Fal melepas pelukannya dan tersenyum lebar. Senyuman terlebar pertama seorang Faldhita Raditya selama beberapa tahun terakhir.
Abey mengangkat tangan dan mengusap air mata Fal dengan lembut. Abey ikut tersenyum.
"Ini gue enggak mimpi kan, Bey? Gue benar-benar enggak lagi ngerasa takut kayak dulu? Gue masih ada kesempatan untuk jadi manusia normal, kan?" tanya Fal dengan nada tak percaya. Bertahun-tahun dijalaninya dalam ketakutan akan sentuhan sekecil apapun, kini tubuhnya tak lagi menolak sentuhan Abey bahkan dirinya begitu bebas memeluk Abey seperti dulu.
Abey mengangguk. Memegang kedua bahu Fal dengan lembut. "Lo normal, Fal. Lo sama seperti manusia lain. Lo sama seperti gue. Lo cuma punya sedikit ketakutan, dan lo sudah bisa mengatasi semua ketakutan lo itu," ujarnya untuk meyakinkan Fal.
Fal mengangguk. "Mama pasti senang kalau tahu ini, Bey. Kayaknya gue harus pulang sekarang. Gue mau pamer ke Mama," ujar Fal dengan antusias. Senyum lebar penuh kebahagiaan masih menghiasi wajah cantiknya .
Abey mengangguk dan melepas kedua tangannya dari bahu Fal. Tangan kanannya terangkat dan menggusak surai lembut milik Fal. "Gue senang, Putri Kecil gue pelan-pelan mulai kembali. Gih sana pulang, bilang ke Mama kalau anak manjanya sudah bisa mengatasi ketakutannya."
Fal mengangguk dan berbalik. Berlari menuju rumahnya, yang berada persis di samping rumah Abey.
Sementara itu, Abey menatap kepergian Fal. Diusapnya kedua sudut mata yang masih basah oleh air mata kebahagiaan.
...
Fal membuka pintu kamarnya. Pandangannya tertuju pada pojok hitam. Gadis itu tersenyum.
"Sepertinya, sudah saatnya gue memilih warna baru untuk menghiasi pojok hitam. Falditha Raditya yang dulu sudah kembali. Yah ... walaupun belum sepenuhnya kembali."
Fal melangkah masuk dan berjalan menuju tempat tidurnnya. Dengan perasaan senang, gadis itu membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur. Fal menatap langit-langit kamar. Memikirkan apa yang akan dilakukannya untuk menghiasi pojok hitam.
Sesosok wajah berkacamata dan bermata sipit muncul di benaknya. "Aryani Maria," gumam Fal setengah berbisik. Sebuah senyuman kembali melengkung di wajahnya.
Fal bangkit dan meraih gawai di atas nakas. Jari-jari lentiknya bermain di layar. Senyuman tak lepas dari wajahnya.
Fal mengirimkan sebuah pesan untuk Maria dengan penuh harap.
...
Di sudut lain dalam waktu yang sama ....
Maria tengah menopang dagu. Terduduk lesu di kursi belajarnya. Sepasang matanya menerawang menatap ke arah luar kamar, menembus gorden tipis jendela kamar.
Sesekali gadis itu tampak menghela napas berat. Adegan tadi sore di halaman rumah Abey, masih terus berputar dalam ingatannya. Dimana Fal dan Abey menangis bersama. Berpelukan erat.
Tring.
Sebuah pesan masuk. Maria mengalihkan pandangannya. Meraih gawai miliknya dengan enggan. "Fal," gumamnya saat membaca nama kontak dari pesan masuk tadi.
Besok saya tunggu di kantin. Kita sarapan bareng.
Pesan yang singkat, padat dan jelas. Khas seorang Faldhita Raditya.
Entahlah, Maria merasa sedikit enggan untuk bertatap muka dengan Fal. Maria memilih tak membalas pesan Fal. Kembali diletakkannya benda pipih berwarna hijau itu di atas meja.
Maria lebih memilih kembali menopang dagu dan menatap keluar jendela. Kali ini pikirannya dipenuhi oleh berbagai alasan untuk menolak pertemuan dengan Fal.
KAMU SEDANG MEMBACA
Faldhita (GxG Story)
Romance"Seharusnya hidupku berjalan senormal yang lain, tapi mereka membuatku memilih jalan yang berbeda." Faldhita Raditya