Selamat Membaca
"Tak masalah, aku tak merasa terganggu. aku tau, kenapa dia melakukan hal itu. Lagian, kehilangan satu klien tak akan membuatku langsung bangkrut," ujar Azam.
Aku terkejut mendengar perkataannya itu.
Aku diam seribu bahasa. Meski Azam tak menunjukkan kemarahannya kepadaku, tapi isi hatinya mana aku tau kan.
Kakinya melangkah ke arahku. Dia merangkul bahuku dan mengecup pipiku di depan Hana.
Hana tampak memasang raut masam, dia duduk. Karena, mau sarapan.
Aku da Azam pun mengambil posisi duduk. Lalu Fadil bergabung tak lama kemudian.
Selesai sarapan, Azam memintaku ke kamar terlebih dahulu. Katanya, dia mau membicarakan sesuatu denganku.
Aku yakin, diia mau menanyakan tentang masalahku yang pura-pura pingsan itu.
Aduh, bagaimana ini. Hatiku sudah deg-degan tak karuan begini.
Dengan menahan rasa cemas, aku melangkah mengikuti langkah kaki suamiku itu.
Sampailah kami di dalam kamar.
Azam menutup rapat pintu kamar dengan rapat-rapat.
Aku duduk di sisi tempat tidur, lalu Azam menyusul setelah mengunci pintu.
"Ap benar apa yang dikatakan Hana?" tanyanya lembut.
Namun, selembut apapun tetap saja aku takut.
Lihat saja raut wajahnya terkesan dingin, tiba-tiba saja aku semakin cemas dan gugup. Mungkin, efek dari rasa takutku akan kemarahannya.
Belum juga reda kemarahannya, karena kata-kataku yang memprovokasinya. Eh, aku sudah buat masalah baru.
Bagaimana ini? Keringat dingin, mulai mengalir dari pelipisku.
"Kamu takut padaku?" tanyanya, dia mengusap keringat yang membasahi wajahku ini.
Aku hanya tersenyum kepadanya. Senyuman kakiu dan terpaksa untuk menutupi rasa malu ku.
Aduh bagaimana ini, aku semakin gemetaran. Apalagi, saat dia mulai mengikis jarak diantara kami.
"Ma maaf," akhirnya kata itu keluar dari mulutku ini.
"Jadi kamu memang sengaja berbohong? Begitu ya?" tanyanya, dia semakin mendekatiku.
Aduh, bagaimana ini, aku sudah sesak napas rasanya. Membayangkan bagaimana dia marah padaku.
Eh, kenapa dia malah memelukku? Apa dia gak marah gitu ya? Aduh, kok malah sengaja mengeratkan pelukkannya.
Jadi benar ini? Dia gak marah padaku?
Aku merasa bingung. Apalagi, dia malah mengecupi seluruh wajahku tanpa jeda, yang berakhir di bibirku.
Aku mana tahan, kubalas saja setiap pagutan mesranya itu.
Aaah rasanya kangen banget, setelah seharian di diamkan begini. Merasa dibuang!
"Katakan untuk apa kamu seperti itu?" tanyanya, setelah aksi mesra kami selesai.
Duh kan aku jadi kecewa, tadinya kupikir kami akan melanjutkan aksi mesra ini sampai olah raga ranjang, tapi teryata tidak!
Eh, eh! apa-apaan sih kau Ayda! Mesum banget jadi cewek!
Rasanya aku malu dengan pikiranku sendiri.
Ini apalagi, kok malah nanyain lagi masalah itu sih!
Aku nyengir malu.
Bersambung...
Bab selengkapnya cek di platform sebelah, informasi baca di deskripsi atau blurb
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan Istri Pura-pura
RomanceAyda terkejut, ketika seorang pria yang sama sekali tidak ia kenal tiba-tiba saja membawanya paksa dari tempat ia bekerja dan memintanya untuk menikah dengannya. Hanya sekedar untuk menjadi istri kontrak, untuk terhindar dari yang namanya mantan ist...