CHAPTER 21 : Suara

421 64 2
                                    

"Terkadang bilah ini bercurah seolah bisa ubah alur kisah."

[A. R. T. S]

Sunghoon benci mengingatnya, Sunghoon benci akan fakta orang itu ingkar janji untuk tidak membiarkannya sendirian.

Flashback On

"Mama!"

Sunghoon kecil merentangkan tangannya kepada sang ibu sebagai gestur meminta pelukan dan langsung diterima baik oleh nyonya Park.

"Ayo berangkat!" tangan kanannya yang mengepal terangkat ke atas.

Nyonya Park hanya mengulas senyuman ringan. Sekilas dia menengok ke arah mantan suaminya yang terduduk santai di teras rumah lamanya, pondasi yang dulu menjadi saksi bisu antara dua manusia yang pernah mencintai.

Sebab tidak ingin mengajari kesan buruk, nyonya Park yang sedang menggenggam tangan Sunghoon pun memberi arahan untuk pamit pada sang ayah.

"Hoonie, bilang dulu sama papa kalau kita akan pergi, mn?" ajarnya penuh kelembutan.

Dahi putranya berkerut, "Untuk apa? Papa kan sudah tau kalau Sunghoon dan Mama mau pergi," ketus memang, tapi sikap tuan Park juga yang menumbuhkan sifatnya yang seperti ini.

Perpisahan orang tuanya adalah hal terburuk yang pernah terjadi dalam hidup Sunghoon, apalagi perceraian itu terjadi karena keegoisan si kepala keluarga.

"Mama tidak pernah mengajarkan Sunghoon untuk bicara seperti itu,"

Kalau sudah begini, mau tidak mau Sunghoon harus menyetujui ucapan ibunya.

"Dah Pa, Sunghoon ingin berlatih piano," tuan Park yang mendengarnya lantas mengangguk.

Di dalam mobil, nyonya Park membantu memasangkan seatbelt di sisi anaknya. Wanita itu bersilih merapihkan rambut, kemudian menyalakan mesin dan menjalankannya.

Tanpa mengalihkan pandangan, dia bertanya, "Sehabis Hoonie berlatih piano, kita beli ice cream ya?"

Binar mata si kecil melebar bersamaan suara tepuk tangan, "Benarkah? Mauuu! Sunghoon mau!"

Sedetik berikutnya, anak itu terdiam dan menunduk sembari memainkan jemari mungilnya, "Ma? Apa kita tidak bisa kumpul seperti dulu lagi?"

Nyonya Park menghentikan kendaraannya ketika lampu merah menghadang. "Sunghoon ingat, sekalipun kita jarang bertemu, aku tidak akan pernah meninggalkanmu..."

Melihat tak ada tanggapan, dia melanjutkan, "Mama disini," sebuah usapan dibubuhkan pada pipi Sunghoon.

"Janji?"

"Mn, Mama janji,"

Nyonya Park menautkan kelingkingnya dengan milik Sunghoon, lalu membuat gerakan memutar hingga ibu jari mereka saling bertegur sapa. Dan terakhir, dia menyatukan dahinya dengan dahi sang anak, memberi sugesti bahwa semua akan baik-baik saja.

Menyadari lampunya telah berganti menjadi hijau, mereka meneruskan perjalanan yang sempat tertunda.

Kala menikmati lagu-lagu riang yang terputar di radio dengan banyak tawa, mobil dengan jenis lebih besar melaju kencang diiringi bising bunyi klakson. Jelas sekali bahwa kendaraan tersebut kehilangan kendali. Bahkan mimik pengemudinya tak kalah panik.

Crash!

Jumlah asap yang keluar tak main-main. Sunghoon terbatuk berkali-kali, matanya sayu merasakan nyeri yang menjalar di pelipis.

Kepalanya pening, telinganya berdengung hebat, "M-mama? Ugh!" ia sangat ingin menggapai wanita itu dengan tangan bergetar hebat.

Jantungnya teriris sakit kala menemukan wajah ibunya yang bersimbah darah. Posisi kepala nyonya park tersandar di kemudi mobil.

Mata nyonya Park mengerjap beberapa saat, ranumnya seolah ingin mengutarakan kalimat hingga terdengar, "S-sunghoon-ah, Mama akan selalu menyayangimu,"

Manik indah itu terpejam, selamanya.

Sang penjawab dari segala pertanyaannya akan dunia telah tiada.

Lengan yang mendekapnya hangat kala ia terjatuh tak lagi disisinya.

Sunghoon menyesal, tidak apa-apa keluarganya tak kembali utuh, asalkan ibunya disini bersamanya.

Dan tanpa Sunghoon kecil sadari, itu adalah suara terakhir yang ia dengar di semasa hidupnya.

Bahkan tangisannya tak terdengar, bumi seolah membungkam raungannya yang menolak takdir semesta.

"Ma!"

Tak peduli seberapa banyak teriakan yang ia keluarkan. Orang-orang berempati terlanjur mengeluarkannya dari mobil tak berbentuk itu. Terlambat semenit saja, nyawa Sunghoon bisa menjadi korbannya.

Dan akibat kecelakaan tersebut, dua orang pengemudi dinyatakan tewas berbeda masa, serta satu orang terluka parah.

Flashback off

"Sunghoon begini pasti karena ada kaitannya dengan trauma kejadian itu," Jake bermonolog dengan terus menatap Sunghoon.

Ia tidak boleh kalut disini. Yang lebih tua mengajak untuk menepi dan menjauh dari lokasi sebelumnya.

Jake meraih agar kepalan Sunghoon turun, lalu menggantinya dengan usapan pada daun telinga yang terlihat memerah.

Si Shim tidak lagi peduli Sunghoon mampu mendengarnya atau tidak, "Gak apa-apa Hoonie, Jaeyun disini," ujarnya sembari menyatukan dahi.

Perlakuan Jake sama, orang yang amat dicintainya ini terlampau mirip dengan sosok terkasihnya dulu, mendiang ibunya.

Entah halusinasi apa yang menimpa Sunghoon, sampai-sampai dia merasa sanggup mendengar suara Jake. Suaranya tidak muncul sendirian, tapi dibarengi dengan jiwa ibunya hadir disini seakan menggumamkan kata-kata yang sama seperti yang Jake ucapkan.

Usai keadaan tenang, Jake membiarkan Sunghoon bersandar didadanya, lalu mengedarkan pandangan ke sekitar.

Tuhan seolah mempermudah, Jake mendapati Heeseung yang sudah berjalan ke arah mereka.

"Astaga Jake, ayo bawa Sunghoon ke mobilku," tanpa bertanya dia memberi perintah.

Heeseung mengitari bagian depan dan masuk ke dalam sana. Melalui kaca mobil, yang tertua bisa mengamati raut  khawatir Jake yang sedang mencoba mengatur napas.

"Semoga kalian selalu bersama,"

Setidaknya itu yang mampu Heeseung panjatkan sekarang. Hitung-hitung agar komitmennya pada diri sendiri untuk tidak lagi mencintai sahabatnya tak sia-sia.


To be Continued

Hai haaii? Kembali lagi di ARTS

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Hai haaii? Kembali lagi di ARTS. Kayaknya bau-bau mau tamat mulai tercium nih.

Oh iya, sebelumnya aku mau minta maaf yaw kepada para pembaca yang sekiranya merasa di gantung karena update nya kelamaan.

Gak lupa nanya, gimana tanggapan kalian tentang chapter kali ini? Semoga memuaskan /(>3<)/

Kalau ngebahas book ARTS kedepannya, kalian pilih trakteer, pdf, atau malah dalam bentuk novel? Menurut kalian Aksara Rasa Tanpa Suara layak belum untuk mendapatkan apresiasi lebih kayak gini?

Segitu aja, thank uuu and stay healthy! <3

-delunalunaaa

Aksara Rasa Tanpa Suara [Enhypen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang