Bagian 4 ~ Hujan Panas

59 26 136
                                    

Hujan Panas

.

.

.

Ada yang bilang jangan jatuh cinta saat hujan. Karena saat kamu patah hati, setiap kali hujan turun, memori itu akan terkenang kembali. Tapi bukankah aku sudah jatuh cinta sebelum hujan itu turun? Lalu bagaimana bisa aku mengatakan aku jatuh cinta karena hujan.

🌨🌨🌨

Lagi. Hujan mengguyur bumi, tapi kali ini hujan turun saat cuaca panas. Matahari yang terik di padu dengan air hujan yang jatuh ke bumi menimbulkan bau tanah yang tadinya kering menjadi basah menguar sedikit kurang enak di penciumanku. Bau tanah — Petrichor istilahnya berasal dari kosakata Yunani yang di temukan oleh ilmuan Australia, Bear dan Thomas.

Ngomong-ngomong soal Petrichor, bau tanah tersiram hujan yang menyenangkan bagi sebagian orang. Katanya aromanya menyegarkan tapi perlu di ketahui kata Petrichor pada orang yang menyukai aroma tanah yang tersiram air hujan scent of rain atau the smell of rain.

Petrichor bisa di jelaskan seperti aroma kue coklat atau roti yang masih di panggang atau pelukan orang yang disayang. Petrichor semuanya di pengaruhi oleh chemistry. Katanya Petrichor juga bisa membangkitkan memori indah untuk mengeluarkan hormon pada kebahagian. Tapi mungkin itu tidak berlaku bagiku.

"Ama tuh ada Edward di luar"

"Oke ma bilangin tunggu!"

Aku bergegas sekadar mencuci mukaku dan mengganti baju tidur yang ku pakai lalu keluar menemui Edward.

"Hai... ed dah lama nunggu?"

"Nggak ko Ay"

"Hujan ko kesini?"

"Gak boleh?"

"Ihh, gak gitu"

"Trus"

"Entar sakit kehujanan"

"Gak kehujanan kan pake mobil"

"Kan sampai depan doang, mobilkan gak bisa masuk ke halaman rumah"

"Ada payung ay..."

Aku menggangguk. Ku edarkan pandanganku keluar rumah masih hujan ternyata. Akhir-akhir ini hujan memang lebih sering turun ke bumi.

"Ay"

"Apa?"

"Nih bawain martabak"

"Siang-siang gini ada martabak siapa yang jual?"

"Bekas kemaren"

"Sumpah ya!"

"Bercanda ay"

Ku buka martabak yang di belikan Edward. Martabak manis, senyum yang terukir di bibir ku perlahan luntur. Ternyata menjadi yang kedua itu melelahkan.

"Kenapa?"

"Gak suka"

"Bukan bekas kemaren beneran. Itu baru beli"

"Bukan itu..."

"Trus kenapa?"

"Gak suka martabak manis, sukanya martabak telor. Edward lupa?"

Edward batuk setelah mendengar ucapanku. Mungkin ia baru ingat aku kurang suka dengan yang terlalu manis apalagi coklat, bawaannya bikin eneg. Perlu di garis bawahi kurang suka bukan berarti tidak bisa.

"Kenapa batuk?"

"Keselek ludah"

"Kesukaan Lusy ya?"

"Hmm"

Aku tersenyum mendengarnya. Aku — semacam pelariankah?. Lusyana Alesia gadis yang beruntung meluluhkan hati Edward Loharjo. Lusyana;keberuntungan dan Alesia;kehidupan, kehidupan yang beruntung. Persis seperti namanya bisa disukai seorang Edward menurutku adalah salah satu hal yang paling beruntung dalam hidup.

Aku? Aku rupanya hanya jadi pelarian bagi Edward, sering terjadi dulu-dulu juga begitu. Tapi entah mengapa aku cukup rela menjadi pelariannya, bisa sedekat ini dari hasil pelarian bukan. Tawaku sinis pada diriku sendiri.

"Maaf"

"Sanss aja Ed"

"Gak marah"

"Gak. Tapi ngomong-ngomong kalau masih suka kenapa putus?"

"Ga cocok!"

"Gak percaya. Gak cocok, gak cocok ko bisa sampai tahan bertahun-tahun"

"Beneran mau tau!"

"Iya Ed"

"Gak cocok. Bukan berarti gak cocok sama Lusynya kan?"

"Trus sama siapa?"

"Keluarganya Ay"

Edward. Kutatap ia lekat, terlihat benar kesedihan yang mendalam di matanya. Tak di restui adalah salah satu hal yang paling menyakitkan bagi dua orang yang mencintai. Lusy ternyata kehidupan kasmaran mu tidak seberuntung namamu.

Mendengar keluh kesah orang tersayang ternyata juga semenyakitkan ini. Melihatnya seperti ini aku merasa pilihan ku dulu untuk hanya mencintainya dalam diam sampai sekarang meski juga terluka adalah hal yang tepat. Tidak mau menjadi orang ketiga di kehidupan mereka, tidak mau membuat Edward harus memilih antara cinta dan sahabat.

"Ko bisa, bukannya kamu udah termasuk kriterian orang-orang ya ' tampan, mapan. Trus alasan keluarga mereka gak suka apa?"

"Ga tau Ay,"

"Kamu punya cinta, Lusy juga. Kehidupan ekonomi mu juga oke, bukankah itu hal bahagia yang sedehana"

"Aku punya cinta Ay, tapi gak berlimpah harta"

"Harta kamu cukup buat ngehidupin Lusy"

"Mereka gak minta cukup Ay, mereka minta lebih"

"Trus kamu mau putus gitu aja sama Lusy"

"Lusy yang minta!"

"Kenapa kalian sama-sama tidak berjuang?"

"Perjuangan perlu dua orang kan?"

"Hmm"

"Saat aku berjuang Lusy mundur Ay, dan saat aku udah mundur Lusy berjuang"

"Kenapa bisa gitu?"

"Kita sama-sama ragu Ay"

Hujan reda. Ternyata cinta tanpa materi sungguh memengaruhi. Apa sakit yang Edward rasakan sama seperti sakit cinta tak terbalas seperti yang aku rasakan. Tapi tak direstui sama tak terbalas jauh berbeda. Tak direstui punya episode awal dengan kenangan manis berakhir dengan episode terakhir yang tragis. Cinta tak terbalas sebelum menemui episode awal sudah berada di episode akhir.

"Ed, laper keluar yuk. Hujan udah reda beli bakso gitu"

"Mau bakso?"

"Menurut lo"

"Hehh, pakai lo"

"Iya maaf."

"Yukk"

"Bentar"

"Udah gitu aja"

"Apanya? Orang mau ngambil sendal ko"

"Kirain mau ganti baju"

"Males, kan deket cuman 100 meter ko dari sini"

"Ready..."

"Go!!"

Kami tertawa bersama. Tidak apa menjadi pelarian asal orang itu bahagia. Seandainya nanti kamu kembali ke dia aku rela.

Katanya lebih baik Time zone yang mana yang kalah masih dapat hadiah dibanding friendzone yang kalah harus pergi tanpa arah.

__________

Typo bertebaran dimana-mana.

Ⓓⓘ Ⓑⓐⓦⓐⓗ Ⓖⓤⓨⓤⓡⓐⓝ Ⓗⓤⓙⓐⓝ

Jangan lupa Vote, Komen dan Share 💞

Di Bawah Guyuran Hujan [ Hiatus ]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang