CHAPTER 12 : Ni-Ki

576 86 8
                                    

[A. R. T. S]

Sunoo berdecak malas saat melihat Ni-ki yang sudah berdiri dengan pakaian rapinya di depan rumah. Dahi itu semakin berkerut tak suka kala sang ibu ikut mendesak Sunoo agar mengiyakan ajakan teman sebayanya.

"Kau ini, pergi sesekali juga tidak akan menurunkan kualitas permainanmu kan?"

Nyonya Kim tau kalau selama ini anaknya terus berada dalam tekanan sang suami. Piano yang seharusnya menjadi penenang justru bagaikan momok mengerikan untuk Sunoo.

Pemuda Jepang yang awalnya hanya menyimak interaksi keduanya dalam diam kini beralih tersenyum lega ketika Sunoo berhasil dibujuk.

Hampir setengah jam mereka berjalan, tapi belum juga sampai ditempat tujuan. Sunoo mengatasi kebosanannya dengan menendang batu-batu kecil, "Kau niat mengajakku pergi atau tidak sih?" gerutunya kesal.

Ni-ki menoleh ke arahnya sejenak lalu menampakkan smirk yang tak menyenangkan, "Tinggal menikmati saja apa susahnya? Namanya juga jalan-jalan,"

Jawaban orang asing itu menguatkan rasa menyesal yang terus menggerogoti Sunoo sejak tadi. Tau begini, ia akan meminta antar supir pribadinya saja. Benar-benar melelahkan.

"Nah, sudah sampai,"

Figur keduanya berdiri tegap menatap gedung putih di sana. Wajah Sunoo tampak melembut karena terpaan angin, seketika otot-otot tegangnya melunak. Ia menatap Ni-ki datar, setidaknya kali ini tanpa ada kerutan di mimiknya.

Sunoo berucap pelan, "Setelah apa yang kita lewati tadi, kau hanya ingin mengajakku kemari?"

Sambil memegangi perut, Ni-ki tergelak melihat bibir Sunoo yang mencebik sebal. Ini adalah teater tempat Sunoo pentas dulu, tapi sekarang ia sudah jarang berkunjung karena tempatnya menyimpan banyak memori dan itu membuat hatinya tak menentu.

Di genggamnya tangan Sunoo tanpa permisi, mereka masuk ke bagian dalam sana. Seolah menyambut kedatangan mereka, piano dengan warna hitam glamour itu terpampang kokoh di atas panggung.

Ruangannya amatlah sepi, hanya ada seorang petugas kebersihan yang menatap perawakan lebih tinggi, lantas ia pun pergi setelah mendapatkan isyarat anggukan dari Ni-ki.

Anak itu menuntun bahu sang pianis untuk duduk di bangku tunggal yang berhadapan langsung dengan tuts.

"Sekarang bermainlah,"

Ingin menuruti, tetapi tangan Sunoo bergetar luar biasa saat akan menekan tutsnya. Ia memejamkan mata sejenak, "Tidak bisa,"

Ni-ki membungkuk untuk menyejajarkan posisi, tangannya bertumpu pada lutut. "Bisa, kau itu pianis terhebat yang pernah kutemui Park Sunoo,"

Sunoo melebarkan matanya dan memandang Ni-ki dari dekat namun pemuda itu malah memundurkan wajahnya dan memasukkan tangan ke saku celana.

Hati Sunoo terenyuh mendengar Ni-ki memanggilnya menggunakan marga sang ayah. Bahkan ayahnya sendiri tak pernah memanggilnya begitu, selalu saja Kim Sunoo, Kim Sunoo, dan Kim Sunoo.

Senyum Ni-ki terpatri, "Kenapa diam?"

Sebuah gelengan menjadi respon dari pertanyaan yang Ni-ki berikan. "Tak perlu takut, aku bukan ayahmu yang selalu menyacat caramu bermain,"

Aksara Rasa Tanpa Suara [Enhypen]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang