Siapa dia?

1.3K 151 4
                                    

‍‍‍‍‍‍‍Dia berhenti membuatku ikut berhenti, tatapan nya membuatku sedikit takut dan berakhir menunduk.

"Mba sampun nunduk," ucapan itu membuatku kembali mendongak. Gadis itu tersenyum.

"Mba mboten mondok?" tanya nya lagi kembali memastikan, aku menggeleng pelan.

"Maryam sekolah," gumamku kecil, dia mengangguk paham lalu kembali berjalan sampai pada sebuah tempat yang lumayan ramai. Namun mereka tak memakai hijab sama sekali, bukankah wajib bagi seluruh santri memakai hijab?

Mereka menatapku dengan tatapan yang sulit di artikan, jujur saja itu membuatku agak takut.

"Ngga ada yang kosong?" tanya mba mba tadi, mereka menggeleng.

"Anak baru?"

"Iya, eh itu ada yang buka. Mlebet mba," ucap mba itu.

"Ngga bisa dong harus antri," solot mereka.

"Cuman sebentar doang, kasihan mba Maryam," bela mba tadi.

"Dia siapa sih emang? Kenapa kamu manggil dia pake embel-embel mba?"

"Mba Maryam, Larene ustadzah," ku lihat mereka semua terdiam, aku benar-benar tak paham dengan keadaan ini.

"Biarin masuk dulu aja,"

"Silahkan mba,"

Aku mengangguk pelan lalu masuk ke dalam kamar mandi itu, aku memang bersyukur bisa kabur dari laki-laki gila itu dan diizinkan tinggal di pesantren ini namun rasanya semua masih terasa asing. Aku juga takut mereka tidak menyukaiku,

Cerita awal aku bisa masuk ke pesantren, benar-benar menguras mental. Sampai sekarang pun santri santri masih mengira bahwa aku anak perempuan ustadzah padahal aku hanya orang asing di sana, bukan orang penting.

"Mba Maryam!" teriak seseorang membuyarkan lamunan ku, dia Asiyah. Teman sekamarku.

"Iya kenapa?"

"Sebentar lagi ngaji kitab, mba udah siap-siap?" tanya nya sembari membawa kitab Tafsir di tangan nya, dia memang sangat rajin karena mimpi nya menjadi Hafiz Al-Qur'an.

Aku tersenyum sambil menggeleng pelan, setelah solat subuh tadi aku langsung duduk melamun dan malah mengingat ngingat masa kecilku.

Kring! Kring! Kring!

"Mba udah bel, ayo siap-siap!" heboh Asiyah, aku hanya menggeleng pelan lalu memakai hijab dan mengambil kitab Tafsir di rak kitab ku.

"Udah ayo!" ajakku.

"Memang ya kalo emang dasarnya cantik ngga usah pake make up an lagi, bangun tidur aja udah cantik," pujinya.

"Ngga usah ngawur, ayo nanti telat!" Ku tarik tangan nya dan berjalan menuju aula, tempat mengaji.

Layaknya seorang santri, aku duduk dan menaruh kitab ku di atas padung sembari menunggu Ustadzah datang. Saat tengah melamun tiba-tiba aku melihat seorang laki-laki tampan memakai kopyah hitam, kemeja putih dan sarung serta sorban hijau yang di selempangkan di leher.

Saat tengah menatapnya, dia tiba-tiba menatap ku.

Deg!

"Astaghfirullah," gumam ku sembari memalingkan wajah, kenapa aku tidak bisa menjaga pandangan dari laki-laki?

"Dia siapa As?" tanyaku, dia menatapku heran.

"Masa mba Maryam ngga kenal?" aku menggeleng pelan, pada kenyataan nya aku memang tak mengenalnya.

"Gus Azzam, putra pak kyai," aku mengangguk paham.

'Pantes tampan seperti pak Kyai,' batinku.

Jika di lihat-lihat, wajahnya mengingatkan ku pada seseorang. Kira-kira dia sedang apa sekarang ya? Sudah 2 tahun berlalu sejak saat dia menemuiku, aku masih bertanya-tanya apa dia benar-benar akan menepati janjinya.

Lauhul Mahfudz?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang