↓EMPAT BELAS↑

1K 163 18
                                    

author's POV

 

"Greyson!" seru YN kaget bercampur senang ketika melihat Greyson akhirnya bangun. Terlebih lagi, dia tersenyum ke YN.

Tanpa banyak bicara, YN langsung memeluk Greyson. Gadis itu membenamkan wajah di pundak depan Grey, mencoba untuk tidak menitikkan air mata lagi.

"I miss you," gumam Greyson sepelan bisikan. Suaranya serak sekaligus terdengar dua kali lebih berat dari biasanya.

"I miss you more!" seru YN sembari mempererat pelukannya. Sejurus kemudian Greyson bergerak hendak bangun.

"Jangan! Kau masih belum sehat!" YN langsung melarang dengan ekspresi paniknya. Tapi Greyson justru tertawa pelan.

"I'm not that worst, babe. Aku hanya mau duduk, bukan lari maraton. Jangan khawatir," lanjut Greyson sambil berusaha bertumpu pada kedua sikunya. Tanpa diminta, YN membantu Greyson duduk dengan menopang bagian punggungnya. Terasa berbeda dengan telapak tangan yang ia genggam semalam, punggung Greyson terasa jauh lebih hangat.

Begitu berhasil duduk, Greyson kembali melemparkan senyum ke YN, dan dibalas dengan hal yang sama.

"Aku benar-benar takut, tahu," gumam YN dengan kepala sedikit tertunduk.

"Takut? Kenapa?" Greyson bertanya balik. Tangan kirinya mengusap pipi YN pelan. YN tidak tahu bahwa kala itu pipinya telah merona merah. Greyson tersenyum lebih lebar; dia benar-benar merindukan YN dan perasaan bahagia membuncah dalam dadanya ketika akhirnya mereka bisa bertemu.

Namun senyum itu langsung pudar ketika Greyson mengangkat wajah YN yang tertunduk tadi dan mendapati kedua mata YN bengkak.

"Kenapa matamu?"

Cepat-cepat YN menunduk, bahkan mundur dua langkah menjauhi ranjang pasien. Greyson mengamatinya lekat, dengan dahi berkerut curiga. Sedangkan YN terus berkelit menyembunyikan kondisi matanya, yang makin memancing kecemasan sekaligus kekhawatiran Greyson.

"Greyson sudah bangun?" suara Lucy yang baru bangun tidur sontak membatalkan niat Greyson untuk berbicara ke YN, padahal dia sudah membuka mulut untuk itu. YN menggunakan kesempatan tersebut untuk menghambur ke kamar mandi. Melihat itu semua akhirnya hanya membuat Greyson terdiam dan bertanya-tanya sendiri apa yang disembunyikan YN darinya.

Apa yang terjadi selama ia tak sadarkan diri? Terutama, pada YN? Apa yang membuat YN menangis hingga sembab begitu? Menangis, ya. Greyson tahu tidak ada alasan lain kenapa mata YN bisa sebengkak itu kecuali karena dia menangis. Tapi apa yang ia tangisi? Apa karena "kecelakaannya" itu? Jika YN menangis karena mengkhawatirkan dirinya...

Tiba-tiba, Greyson ingin tersenyum. Dan juga, ingin memeluk YN erat-erat.

"Bagaimana kondisimu?" tanya Lucy lagi, sambil berjalan ke arah sofa yang ditiduri Joe. Disamping sofa tersebut ada meja kecil dari kayu, dengan dua botol air mineral ukuran besar berjajar diatasnya. Memang disediakan oleh pihak rumah sakit. Lucy mengambil satu botol sebelum menghampiri ranjang Greyson.

"Mengerikan. Aku bersyukur tidak—ehm—betul-betul mati terbunuh. Astaga—ehm." Greyson terus berdeham akibat kerongkongannya yang benar-benar kering. Suaranya tenggelam dan itu membuatnya tidak nyaman. Lucy langsung menyodorkan botol air tadi ke Greyson. Dengan senang hati, Greyson meminum isinya lumayan banyak.

"Haah, thanks! Kenapa tidak dari tadi, huh?" ujar Greyson ketika mengembalikan botol air ke Lucy. Lucy sendiri hanya terkekeh pelan. Sejurus kemudian, pandangan Greyson jatuh ke Joe yang masih tertidur pulas di sofa. Dia terlihat seperti tidak tidur selama seminggu. Padahal Joe memang begitu; dia membutuhkan waktu tidur yang lama daripada orang lain.

EXPECTATION -g.c (AITN TRILOGY #2) / on edit tooTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang