Chapter 15 : Unreadable Book

179 23 0
                                    

Matahari bersinar cerah. Sinarnya melewati dahan-dahan lebat, melewati kaca-kaca jendela yang sudah pecah, menyoroti dua sejoli yang sedang tertidur lelap di lantai sebuah bangunan tua tak berpenghuni di tengah hutan. Si lelaki hanya mengenakan celana yang sudah robek selutut, tubuh bagian atasnya yang tak ditutupi pakaian dibalut perban seadanya. Lengannya yang berotot kekar memeluk seorang gadis berambut merah yang bagian bawah gaunnya sudah robek. Gadis itu tertidur di lengannya seolah itu adalah tempat ternyaman untuk tidur. Siapa pun yang melihat mereka akan mengira-ngira apa yang terjadi semalam.

"Astaga!" suara pekik kaget seseorang membangunkan mereka. Seorang pria tua berambut putih yang membawa keranjang berisi benda-benda kuno dan lapuk di punggungnya menggeleng-geleng menatap mereka berdua, "Dasar anak muda jaman sekarang. Apa kalian tidak punya uang untuk menyewa kamar sampai melakukan hal yang tak pantas di bangunan terbengkalai ini?" lalu pria tua itu menaruh dua helai pakaian bekas dari dalam keranjangnya untuk pasangan yang baru bangun itu. Si gadis mengucek-ngucek matanya, tampak kebingungan, namun lelaki yang memeluknya tampak sudah sadar sepenuhnya. "Kenakan lah. Untuk kalian. Dan kau, anak muda, antarkan dia pada orang tuanya. Jadi lah pria yang bertanggung jawab." Dia menunjukkan kalimat terakhirnya pada si pria muda berambut pirang.

Pria muda itu, Elyan, masih memeluk Vierra. Tak berniat melepaskannya. Sementara Vierra mulai mencoba melepaskan diri darinya.

Pagi itu, Perpustakaan Tengah Malam telah kehilangan keajaibannya. Tempat yang disebutkan dalam dongeng itu kini telah berubah menjadi bangunan terbengkalai, mirip reruntuhan kastil di tengah hutan yang sudah sangat tua hingga dinding-dinding batu kelabunya sudah dirambati lumut dan tumbuhan liar. Tak ada air mancur, tak ada jendela-jendela tinggi dengan kaca warna-warni, tak ada rak-rak penuh buku, tak ada apa pun selain puing-puing belaka. Vierra melirik ke belakangnya, tempat Buku Tak Terbaca masih tergeletak, namun utuh. Paling tidak buku itu tak ikut menghilang bersama Perpustakaan.

Vierra berusaha mengingat kembali apa yang terjadi semalam.

Setelah menemukan Buku Tak Terbaca, karena begitu gembira, mereka merayakannya dengan minum dari air mancur yang ada dalam Perpustakaan Tengah Malam. Air itu terlihat seperti cahaya bulan dalam bentuk cair, begitu indah, menggoda dan tidak nyata. Rasanya mirip seperti wine—wine terenak sedunia. Dan ternyata efeknya memang mirip seperti wine. Vierra menduga bahwa sepertinya itu memang minuman beralkohol yang muncul dari air mancur karena Elyan menyukainya dan meminumnya terus menerus. Air itu juga ternyata mampu menyembuhkan demam Elyan.

Vierra menyumpahi dirinya sendiri saat sadar bahwa dia minum air tersebut hingga mabuk semalam. Dia telah mengabaikan akal sehatnya yang sudah lelah berjuang untuknya, kemudian membiarkan dirinya sendiri tidur dalam pelukan Elyan.

Tidak ada yang terjadi. Kami tak melakukan apa pun selain tidur. Vierra meyakinkan dirinya sendiri. Kami hanya minum, mabuk, lalu tidur. Sambil berpelukan. Mungkin karena semalam udara menjadi semakin dingin. Aku tidak melakukan hal-hal bodoh.

Vierra mengamati Elyan yang tak tampak terkejut sedikit pun. Vierra terlihat seperti dia baru saja tertangkap basah oleh ayahnya, sedang tertidur bersama seorang pria asing. Sedangkan Elyan tampak biasa saja seolah mereka adalah pasangan yang sudah sering tidur bersama. Tapi karena masih berada di pelukan Elyan, Vierra dapat mendengar suara detak jantung lelaki itu. Detak jantungnya tak bisa membohongi siapa pun.

Elyan melepaskan pelukannya, membuat Vierra dapat bernafas lega, memelankan detak jantung Vierra yang tanpa dia sadari berpacu lebih cepat sejak tadi. Tapi kini Elyan meraih tangan Vierra dan dengan lembut menggenggamnya. Elyan melirik sebentar ke arah Vierra sebelum akhirnya berkata, "Kami kawin lari karena tak direstui oleh orang tua kami."

"Elyan! Kau—" Kata-kata Vierra terputus begitu Elyan meletakkan telunjuknya pada bibir Vierra. Mengerem apa pun yang hendak dikatakan Vierra. Dia mengedipkan sebelah matanya sambil tersenyum manis.

Empire Of The Seven Seas [SUDAH DITERBITKAN]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang