CHAPTER 29 : Fakta Meluka

540 39 7
                                    

"Kamu adalah garis takdir yang terukir dan menjadi akhir yang begitu getir."

...

"Terima kasih, informasi yang bagus, jangan lupa selalu kabari aku, Jongseong." mengetahui tanggapan antusias, Jay menarik sudut bibirnya.

"Sama-sama, Sunghoon."

...

Flashback On

Di hari tanpa gairah, Jay menerima pesan dari nomor asing, bahkan kode nomornya pun menunjukkan kalau orang ini berada di luar negaranya. Ia tak tergesa untuk menghapus, pikirannya tidak sedangkal itu. Firasat sang empu berkata, seakan hal besar memanggil dirinya.

"Aku butuh bantuanmu."

Tentu dirinya keheranan, lantas membalas untuk bertanya dengan siapa dia bertukar pesan. Namun, belum sempat terkirim orang itu sudah lebih dulu menjawab rasa penasarannya.

"Park Sunghoon."

Sejenak, Jay berusaha mengingat kapan ia pernah membagi kontak secara cuma-cuma. Tepat pada hari dimana Jungwon dipindahkan ke ruang rawat inap biasa.

Seringai tipisnya tersemat,"Akhirnya kau menghubungiku. Apa yang bisa kulakukan untukmu dan Jake, eh?" godanya menyebalkan.

"Selidiki mereka," cepat tanggap sekali tuan muda Park satu ini.

Jay mengamati sebuah foto lawas juga data-data yang tidak begitu jelas. Berkas-berkas yang Sunghoon berikan melalui file tidak memiliki korelasi yang terbukti valid kebenarannya.

Di sisi yang berbeda dengan waktu yang tak sama, sebelum keberangkatan Sunghoon tiba, ia menyempatkan diri untuk menyalin nomor Jay. Disaat genting seperti ini pikirannya mendesak untuk melakukan sesuatu yang diluar dugaan. Dirinya tidak pernah menyangka bahwa ucapan Jay yang ia anggap tidak penting justru menjadi tujuannya kali ini.

Sesuai perkiraan, ponsel Sunghoon disita oleh sang ayah ketika pesawat mereka mendarat, sehingga untuk menghubungi si Park lainnya pun dia memerlukan bantuan seseorang. Beruntung paman Jung selaku supir pribadi keluarganya ikut serta menemani perjalanan dirinya dan tuan Park.

Paman Jung hanya bermodalkan membeli ponsel bekas yang kemudian diisi nomor baru. Sudah dipastikan kalau tuan Park tidak akan menaruh curiga, toh sudah selayaknya barang yang digunakan oleh bawahannya bukanlah suatu hal yang harus dipusingkan.

Sehari, dua hari, hingga minggu-minggu berikutnya. Jay selalu memberi kabar tentang Jake kepada Sunghoon, tidak peduli meskipun sesederhana apapun itu seperti makanan apa yang Jake konsumsi, pergi dengan siapa dia hari ini, apakah Jake bercerita tentang rencana masa depannya dan sebagainya. Jay benar-benar dapat diandalkan.

Flashback off

...

"Silahkan duduk," ajak nyonya Kim dengan ranum yang melengkung indah.

"Tolong langsung ke inti saja, aku masih sibuk mencari pekerjaan yang lebih layak karena ulah suamimu."

"Apa maksudmu berkata seperti itu?" ada rasa tak terima di penggalan kalimatnya.

Astaga, ingat Kim, kau sedang berusaha mengambil kemurahan hati ayah Shim demi mendapat hakmu. Helaan napas berat pun menjadi pengontrol emosinya. Ia melanjutkan berucap dengan tenang meski orang dihadapannya ini membuang muka.

"Apapun urusanmu dengan suamiku tidak ada kaitannya denganku dan pertemuan kita kali ini. Bahkan aku saja tidak tau permasalahan seperti apa yang ada diantara kalian."

Ayah Shim yang mendengar itu berdecih meremehkan. Kim yang dikenalnya tetap sama, manusia dengan ego paling tinggi yang pernah ia jumpai dikehidupan ini.

Lantas menyahuti, "Setelah semua yang terjadi, kau mengatakan bahwa masalahku tidak ada urusannya denganmu? Omong kosong macam apa ini, Kim!" kecamnya menahan geraman agar tak didengar beberapa orang lain diruangan tersebut.

Dari kejauhan, sesosok pemuda bermata elang menyimak percakapan keduanya tanpa mengedarkan pandangan. Bagaimana bisa tetap terdengar jelas? Mudah saja, suap salah seorang pelayan lalu titipkan alat penyadap suara yang posisinya tak mudah disadari.

"Baik, aku mengerti jika aku memang salah, tetapi setidaknya beri aku kesempatan."

"Kesempatan apa yang kau bicarakan? Tidak ada ungkapan semacam itu yang kau tuliskan di suratmu dulu."

"Shim! Jaeyun berhak tau bahwa aku adalah ibunya dan aku adalah wanita yang melahirkannya. Kau tidak bisa lancang seperti ini."

Kelembutan dari tutur manisnya telah sirna, berganti dengan kecaman murka karena merasa terhina. Permintaan baik yang ia samapaikan tidak dihargai oleh sang lawan bicara. Hawa mencekam tak dapat terlewatkan, alibi berdiskusi dengan kepala dingin pun menjadi sebatas wacana. Fakta memang meluka.

"Jika aku lancang, bagaimana dengan dirimu yang datang tanpa permisi lalu nyaris menghancurkan pernikahanku? Dan sekarang, kau ingin aku memberikan hakmu sebagai ibu yang telah mengandungnya. Sebenarnya, apa yang ada di otakmu saat kau memutuskan untuk menitipkan dia sepenuhnya padaku? Bukankah itu artinya kau tidak menginginkan Jaeyun? Apa kau tidak punya belas kasih untuk memikirkan seberapa sakitnya dia jika mendengar hal ini?"

Cerca yang lebih tua tak memberi jeda yang lebih muda untuk menyela. Ayah Shim sengaja memojokkan nyonya Kim agar wanita itu tau seperti apa situasi yang ia alami di sediakala.

Air mata disebrang sana terjatuh, gagasan yang diluapkan padanya benar-benar menjatuhkannya hingga titik terdalam. Benar, ia bodoh untuk tidak memikirkan perasaan Jaeyun, putra pertamanya.

Ia menyeka basah pipinya. "Tapi perlu kau ingat, kita melakukannya bersama," tak lelah nyonya Kim memberi pembelaan.

"Ya, kita memang melakukannya secara bersama, tapi aku dalam keadaan tidak sadar. Bahkan, kau tau kalau teman brengsekmu itu sengaja mencampurkan minumanku dengan hal semacam itu. Bisa-bisanya kau bersikap biasa saja, padahal aku akan menikah. Mengingat teman-temanmu yang berbicara omong kosong soal 'bersenang-senang terakhir sebelum melepas masa lajang' aku meneyesal terlalu percaya."

Ayah Shim menarik napas dalam, mengorek masalalu sangatlah menyerap energi. "Keputusanku mutlak, Jaeyun akan lebih baik mengenalmu sebagai ibu temannya daripada ibu kandungnya."

To be Continued


Hai haiii sayangnya Delu! Gimana sama chapter ini? Kaget, bisa aja, atau ga bisa berkata-kata, atau justru kecewa. Komen yaaawww!

Thanks buat semua pembaca ARTS yang selalu dukung sampai titik ini. Tanpa kalian aku dan cerita ini bukan apa-apa.

Buat yang lagi di fase capek sama hidup, tolong jadiin hal-hal kecil sebagai alasan untuk bertahan, misalnya nunggu ARTS yang ga kelar-kelar :')

Yang mau dm/chat untuk curhat atau bahkan review book ini boleh banget. Aku bakal usaha buat selalu ada dan ga hilang kabar gitu aja.

I love you guys, stay healthy!

-Delunalunaaa

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 11, 2023 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Aksara Rasa Tanpa Suara [Enhypen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang