Part 7

127 10 0
                                    

Jovelyn pergi dengan bodyguard yang menyetir, jika Beryl tahu dia menyetir sendiri bisa-bisa dia dimarahin seharian penuh. Dia tidak mau hal itu terjadi, telinga dia akan merah.

Bukan hanya Beryl pasti Nayla ikut-ikutan dan pastinya ditambah Shinta karena mereka sudah menikah, membayangkan saja dia tidak mau apalagi kejadian.

Walau Beryl bukan Kakak kandung dia, tapi Beryl dan dia layaknya Kakak kandung. Jika dia salah, Beryl akan memarahi begitu juga Nayla.

Dia senang mengenal mereka, tidak ada penyesalan dalam hidupnya. Dia hanya menyesal kenapa dia dilahirkan dari rahim yang tidak menginginkan dia? Kenapa dia tidak bisa menjadi Adik Beryl saja?

Semua sudah terjadi, itu takdir mereka. Dia kadang berpikir ulang, kalau dia Adik Beryl mana mungkin dia bisa mendirikan usaha dan berpikiran dewasa sebelum waktunya.

Yang dia lakukan sekarang hanya bisa mensyukuri, dia bersyukur bertemu Beryl, memiliki Kakak ipar seperti Nayla dan istri secantik Shinta.

Selama di perjalanan dari mansion ke kantor, dia memilih untuk beristirahat. Memanfaatkan waktu itu penting, dia tidak akan menyia-nyiakan sedetik pun waktu yang ada.

Beberapa menit kemudian, dia tiba di kantor. Staff yang berlalu lalang menyapa dia, dia membalas sekedarnya saja. Dia tidak mau ada rumor yang tidak mengenakkan, apalagi dia sudah berumahtangga.

Dia naik lift ke tempatnya, soalnya dia dan Beryl satu lantai. Hanya mereka saja yang berada di lantai itu, dia suka keheningan jadi tidak heran kalau satu lantai hanya ada 2 orang saja.

"Kak, meetingnya kapan?" tanya Jovelyn to the point saat dia baru tiba di ruang kerjanya.

"10 menit lagi, mau langsung saja?" balas Beryl diangguki Jovelyn.

Mereka segera ke ruang meeting yang letaknya satu lantai di bawah ruangan mereka, hal ini Jovelyn lakukan untuk memudahkan pekerjaan dia dengan Beryl.

Setibanya di ruang meeting, mereka tidak kaget kalau klien sudah datang lebih awal. Siapa juga yang tidak mau kerjasama dengan perusahaan sukses? Tidak ada, semua menginginkannya.

"Selamat siang Mr," sapa Beryl ramah membuat klien menoleh.

Kedua pria yang diyakini klien dan sekretarisnya menoleh, membuat Jovelyn kaget sekaligus benci melihat salah satu dari mereka.

"Ini yang kata Kakak meeting penting? Kak, aku harus meninggalkan istriku buat ketemu orang ini," kesal Jovelyn menunjuk pria paruh baya.

Beryl kaget melihat Jovelyn tidak sopan ke klien untuk pertama kalinya, biasanya Jovelyn tetap sopan walau dia malas bicara atau bad mood.

"Batalkan kerjasama ini, sampai kapan pun aku tidak sudi menjalin hubungan bisnis dengan perusahaannya," lanjut Jovelyn datar, dia pergi begitu saja.

Beryl tidak bisa berbuat apa-apa, keputusan Jovelyn mutlak. Sekali bilang tolak maka tolak, tidak akan berubah walau dia memaksa juga.

Setelah Jovelyn pergi, dia segera menyusul. Tidak peduli masih ada klien, dia sudah menyuruh staff mengantar mereka kembali.

Dia tahu ada sesuatu yang membuat Jovelyn kesal saat melihat klien tadi, biasanya Jovelyn menolak setelah klien mempresentasikan.

Jika Jovelyn merasa dirugikan atau presentasi klien tidak sesuai harapannya, tanpa basa basi Jovelyn akan menolaknya bukan menolak begitu saja saat melihat sang klien.

Setibanya di ruangan, Beryl duduk bersebrangan dengan Jovelyn. Dia menatap Jovelyn serius, Jovelyn tahu kalau dia pasti penasaran dengan penolakan Jovelyn yang secara tiba-tiba.

"Pria tadi mantan orang tuaku, mereka mana pernah anggap aku ada. Sampai aku sebesar ini pun baru ketemu tadi, aku mingat dari rumah juga mereka bodo amat," jelas Jovelyn panjang lebar tanpa Beryl tanya dulu.

Jika Jovelyn tidak mingat, dia tidak bisa sesukses ini, mendapatkan keluarga dan istri, maka penyesalan saja yang dia dapatkan seumur hidupnya.

"Kakak mengerti sekarang, yuk pulang," ajak Beryl santai seolah masalah tadi bukanlah hal besar.

Beryl tidak akan bertanya banyak, itu hanya membuka luka lama Jovelyn. Mending dia mengajak Jovelyn pulang, apalagi dia tahu Jovelyn sangat merindukan sang istri seperti dia merindukan Nayla.

Setidaknya dia bersyukur karena Jovelyn dan Shinta honeymoon membuat benih cinta tumbuh, dari awalnya tidak ada perasaan hingga mereka memiliki perasaan.

Jovelyn mengangguk setuju dengan ajakan Beryl, mereka segera pulang terlebih dirinya juga sangat lelah dan membutuhkan ranjang untuk dirinya terlelap.

Mereka pulang dengan Beryl yang menyetir, mana mungkin dia membiarkan Jovelyn menyetir. Dia masih sayang nyawa, apalagi Jovelyn masih kelelahan.

Setibanya di mansion, Jovelyn segera ke kamarnya meninggalkan Beryl yang berada di belakangnya. Beryl hanya geleng-geleng kepala saja, dia tidak masalah karena dia sudah biasa dengan sikap Jovelyn.

Jovelyn yang cuek dan meninggalkan orang itu tandanya dia sudah lelah dan pengen istirahat, Beryl menuju kamarnya juga.

Di kamar, Jovelyn tanpa basa basi lagi dia segera merebahkan tubuhnya masa bodo dengan pakaian yang membuat dia tidak nyaman nantinya.

Shinta yang melihat itu, dia tahu kalau Jovelyn kelelahan. Dia mengambil pakaian ganti untuk Jovelyn, lalu dia melepaskan pakaian yang Jovelyn gunakan dan menganti dengan pakaian yang baru saja dia ambil.

Setelah Jovelyn berganti pakaian, Shinta menaruh pakaian kotor ke tempat yang seharusnya. Barulah dia kembali beristirahat, dia masih lelah.

Berbeda dengan Jovelyn, selelah apa pun Beryl pasti dia menganti pakaian dulu baru beristirahat. Dia bukan tipe orang kaya Jovelyn, bisa tidur apa pun kondisinya di saat lelah.

Tentu saja Nayla yang menyiapkan segala kebutuhan Beryl, walau usia kandungan dia sudah membesar tetap saja dia mau melayani Beryl sebagaimana tugas istri.

Beryl tidak melarang asal Nayla tahu saja kalau dia lelah harus istirahat bukan terus melayani Beryl, karena Beryl tidak suka sesuatu yang dipaksa.

Setelah Beryl ganti pakaian, dia beristirahat ditemani sama sang istri. Tidak peduli Nayla mengantuk atau belum, Nayla tetap menemani Beryl apalagi Nayla bisa dipeluk lama sama Beryl.

Waktu berjalan begitu cepat, Nayla dan Shinta sudah melahirkan anak perempuannya. Baik Beryl maupun Jovelyn, mereka sepakat untuk menjodohkan anaknya kelak.

Apalagi usia anak mereka yang tidak terlalu jauh, membuat tekad mereka kuat dan mereka harap anak mereka pun memiliki perasaan yang sama supaya perjodohan anak mereka lancar.

Alasan lainnya, mereka sudah saling mengenal dengan begitu mereka sudah tahu gimana sifat dan tingkah anak mereka nantinya.

Ditambah mereka tidak mau saling berpisah, apalagi mereka sudah seperti keluarga kandung. Walau anak mereka nanti tidak berjodoh, mereka tetap menerima keputusan anak mereka.

Mereka tidak akan memaksa, paling penting mereka tetap sebagai keluarga. Tidak ada yang bisa memisahkan mereka, apalagi gara-gara perjodohan saja.

Mereka bukan anak kecil lagi, mereka paham dan menerima apa pun keputusan sang anak.

TAMAT

26. BelieveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang