08

69 6 3
                                    

"Mau kemana kalian malam-malam begini?" Tanya Erland begitu mereka berdua melewatinya begitu saja tanpa bicara satu kata pun. "Bukan urusanmu" Juteknya.

Brak!

"Aku bilanh mau kemana?" Tanya Erland sekali lagi, namun kali ini penuh penekanan. "Aish kalian ini! Sudah-sudah jangan bertengkar! Land-ge, aku dan Zie-ge izim pergi ke taman bermain sebentar" Sela Frans cepat sebelum rumah runtuh.g.

Erland menautkan kedua alisnya heran. "Baiklah. Aku temani, tidak menerima penolakan apapun dari kalian berdua" Finalnya dan berlalu menuju basment.

🍃

Erland POV

"Sial! Kenapa antriannya sangat panjang! Kalau bukan ini permintaan Frans, takkan sudi aku berdiri mengantri seperti ini. Lagipula kenapa dia sangat menginginkan ice cream secara tiba-tiba sih?!" Dumelku pada angin.

Cukup lama aku mengantri dikedai ice cream, hingga satu antrian lagi dan hendak maju, seketika ku membatu ketika mendengar suara tembakan serta sirine mobil polisi. Tidak, tidak mungkin. Aku sudah tidak berurusan lagi dengan darah hitam itu lagi, tidak! Fauzi! Frans! Aku harus menyelamatkan mereka - batinku memburu.

"Hoy! Jika tidak ingin membeli, maka menyingkirlah! Masih banyak yang mengantri disini!" Protes pelanggan yang laim membuatku sadar, dengan cepat ku berlari kearah taman.

Dan binggo! Mereka telah menghilang.

"Shit!" Tanpa babibu lagi aku masuk kedalam mobil, disepanjang jalan aku tak henti-hentinya mengumpat ketika ponsel Fauzi tidak bisa dihubungi. Beberapa kali ku menghubungi Fauzi namun hasilnya nihil, hingga aku mengingat sesuatu.

"Aku tidak akan memaafkan siapapun jika mereka berdua terluka sedikitpun."

.
.
.

"Benar dugaanku, mereka akan berlindung kemari karna letaknya tak jauh dari taman tadi" Monologku, melangkah lebih dalam mengikuti jejak kaki mereka. "Sumpah demi apapum, aku bukan bagian dari darah hitam itu lagi dewa. Kenapa mereka justru masuk kebangunan ini? Oh deqa, tolong lindungi mereka"

Hingga sampai dilantai dua aku melihat Frans keluar dari persembunyiannua, matanya fokus pada satu objek ditengah ruangan. Baru ku ingin melangkahkan kaki menuju dirinya, kini tanganku ditahan oleh seseorang. "Biarkan dia mengingat masalalunya, sudah cukup kita selama ini menahannya" Ucapnya dengan lirih.

"Tap-" Fauzi tersenyum menenangkan, menyeka air matanya kasar. "It's ok, i'm fine. Setelah Frans pergi, izikan serta ajarkan aku untuk bisa mencintaimu" Pintanya sungguh-sungguh, aku membalas tatapan sendunya itu lalu mengangguk. "Ya, tentu"

🍃 Normal POV

"Frans, hei. Ayo keluar, sepertinya sudah aman" Fauzi menggenggam tangan Frans namun Frans menepisnya, memilih tuk mengikuti pemuda serta gadis itu pergi. "Frans! What are you doing?! Apa ada sesuatu yang membuatmu mengingat sesuatu?" Frans mengangguk, jarinya menunjuk salah satu objek. "Pemuda itu"

"Zhan..hei... Kenapa menangis hm? Ada apa?" Tanya Erland, Fauzi tak menyaut, ia justru memeluk tubuh Erland dengan erat. Pertahannya yang selama ini ia pendam kini telah runtuh, ia tidak bisa mencegahnya lagi, menangis sejadi-jadinya dipelukan sang suami, membiarkan Erland melihat sisi terlemahnya.

Mendengar isakan Fauzi kian menjadi, ia pun membalas pelukkannya dan mengelus punggungnya lembut. "It's ok jika kau belum siap bercerita. Menangislah sepuasmu, aku disini. Tidak ada orang lain disini selain kita berdua, tenanglah"

PRANGG!!!

"F-frans.. A-ak-aku bisa jelaskan" Frans menggeleng ribut, berlari keluar dari rumah itu dengan berlinang air mata.

Disini sangat sakit ge... tapi kenapa aku tidak bisa membenci kalian berdua setelah mendengar semuanya?...

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Oct 29, 2022 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Lut GayeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang