Happy Reading✨
*****
Dinda bisa sedikit bernafas lega. Ia mendapatkan pekerjaan sampingan yang bisa ia lakukan setelah pulang bekerja sebagai OG. Tetangga samping kontrakannya yang memiliki sebuah usaha angkringan sedang membutuhkan pegawai, maka Dinda dengan sukarela menawarkan jasanya. Selain itu, Caca juga menawarkan kepada Dinda untuk menjaga stand minuman milik orangtuanya di car free day setiap hari minggu. Tentu tak Dinda lewatkan kesempatan tersebut.
Seperti malam ini, Dinda mendekap erat tubuh kecil Davin yang sedang tertidur dalam gendongannya. Sudah satu minggu Dinda bekerja membantu tetangganya menjaga angkringan. Mulai dari sore hari hingga hampir tengah malam. Davin selalu ikut dengannya. Dinda terpaksa mengajak Davin untuk bekerja menjaga angkringan setiap malam. Ia tak tega jika harus meninggalkan sang putra sendirian saja di kontrakan. Tapi, untungnya Davin bukan anak yang rewel, putranya itu hanya akan diam sambil menahan kantuk menunggu Dinda bekerja sampai bocah kecil itu ketiduran.
Dinda mengeratkan pelukannya ketika merasakan angin malam kembali berhembus lebih kencang. Ia mempercepat langkahnya ketika melewati kerumunan pria yang sedang duduk di pinggir jalan. Dinda takut, apalagi sepertinya mereka sedang mabuk. Malam-malam sebelumnya tak pernah ada mereka disini, mungkin karena hari ini Dinda pulang lebih larut. Ketakutannya semakin menjadi ketika dua orang diantara mereka menghalangi langkahnya.
"Ngapain malem-malem sendiri aja, neng manis. Abang temenin, ya" Dinda mencoba menghindar ketika seorang pria dengan tubuh penuh tato mencoba menyentuh tangannya.
"Jangan macam-macam" ancam Dinda yang sebenarnya sedang ketakutan setengah mati. Jalanan yang kali ini ia lewati sangat sepi karena jarang ada yang lewat. Sebenarnya Dinda saja terpaksa lewat jalan ini, karena jika lewat jalan utama akan semakin jauh untuk sampai di kontrakannya. Ia tak kuat harus berjalan sejauh itu. Naasnya saat ini ia tak melihat satu kendaraan pun yang lewat.
"Sikat langsung aja!" Dinda mencoba memberontak dari dua orang pria yang mencoba menyeretnya. Davin yang masih ada dalam gendongannya sampai terbangun.
"Mama..." Davin mengeratkan pelukannya di leher Dinda. Ia mulai ketakutan melihat orang-orang berbadan besar mencoba menyentuh tubuh sang Mama.
Cekalan kedua pria itu bisa terlepas ketika ia berhasil menendang pusat kelelakian mereka hingga membuat keduanya mengerang kesakitan. Dinda gunakan kesempatan ini untuk kabur. Tapi, teman-teman kedua pria itu yang tadi hanya menonton mulai mengejar Dinda. Sekuat tenaga Dinda terus berlari dengan mendekap erat tubuh Davin yang sudah menangis kencang dalam gendongannya.
"Tolong..."
Saat ia sudah kelelahan berlari dan hampir frustasi karena tidak ada orang sama sekali disini, Dinda bisa sedikit bernafas lega melihat sorot lampu mobil dari kejauhan. Ia melambaikan tangannya sambil berteriak meminta tolong. Untungnya mobil tersebut berhenti. Dalam hati Dinda berdoa semoga itu orang baik yang bisa menolongnya dari kejaran preman-preman tersebut.
"Dinda?" Dengan mata buram penuh air mata Dinda mencengkram erat tangan Denish. Ya, lelaki itu Danish atasannya di kantor. Meskipun Dinda tidak tahu apakah lelaki itu sudi menolongnya atau tidak.
"Lo ngapain malem-malem keluyuran?" Tanya Denish terdengar kesal.
"Tolong saya, pak. Mereka ganggu saya" Denish melihat 2 orang lelaki yang berdirinya saja sudah sempoyongan. Denish melawan dua orang itu yang coba menyerangnya. Sangat mudah untuk Denish bisa melumpuhkan kedua orang yang sedang mabuk itu.
Dinda hanya duduk di trotoar jalan dengan mendekap Davin yang masih menangis dalam pelukannya. Suara pukulan terdengar jelas. Ia menutup telinga Davin agar putranya itu tak mendengar keributan yang sedang terjadi. Dinda hampir menjerit ketika merasakan tepukan pelan di bahunya, tapi, ketika menoleh untungnya tepukan itu berasal dari pria yang tadi menolongnya bukan para preman itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Destiny Of Us [END]
RomansMature Content! HARAP BIJAK DALAM MEMILIH BACAAN! ***** Bertemu kembali dengan mantan kekasih masa SMA, mungkin Dinda akan bersikap biasa saja jika perpisahan mereka dulu dilakukan secara baik-baik. Semua hal yang membuat mereka berakhir tidak baik...