"Tolong hubungi keluarganya."
"Baik, Pak."
"Ini nomor sekretaris saya, jika kalian perlu nomor kontak keluarganya atau hal lain hubungi ke nomor ini."
"Baik."
Julian pergi setelah yakin kalau Jena sudah berada di tempat yang aman. Dia masih sempat merapatkan selimut gadis itu sebelum pergi dari kamar naratama yang sengaja khusus ia minta untuk merawat gadis itu.
Ponsel pada genggaman tangannya kini ia rapatkan ke telinganya. Wajahnya berubah serius ketika suara si penerima telepon terdengar dalam sambungan.
"Julian ke sana sekarang, lukisannya aman sesuai permintaan Papa. Pak Harnaz harusnya baik-baik aja, tadi sempet liat berita, polisi datengnya cepet banget ke lokasi, sampai massa yang bikin keributan bubar." Julian menjepit ponselnya di antara pipi dan bahunya ketika ia mencari sesuatu dari dalam dompet lalu berkata lagi, "aku? di rumah sakit, nggak aku nggak apa-apa, tapi...nanti aja deh Julian cerita. Oke, nggak sampe setengah jam udah di rumah."
--------
Jena melihat sosok Santi, yang sedang menaruh barang-barang ketika ia membuka matanya perlahan. Suara televisi bisa ia dengar meskipun fokusnya saat ini masih belum sempurna.
"Tan..." panggilnya.
"Eh, anak tante udah bangun?" Santi mendatangi ranjang yang ditiduri Jena lalu mengusap kepala gadis itu dengan pelan. "Sudah enakan? Kalau masih mau tidur, tidur aja," anjurnya.
"Aku di mana sih, Tan?"
"Di rumah sakit, kamu tadi dibawa ke sini karena pingsan."
"Pingsan?" ulang Jena.
Ia mengingat-ingat dalam kepalanya di mana dan sedang apa dia sebelumnya sampai ia bisa tak sadarkan diri, lalu suara tembakan yang semula didengarnya bisa ia ingat dengan jelas dalam memorinya. Refleks, Jena memegang kepala dengan kedua tangannya, tubuhnya meringkuk di atas tempat tidur dan napasnya tersengal-sengal seperti orang yang baru saja lari belasan kilometer.
"Jena," panggil Santi yang ikut panik melihat perubahan kondisi keponakannya itu. "Jena bernapas, Nak. Pelan-pelan, ikuti suara tante."
Seperti orang yang sudah terlatih, Santi membantu gadis itu mengatur napasnya. Ia segera memanggil perawat ketika Jena sudah agak lebih tenang, lalu keluar dari kamar gadis itu untuk menelepon sang suami saat perawat telah datang untuk memeriksa.
"Mas di mana? Jena barusan serangan paniknya kambuh. Oh sama Adam. Ya udah, nanti ke sini ya?"
Santi mematikan panggilan teleponnya, tak lama perawat keluar dari dalam kamar rawat Jena lalu menganjurkan agar perempuan itu menemani Jena, khawatir gadis itu akan mengalami gejala yang sama. Sementara ini perawat akan berusaha menghubungi dokter untuk datang memeriksa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Secret of J [END]
ChickLit21+ only for mature content. Semua orang punya rahasia, termasuk seluruh tokoh yang ada di cerita ini. Akankah rahasia kelam dari masing-masing pemilik nama akan terbongkar? Jenahara Anindya, 26 tahun, hanya seorang karyawan biasa yang kebetulan ha...