8. SEBUAH RAHASIA

116 22 3
                                    

Seorang Laki-laki bersetelan jas casual dengan gayanya yang terlihat maskulin, berjalan menuju sebuah kawasan kumuh di pinggir pelabuhan.

Dia sangat hati-hati dalam melangkah, seolah takut sepatu hitam mengkilatnya kotor terkena lumpur. Sebab sepatu ini dia beli dengan harga yang cukup mahal dan baru dia pakai satu minggu belakangan ini.

Langkah kaki laki-laki itu terhenti tepat di sebuah pemukiman yang menurutnya sama sekali tak layak dihuni oleh manusia. Selain tempatnya yang kotor, pemukiman itu seolah kelebihan muatan.

Penghuninya banyak, sedang lahan yang mereka huni sangat pas-pasan. Jadilah mereka terlihat seperti hewan ternak yang hidup dalam satu kandang. Pasti tidur pun mereka harus terpaksa saling berdesak-desakan.

Laki-laki itu menghela napas berat. Dia jadi tak bisa membayangkan jika dirinya berada di posisi Samudra sekarang, sudah pasti dia tidak akan sanggup.

"Permisi Bang, saya ada perlu dengan Samudra, orangnya ada?" tanya laki-laki itu pada salah satu penghuni yang sedang bermain catur di luar.

"Kayaknya ada di dalem, masuk aja," jawab Bang Tohir. Bang Tohir memberikan isyarat melalui gerakan kepalanya kepada laki-laki tampan di hadapannya saat ini. Dari penampilannya sih, terlihat seperti bukan orang sembarangan. Pikir Bang Tohir dalam hati.

Laki-laki itu pun mengikuti perintah Bang Tohir. Dia melangkah masuk ke dalam petakan pemukiman itu di mana bangunannya berbahan dasar kayu dan papan yang ditambal secara acak. Seperti rumah-rumahan mainan.

Maklum, ini adalah pemukiman sementara para kuli bangunan yang kini mengerjakan proyek Muara Baru dan Samudra ikut nimbrung menumpang di sini sementara waktu sebagai imbalan karena Samudra seringkali membantu para pekerja itu menyelesaikan pekerjaan mereka bahkan tanpa Samudra meminta bayaran.

Jadilah, Samudra diterima dengan hati lapang oleh para penghuni di pemukiman sementara itu.

Samudra baru saja selesai mandi. Dia keluar dalam keadaan bertelanjang dada dengan handuk yang tersampir di bahunya. Langkah Samudra terhenti saat dia melihat laki-laki yang kini berdiri di depan pintu kamar mandi.

Dia Gara.

Asisten Pribadi sang Papa yang sudah Samudra anggap seperti sahabatnya sendiri.

*****

"Tuan Adipati masuk rumah sakit, Sam," ucap Gara saat dirinya kini duduk di atas kap mobil BMW silvernya. Dia duduk bersebelahan dengan Samudra.

Samudra tidak bereaksi. Dia diam dalam posisi duduknya yang setengah bersandar di atas kap mobil. Kepalanya menunduk menatap ujung jari kakinya yang beralas sandal jepit.

"Kayaknya, dia kangen sama lo, Sam..." ucap Gara lagi. Dia menoleh sedikit ke arah Samudra. Lalu kembali memandang lurus ke depan.

Sejauh ini, Samudra masih tetap diam. Hingga akhirnya Gara mengesah berat, dengan tatapannya yang kembali beralih ke arah Samudra. Bicara dengan Samudra memang harus memiliki kesabaran ekstra, pikir Gara.

"Sam, pulanglah. Udah hampir lima tahun lo ninggalin rumah dan sekarang udah saatnya lo mulai pikirin masa depan lo," ucap Gara memberi wejangan. "Kehidupan lo nggak seharusnya stak di sini cuma gara-gara masalah perempuan kan? Perusahaan butuh seorang pemimpin. Sejak Tuan Adipati sakit, jujur, gue merasa was-was sama keadaan perusahaan. Apalagi sejak Senja menikah sama Alden, sikap Senja jadi berubah, Sam. Adik lo sepertinya udah mulai kena hasutan Alden?"

MISTERI KEMATIAN ISTRIKU (End)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang