Ingatan tentang dipecatnya dia akibat tuduhan palsu di dapur masak dan kecelakaan yang Denji alami saat akan menyebrang jalan kembali terputar. Lalu, Power. Bagaimana Adiknya sekarang? Apa dia sudah sarapan? Apa uang yang Denji tinggalkan di rumah cukup? Apa makanan untuk Power masih dalam kondisi yang baik?
"Iya. Habis gue tabrak, jalanan jadi rame dan lo sesak nafas. Tadinya mau langsung gotong si korban ke rumah sakit, tapi pas tau korban gue itu Denji, gue langsung ngasih nafas dulu buatan, loh! Terus gue bawa pulang kesini."
Memang benar adanya, Yoshida memberi Denji nafas buatan sebagai pertolongan pertama lalu meminta maaf telah menciptakan kemacetan pada pengguna jalan lain dan berkata lantang bahwa dia akan bertanggung jawab. Itu yang sepantasnya dia lakukan. Namun agak berbeda, karena ini Denji dia bersedia lebih dari seratus persen. Pergi ke rumah sakit dan mendapati tidak ada luka yang harus dirawat membuat Yoshida pulang ke apartemen dengan Denji di tangannya.
Malam itu Yoshida agak lalai, pasalnya dia mengalihkan pandangan mata ke mall besar tempat Quanxi belanja dan sekadar main-main dengan boneka manisnya. Untung saja pedal gas dia injak pelan. Tahu-tahu jodoh Yoshida sudah menggelepar saat disenggol bumper mobilnya.
Satu pagi ini, sudah berjam-jam dia pandangi wajah Denji yang masih tidur. Pria itu imut, cantik, tampan. Apa pun itu. Orang yang Yoshida dambakan sejak dulu ketika dia masih terlalu pengecut di lima tahun yang lalu. Tentu saja Yoshida tidak akan membiarkan Denji pergi dengan mudah.
"Lo?" Mulut Denji terbuka lebar. Bingung harus memilah kata untuk orang di depannya ini. "Lo ngasih gue..??"
"Iya, sayang."
...ᘛ⁐̤ᕐᐷ
Denji tidak lagi peduli pada kenyataan mulutnya yang sudah dikokop dengan alasan memberikan nafas buatan, ketika selama tiap bulan uang akan mengalir ke rekeningnya, selama dia tidak perlu khawatir tentang biaya sekolah Powie dan makan sehari-hari mereka, tidak apa-apa. Lagi pula tawaran Yoshida tidak sejahat yang terdengar.
Pria itu hanya anak kuliah prodi bisnis di semester kelima yang gila dengan tugas juga sibuk diwarisi harta dan pekerjaan oleh Ayahnya. Dia bilang, jika Denji dan Power bersedia tinggal di apartemen ini untuk menunggunya dan masak makan malam atau camilan sesekali, maka Yoshida akan memberikan uang puluhan juta itu setiap bulan untuknya. Siapa yang akan menolak rezekinya ini? Denji pandai masak. Denji akan jadi koki pribadi Yoshida mulai sekarang.
"Denji."
"Ya?"
"Lo beneran nggak kenal gue siapa pas sekolah dulu?"
"Beneran. Serius banget."
Kepala Yoshida bersandar pada bahu Denji, dia merasa nyaman juga kokoh. Rambutnya hitam dan halus menyentuh sedikit bahu Denji. Dia tidak berkomentar tentang hal ini. Matanya memperhatikan film yang diputar Yoshida disana dan sibuk makan kukis yang baru selesai dia buat. Yoshida sendiri menikmati waktu santai pertamanya ini dengan Denji. Makan malam mereka biasanya indah, tapi dia sibuk dan jarang punya waktu lebih saat siang hari seperti ini. Ditambah lagi secara diam-diam dia sudah menelusuri tentang hidup Denji. Apa yang dia lakukan dan apa yang sudah terjadi. Perasaannya kurang tenang dan ingin hal ini berakhir secara adil.
Restoran besar yang ramai itu sebenarnya hanya tempat makan biasa bagi Yoshida, tidak dilengkapi CCTV bagus pada bagian dapurnya. Beberapa yang ada disana rusak dan pemiliknya belum memperbaiki. Katakan saja orang itu bodoh, memang begitu kenyataannya. Hipotesa Yoshida hanya satu, salah satu rekan yang tidak suka pada Denji yang melakukan ini. Membawa bangkai merah bayi tikus dan dia masukan pada ramen yang Denji siapkan ketika ada kesempatan. Tapi apa motifnya? Apa dia hanya benci pada anak lulusan sekolah menengah ini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Sugar Kisses
FanfictionDenji dipecat. Tidak bisa pulang ke rumah dengan kendaraan umum akibat harus menghemat uang gaji terakhirnya, jadi dia hanya bisa berjalan. Lewat di tempat ramai akan penduduk, Denji malah punya niat untuk ikut masuk ke dalam mall. Disana pun Denji...