Hari ini weekend. Dua mahluk hidup itu masih berbaring di atas tempat tidur. Putihnya sprai berbayang akibat kusut dan agak kotor. Pewangi kamar itu otomatis melakukan tugasnya setiap beberapa menit sekali. AC terbuka dan tertutup sesuai yang diatur oleh Si Pemilik, namun kali ini udara dinginnya mentok pada angka terendah yang dia miliki. Kedua kaki mereka saling bersentuh lebih seperti sedang mengikat satu sama lain. Selimut menutupi lebih dari bahu. Yoshida dan Denji habis menyelami lautan cinta.
Yang bersurai hitam sudah bangun lebih dulu tapi dia belum ingin bangkit. Jadi dia tetap berada disana dan memperhatikan visual pujaan hatinya, Denji. Ini hal yang pertama kali dia lakukan dengan Denji, dia dan pria itu gila satu malam. Perasaannya hampir meledak ketika mengingat dua bulan lalu di mana mereka duduk bersama di satu meja makan dan sekarang sudah tidur di kasur yang sama.
Pintu kamar diketuk. Awalnya Yoshida mau pura-pura tidak mendengar, tapi suara itu tak berhenti, malah bertambah semakin keras. Diambilnya pakaian yang berserakan di lantai dan Yoshida pakai secara asal.
Power ngapain ngetok pintu brutal banget? Apa ada kebakaran?
Begitu terbuka, dia mendapati Ayahnya yang berada di depan pintu kamar. Pria tua itu sudah mulai keriput tapi badannya masih tegap bagus. Ekspresi kesal sudah bertengger di wajah orang tua Yoshida. "Lama sekali kamu buka pintunya, kamu ini habis ngapain, sih?"
Sontak Yoshida makin memperkecil bukaan pintu kamar. Pasalnya dia tidak mau Ayah melihat bekas ini dan itu yang sudah mereka lakukan, nanti akan banyak pertanyaan yang dilemparkan pada Yoshida. "Ayah, Ayah kenapa dateng?"
"Kamu nggak suka Ayahmu ini berkunjung!?" Kishibe mulai ngegas.
"Bukan gitu, ini tiba-tiba banget."
"Kan ini weekend. Sabtu, pagi, masih cerah lagi. Siapa yang nggak mau keluar di cuaca yang enak buat berjemur ini?"
Aku, Yah. Aku!!! Aku nggak mau keluar. Aku mau bergelung bareng Denji sambil megang pantat imutnya!! Suara hati Yoshida meraung.
Power yang baru keluar dari kamar kaget melihat ada orang baru di apartemen ini. Setelannya memang terlihat biasa. Dengan celana panjang baju kaos dan jas yang tidak ditutup, tapi aura mahalnya menguar seperti berlian. Sedetik kemudian dia sadar mereka hanya saling bertatapan, kemudian dia menyapa duluan dengan canggung. "Halo, Pak, selamat pagi."
"Kamu ini siapa? Kamu yang terus-terusan Yoshida bilang calon suaminya?" Perhatian Kishibe kini teralihkan sepenuhnya pada Power. Anak SMA itu agak merinding dan saking kagetnya, suaranya tak bisa keluar.
"Tapi kamu kan perempuan. Cross dressing, kah? Asli deh perempuan. Kamu juga masih kecil banget???"
"Nggak, Ayah,"
Tanpa dia dengar sanggahan Yoshida tadi, skenario-skenario tentang pedofil yang mengincar anak manis terputar di kepalanya. "Bilang sama Om, Yoshida ngapain kamu??? Bilang sama Om, apa yang dijanjikan anak kurang ajar itu ke kamu."
"Ayah minimal dengerin anaknya dulu!!" Yoshida sudah menutup rapat pintu kamarnya dan ikut bergabung pada kerusuhan pagi ini.
"Apa? Kamu selama ini cuma homo bohongan tapi sebenernya pedofil!?"
"Ayah bukan! Itu Powie, adiknya Denji!!"
"Parahnya kamu ngedeketin Denji itu buat ngincer adiknya!? Apa itu Powie? Kamu sudah kasih dia pet name?? Bejat sekali kamu Yoshida!! Ayah bakal telepon polisi sekarang juga!"
"Yah, aku ini beneran homo dari lahir, loh."
"Diam kamu." Orang tua itu sibuk mengetik layar ponselnya.
"Ya Tuhan, tolong cabut nyawa orang tua ini sekarang juga."
"YANG SOPAN KAMU YOSHIDA!!"
"EH?" Power kaget. Sebelum sempat Ayah Yoshida menelepon polisi, Power akhirnya menjelaskan semuanya. "Bukan Om! Bukan!! Saya memang adiknya Denji. Power, biasa dipanggil Powie. Kakak saya sudah bekerja disini sejak dua bulan yang lalu, katanya sih jadi koki pribadi. Kak Yoshida waktu itu bilang lebih baik kita berdua tinggal disini, terus... Yang pacaran memang Kak Denji sama Kak Yoshida, kok. Tadi itu cuma salah paham."
"Oh."
"Kok kamu tau aku pacaran sama Denji?"
"Siapa yang bakal nggak tahu?"
.
.
.
.
.
Denji sudah bersih dan wangi untuk menyambut calon mertuanya. Dia memakai salah satu kaos Yoshida dan herannya ukuran Yoshida terlihat bagus di badan Denji. Di depan kaca dia merapikan rambut pirangnya, sedikit takut akan dihakimi bagai bocah nakal. "Yosh, aku rapi?"
Yoshida tersenyum. "Rapi!"
Begitu keluar dari dalam kamar, Kishibe langsung menolehkan kepalanya dan mendapati Denji tersenyum kaku disana. "Woah, ini ternyata yang dari dulu diincar Yoshi?"
"Halo, Pak?"
Aura orang kaya yang asli memang beda dari anaknya! Denji kaku setengah mati. Mungkin dia stress, takut di interview yang tidak-tidak. Duh, memangnya ini ajang pencarian jodoh? Dia mengeraskan hatinya untuk menganggap orang tua Yoshida bagai orang tuanya sendiri.
"Kamu ini sekilas dilihat seperti jamet."
"Hah?"
"Ayah??"
"Tapi kalau diperhatikan lucu juga, sih. Kok kamu mau sama anak saya? Dia kan homo."
Loh, kok malah jadi tempat untuk mengejek anak sendiri? Denji bingung harus merespon seperti apa. Atau memang Yoshida memutuskan untuk pindah rumah karena hal ini ya? Dia melihat ke arah Yoshida, wajahnya biasa saja bahkan sekarang dia mulai makan kue kering yang Denji buat kemarin.
"Denji juga homo kali."
"Iya kah?"
"Nggak juga, aku tiba-tiba aja suka. Yoshida keren juga buat bikin orang jatuh cinta sama dia."
Kishibe tertawa kencang. "Ayah pikir dia sudah rutin ke psikolog semenjak dia nyerah buat deketin kamu, loh, Denji!"
"Jangan bahas itu dong. Paling Quanxi yang seenaknya bicara." Kali ini Yoshida bereaksi, mimiknya memasang wajah tersinggung. "Mending cobain, Yah, kue buatan Denji."
Pria yang lebih tua mengambil satu, dicicipinya pucuk kue itu. Alisnya terangkat, tanda bahwa dia cukup menikmati camilan buatan Denji. Tapi Sang Pembuat Kue tidak puas jika hanya dari ekspresi, dia mau kalimat pernyataan!
"Kue buatanku enak nggak, Pak?"
"Saya nggak begitu paham, tapi ini enak. Kamu berbakat juga ya di bidang masak, apa nggak mau lanjut sekolah dulu dibanding nikah sama anak ini?"
Denji sontak tertawa. "Niatnya gitu, kok , Pak."
"Hmm." Orang itu diam seperti terlihat menimbang sesuatu. "Bagus."
"Saya pikir saya merestui kalian berdua."
...ᘛ⁐̤ᕐᐷ♡
End.
Meski sudah tamat, jangan lupa vote dan komen ya ꒰⑅ᵕ༚ᵕ꒱˖♡
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Kisses
FanfictionDenji dipecat. Tidak bisa pulang ke rumah dengan kendaraan umum akibat harus menghemat uang gaji terakhirnya, jadi dia hanya bisa berjalan. Lewat di tempat ramai akan penduduk, Denji malah punya niat untuk ikut masuk ke dalam mall. Disana pun Denji...