One Kiss

1.9K 252 20
                                    

Bukannya dia tidak pernah berusaha untuk bangkit, hanya saja dunia seperti tidak berpihak padanya. Denji pernah punya kemalangan yang sangat menyiksa batin juga fisik. Kala dia dan adiknya harus berhemat di rumah. Saat persediaan beras mulai surut, Denji hanya akan makan setengah mangkuk, dua kali dalam sehari. Jangan khawatir, ini sudah biasa dan tubuh Denji sendiri dapat beradaptasi untuk tidak makan di satu waktu dan mencukupi kebutuhan kalori dengan yang ada. Mungkin ini jadi salah satu akibat kurusnya tubuh Denji. Tidak hanya itu, saat Power —Adiknya sakit, lalu saat Denji harus berkali-kali mengirimkan surat lamaran part-time dan penolakan yang dia simpan. Juga, di waktu paling lampau dimana orang tuanya meninggalkan mereka semua dalam kubangan ini.

Tidak. Akan terasa sangat jahat jika Denji menggunakan kalimat itu. Dia tidak marah pada mereka, sama sekali tidak. Dia hanya agak bodoh. Mereka pun hanya mengikuti apa yang sudah digariskan takdir, jadi sama sekali tidak ada perlakuan jahat yang tertinggal. Orang tua mereka pergi jauh ke atas langit akibat insiden jatuhnya wahana besar di salah satu taman hiburan masyarakat kota. Tidak tahu apakah ini kesialan atau keberuntungan, saat itu dia dan Power sudah main kejar-kejaran dan jauh lebih dulu di depan orang tuanya.

Tiang penyangga keropos itu sudah tak kuat untuk menahan beban dan gerakan kuat yang diperintahkan sistem. Beberapa hari setelah itu, berita besar muncul dan banyak orang menunjuk jari pada pengelola yang tidak bertanggung jawab pada perbaikan barang dan tuduhan korupsi pun menyebar. Akhirnya itu menciptakan ketakutan mendalam pada masyarakat. Jadi taman itu tutup dan mulai menyatu dengan alam.

Bagaimana akhir Denji? Bukan akhir bahagia pastinya, oh, bahkan ini belum berakhir.

Orang tua mereka hanyalah orang yang berkecukupan, namun beruntung mereka pandai menabung dan berhasil menyisihkan dana setidaknya untuk biaya kuliah Denji di masa depan. Jumlah yang ada disana sangat banyak, tapi apa yang diharapkan sehabis kejadian ini? Meski telah berhasil selamat dan keluar dari rumah sakit setelah terinjak beberapa orang yang lari, Denji dan Power butuh wali untuk mengasuh mereka. Selama beberapa tahun wali mereka tetap berlaku baik sampai pada suatu hari, dia mulai tidak lagi memperhatikan makanan yang biasanya sudah dia sediakan dan saat ini sudah menghilang tanpa pernah melihat mereka kembali.

Biarlah, toh semua data diri dan rekening tetap terletak rapi di meja makan saat itu. Denji juga bisa merawat Power sendirian.

Dan sejak wali mereka tidak pernah memperhatikan menu makan lagi, Denji berusaha untuk tahu apa itu makanan yang baik. Saat mendaftar sekolah, dia memilih jurusan yang berhubungan dengan masakan. Sekarang ini cuma itulah satu-satunya keahlian Denji yang bisa dia bawa untuk sepanjang masa nanti.

Beruntung Denji sudah terlihat jauh lebih dewasa, dan berhasil lulus sekolah. Dia bisa mencari banyak pekerjaan paruh waktu untuk mengumpulkan uang kembali. Dan daripada tahun-tahun sebelumnya, tahun ini keberuntungan pun sedang benar-benar melirik dirinya. Dia berhasil secara perlahan menjadi bagian dapur di salah satu resto besar yang ramai pengunjung di daerah ini. Berhasil menjalin hubungan yang cukup dekat dengan Si Pemilik dan orang itu suka hasil masakan Denji lalu memberikan posisi koki tetap untuknya.

Baju putih kemejanya hari ini sedikit berdebu di bagian punggung. Mungkin Denji habis bersandar pada dinding yang kotor, siapa tahu? Dia menyusuri jalan setapak yang dihimpit oleh gedung-gedung tinggi. Wajahnya lusuh, dan hanya menatap ke bawah. Sinar mulai terang selama dia terus berjalan ke depan. Penasaran akan apa yang terang disana, dia menengadah. Itu cuma pusat perbelanjaan. Karena sudah malam jadi semakin ramai. Orang-orang sudah pulang kerja sama seperti Denji, dan banyak anak muda kasmaran juga kelompoknya  yang berdiri di pinggir jalan, mereka menanti lampu pejalan kaki berubah hijau. Sejenak hatinya ragu, tapi Denji yang jarang masuk ke dalam mall ingin menghibur dirinya kali ini. Mungkin juga dia bisa beli sesuatu yang murah —jika ada, untuk Powie.

Di trotoar itu ribut. Tapi Denji yang masih kacau tidak punya waktu untuk ingin tahu apa yang orang lain lakukan, dia tetap jalan menuju mall. Detik berikutnya dia sudah jatuh.

...ᘛ⁐̤ᕐᐷ


Mata Denji berkedut. Mimpi indahnya dikelilingi oleh dada besar Makima —si pemilik restoran, terganggu. Pasalnya ada aura berat yang terasa di depan wajahnya saat ini. Sudah agak lama dia mencoba untuk lelap kembali di tengah rasa kantuknya dan tempat tidur ini lebih nyaman dari biasanya. Lelah. Hari-hari yang panjang seperti cuma mimpi. Denji hampir terlelap kembali, tapi dia merasa ada pergerakan di depan wajah. Ditahannya rasa kantuk, Denji terbangun. Di depan, tidak, di atas wajahnya saat ini ada satu wajah besar dengan poni panjang menjuntai. Jaraknya tidak jauh, mata mereka berdua saling bertukar tatapan tanpa berkedip.

"AAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAAA!" Denji teriak keras. Pria yang di depannya langsung mundur, ikut merasa kaget.

Dua manusia bolot itu lanjut saling menatap lagi sampai nyawa Denji sudah sepenuhnya kembali. "Lo siapa, anjing? Gue dimana? Gue dimana?? Power dimana?" Kasar mulutnya bertanya.

"Gue Yoshida Hirofumi, anak yang dulu satu angkatan juga sama lo, yah, meski beda jurusan."

"Siapa Yoshida? Jangan sok akrab deh, gue nggak kenal!"

Pria itu terlihat jangkung, poni panjangnya disisir ke belakang. Mimik lega yang mirip habis membuang batu dari dada terpampang disana. Denji tidak bicara lagi, dia duduk di atas tempat tidur sambil memperhatikan orang yang ngaku sebagai Yoshida ini. Alis itu agak tipis yang berpadu dengan mata gelap, hidungnya dari samping terlihat mancung dan bentuknya ramping, rahang yang dia miliki juga bagus. Tahi lalat dekat bibir juga mempermanis wajahnya. Pakaian Yoshida melekat apik, seolah memang dijahitkan khusus untuknya, tindik di telinga itu bikin dia jadi terlihat seksi.

Denji bukan anak yang pendiam saat sekolah, tapi dia juga tidak dikenal dan mengenal seluruh murid di sekolahnya. Itu sekolah kejuruan besar yang memiliki beberapa jurusan lain. Lalu siapa Yoshida? Yang mana Yoshida? Denji tidak pernah tahu.

Tak kunjung ada jawaban, si Yoshida malah berdiri diam disana sambil sibuk menatap ponselnya. Padangan Denji beralih ke arah lain. Di satu sofa dekat dinding tas pinggangnya diletakkan serta kemeja putih Denji terlipat rapih di sebelahnya. Badannya kini hanya terbalut baju kaos hitam milik Yoshida dan celana kerjanya. Pikiran Denji kembali, seluruh kejadian malam itu dan pada hal yang seharusnya dia tanyakan.

"Kasih tau gue, kenapa lo bisa sekacau itu tadi malam?"

"Kok lo yang sibuk nanya? lo emangnya siapa?"

"Oke, gue nggak akan nanya."

Sudah pasti Denji yang keras kepala ini tidak akan menjawab pertanyaannya. Tidak apa, Yoshida punya cara lain.

Melihat pria itu bangkit dari tempat tidurnya, Yoshida buru-buru bereaksi. "Mau kemana, Denji?" Lembut suaranya, berusaha membujuk Denji untuk tinggal lebih lama.

"Lo sebenarnya siapa? Jangan sok kenal gitu dong!"

"Kan gue udah bilang, gue Yoshida Hirofumi. Temen satu sekolah, satu angkatan dan orang yang udah lama jatuh cinta sama lo."

"Ih, homo!"

Denji geli dan mulai merinding. Seharusnya dia bangun lebih cepat dan langsung kabur saja. Siapa yang tahu bagaimana masa depan? Siapa yang tahu nanti dia akan berbaring di tempat tidur ini dengan pria bernama Yoshida menindihnya dari atas?

"Iya nih. Gue emang homo dan gue suka lo, Ji. Gue rada bersyukur malam itu udah nggak sengaja nabrak lo, meski ikut sakit juga sih, pas liat lo sesak napas."

"JADI LO YANG NABRAK?"

...ᘛ⁐̤ᕐᐷ

tbc

Siapa yang mabok yoshiden, cung 👆🏻👆🏻

Meski sudah tamat tetep vote dan komen ya kawan ꒰⑅ᵕ༚ᵕ꒱˖♡

Sugar KissesTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang