika kau sudah merasa lelah..." kata Danupaksi.
Rangga pun tersenyum.
"Terima kasih, Danupaksi. Aku titipkan negeri ini padamu. Bertindaklah di jalan lurus. Jika tidak, aku sendiri yang akan meluruskannya..."
Setelah berkata, Rangga langsung menggebah kudanya diikuti Pandan Wangi.
Danupaksi hanya bisa memandangi kepergian Rangga dan Pandan Wangi. Dadanya terasa sesak melihat Rangga lebih memilih berpetualang di luar sana demi memberantas kejahatan. Darah pendekarnya lebih kuat daripada harus duduk di singgasana menjadi seorang raja. Tugas sebagai seorang Pendekar Rajawali Sakti dalam menegakkan kebenaran lebih dia pilih. Ditemani Pandan Wangi, mereka menjadi sepasang pendekar yang tak tertandingi. Berdua mereka dengan gagah berani mengarungi kerasnya rimba persilatan.

***

TAMAT

215. Pendekar Rajawali Sakti : Naga WisesaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang