CHAPTER 18 : Kejutan

436 69 5
                                    

[A. R. T. S]

Semuanya berjalan sesuai keinginan, tapi tidak untuk menit ini juga, "Kim..." 

Disisi lain.

Ting!


Denting notifikasi ponselnya membuat Sunoo terusik karena terus berulang.

Padahal belum lama ia merebahkan diri di atas kasur tingginya. Lantas, Sunoo berdecak kesal dan mengerutkan dahi kala menemukan nama Ni-ki yang tertera di layar kunci.

Isi pesan itu hanyalah panggilan-panggilan yang tak penting seperti, "Sun," atau, "Noo," parahnya lagi sebutan terakhir, "Ddeonu," apa-apaan sekali.

Sunoo beralih terduduk dengan kaki terbentang lurus. Ia membalas dan selama mengetik pula, Sunoo membiarkan dirinya bermonolog. "Mereka selalu bertele-tele, apa sesulit itu untuk bicara langsung ke intinya saja?"

Helaan napas terhembus pelan saat mendapati kata, "Keluar," dari gelembung chat seberang sana.

Sontak, si paras anggun berdiri serta memasukkan benda persegi panjangnya ke dalam saku celana. Untung saja Sunoo sudah berganti pakaian yang lebih nyaman, terlebih lagi dirinya tersiram deras hujan beberapa waktu lalu.

Langkahnya gontai hingga berhadapan tepat dengan sosok berpostur semampai. "Tidak usah banyak tanya, ayo ikut aku," padahal tak ada satupun penuturan yang keluar dari bilah bibir Sunoo.

Ingin rasa menolak, tetapi melihat ibunya yang berjalan menghampiri membuat Sunoo reflek menyetujui ajakan Ni-ki guna menghindari sang nyonya besar.

"Tunggu Nak!"

Si lelaki jangkung berbalik, "Noo, ibumu..."

"Diam," setidaknya desisan itu membungkam Ni-ki agar tak mencampuri urusan keduanya.

Hening menyelimuti keadaan canggung, sampai akhirnya bus yang mereka tumpangi berhenti di depan stasiun kereta.

Sunoo memandang Ni-ki, "Sejauh itu?" tanyanya yang langsung mendapat anggukan.

Banyak pejalan kaki yang melintasi, termasuk orang-orang dengan pakaian formal yang mendominasi isi gerbongnya.

Wajar saja karena sekolah-sekolah sudah meliburkan para muridnya untuk sejenak setelah acara kelulusan dan kenaikan kelas.

Hanya ada satu bangku yang tersisa, Ni-ki mendorong pelan Sunoo untuk bertempat disana dan merelakan dirinya yang berdiri.

Si kecil mendongak, "Kenapa tidak kau saja yang duduk disini?"

"Bosan duduk," jawab Ni-ki asal dengan menyandarkan bahu di palang besi samping Sunoo, sebab posisi mereka sedang berada di dekat pintu.

Tak mendengar sahutan lagi, ia menunduk mengamati Sunoo yang sedikit mencebik, "Apa? Mau kupangku?"

"Berisik," balasnya sembari memutar bola mata disertai bibir mencibir.

Setelahnya, Ni-ki bersedekap dan menggelengkan kepalanya, ia terkekeh gemas dengan tingkah Sunoo yang membuatnya mabuk kepalang, saking lucunya.

Sesampainya di sana, tertampil sebuah bangunan yang tak biasa. Ingin dikatakan rumah pun tak melegakan, pasalnya lebih pantas disebut villa.
Di dominasi warna abu dengan lampu kuning temaram, pintu pahatan kayu itu tampak menonjol diantara kontras warna netral lainnya.

Keadaan dalam villa tersebut tidaklah nampak karena jendela yang tertutup. Sunoo menghadap Ni-ki seolah memastikan bahwa mereka berada di tempat yang seharusnya.

"Buka saja pintunya," tukas Ni-ki.

Sunoo meragu, "Kau yakin?"

"Lebih dari yakin," usai jawaban lawan bicaranya, Sunoo membuka knop utama bersamaan menutup mata.

Aksara Rasa Tanpa Suara [Enhypen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang