Saat acara tukar cincin selesai, Azam menggenggam tanganku di hadapan banyak orang. Apaan coba, keringat dingin sampai membasahi tanganku, dan hatiku berdebar tak karuan.
Semua mata tertuju padda kami.
"Cieee yang nggak sabaran, kangen banget ya kayaknya ehem ehem." Fadil malah menggoda kami, apaan coba.
Aku mendelik judes pada Fadil dan berusaha melepaskan genggaman tangannya.
Tapi, Azam malah semakin mengeratkan genggamannya itu. Tanpa memedulikan godaan adik sepupunya yang berteriak heboh menggoda kami.
"Kami izin ngobrol di teras," ujar Azam dengan sopan, ramah dan suara yang terdengar lembut di telingaku.
Raut wajahnya begitu tenang menyejukkan, padahal kemarin saat berdua denganku, dia begitu dingin dan datar.
Aku tau, dia pasti cuma pencitraan saja.
Setelah pamit dan mengantongi izin, kami pun keluar beriringan. Tangan Azam masih saja betah menggenggam tanganku sampai ke luar.
Membuatku panas dingin tak karuan. Berdekatan dengan pria asing super tampan ini sangat aneh bagiku, apalagi kami sama sekali asing.
Dia mendorongku pelan, ke arah kursi kayu yang ada di teras, agar aku terduduk
Lalu, dia duduk di kursi lainnya yang ada di samping kursi yang aku duduki.
Saat ini, dia sudah melepaskan genggaman tangannya.
Aku menatapnya judes, meski dalam hati ketar-ketir dan lutut ini terasa lemas.
"Dasar sok kuasa!" cibirku ketus, dengan tatapan mata yang tajam.
Dia malah tekekeh sambil geleng-geleng kepala.
Aku sampai terpana dibuatnya, biasanya kan dia selalu memasang raut judes dan dingin sedingin salju abadi di antartika!
Dia menghentikan kekehannya saat netranya bersirobok dengan netraku.
Aku yang masih begitu tepana sampai kaget, karena perkataannya sungguh membuatku kesal.
"Ck, baru melihat orang ganteng ketawa ya? Sampai keluar air liur gitu!" sinisnya dengan mata mengerling penuh ejekan.
Sontak aku gelagapan, dan langsung memalingkan wajahku dengan menahan malu.
"Jangan kepedean ya!" ketusku sebal. Dengan sadar, kuusap sudut bibirku, siapa tau beneran ada air liur.
Rupanya, dia hanya menggodaku saja. Tidak ada air liur sama sekali!
" Kenapa kamu sampai segitunya ingin menikahiku?" Kutatap dia dengan tatapan sinis mengintimidasi.
Dia mengerjapkan kedua matanya beberapa kali, sambil mengembuskan nafas, lalu memalingkan wajahnya ke arah lain.
Aku sempat tepana sejenak, saat melihat bulu matanya yang hitam, lebat dan lentik. Aku yang perempuan saja, tidak memiliki bulu mata seindah itu. Ah, aku jadi iri! Raungku dalam hati.
"Aku butuh istri," jawabnya, dia menatapku intens. Membuatku salah tingkah, lalu pura-pura bersin untuk dijadikan alasan memalingkan wajahku ke arah lainnya.
"
"Kenapa harus aku? Kamu kan tampan, masa tidak ada satupun wanita cantik yang mau sama kamu?" tanyaku heran."Karena kamu yang bisa, aku yakin itu." Aku menatapnya tajam, apa maksudnya coba.
"Aku yang bisa?" Aku menautkan kedua alisku dengan tatapan penuh keherranan.
"Jika sudah saatnya, aku akan bilang padamu. saat ini aku malas membahasnya, tapi seperti yang aku katakan padamu sewaktu di hotel kemarin malam, aku akan memberimu bayaran untuk penikahan ini," jelasnya panjang lebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Istri Pura-pura
RomanceAyda terkejut, ketika seorang pria yang sama sekali tidak ia kenal tiba-tiba saja membawanya paksa dari tempat ia bekerja dan memintanya untuk menikah dengannya. Hanya sekedar untuk menjadi istri kontrak, untuk terhindar dari yang namanya mantan ist...