5/5

362 92 198
                                    


Joanna sudah berada di rumah sakit sekarang. Setelah Ariana meminta wali kelas untuk mendatangkan anak itu ke sana. Dia menampar Joanna hingga sudut bibirnya berdarah. Tidak hanya sekali saja, namun berkali-kali juga. Apalagi setelah dia tahu jika Joanna juga pernah membuat Hana mimisan dan pingsan karena dilempar bola pada satu bulan sebelumnya.

Ya. Tentu saja bukan guru di sekolah yang mengadukan. Namun Clara yang saat itu memang ikut naik ambulan. Karena dia adalah satu-satunya teman dekat Hana di sekolah.

Tap... Tap... Tap...

Suara langkah kaki terdengar. Liana berlari dari lorong mendekati Joanna yang sedang duduk lesehan di depan Ariana yang sudah berkacak pinggang. Di sekitar juga hanya ada Clara dan si wali kelas yang diam saja. Seolah menikmati apa yang telah mereka saksikan.

PLAK...

Bukan, ini bukan tamparan yang Liana berikan pada Ariana. Bukan pula sebaliknya. Namun, tamparan ini didapat oleh Joanna. Dari ibunya. Membuat semua orang yang ada di sana terkejut tentu saja.

PLAK... PLAK... PLAK...

Liana kembali menampar Joanna. Bahkan lebih kencang dari apa yang sebelumnya Ariana lakukan. Hingga tubuh kecilnya tersungkur ke belakang. Karena ayunan tangan ibunya terlalu kencang.

Bahkan, hidung Joanna juga sudah berdarah. Namun Liana tampak enggan menghentikan kegiatan. Si wali kelas yang tidak tega juga hampir memisah. Namun lekas diurungkan setelah Clara menggenggam tangannya. Seolah melarangnya.

DUK...

Kepala Joanna menghantam kursi tunggu yang terbuat dari besi cukup kencang. Membuat gadis malang itu hanya bisa memejamkan mata dengan air mata yang sejak tadi sudah membasahi wajah. Tidak lupa dengan rasa sakit yang baru saja dirasakan. Membuat kepalanya terasa pening dan berputar.

Setelah membuat Joanna hampir pingsan, Liana akhirnya berlutut di depan Ariana. Memohon ampun atas apa yang telah dilakukan anaknya. Karena dia takut Joanna dipenjarakan dan memiliki masa depan suram.

Sebab Liana tahu jika anaknya pintar. Dia juga tahu jika Joanna kelak akan menjadi orang besar. Itu sebabnya dia begitu semangat kerja karena ingin anaknya bisa kuliah.

Liana menerapkan hidup hemat hingga sekarang karena dia menabung juga. Sama seperti suaminya. Untuk pendidikan Joanna setelah lulus SMA.

Bahkan, Liana juga sudah membelikan Joanna sepatu baru diam-diam. Namun disimpan di bawah ranjang dan akan diberikan jika sepatu anaknya benar-benar rusak. Karena setiap akan berangkat kerja, dia selalu mengecek keadaan sepatu Joanna. Jika sudah benar-benar tidak bisa digunakan, barulah sepatu itu dikeluarkan.

"Saya benar-benar minta maaf karena tidak bisa mendidik Joanna dengan baik. Ini salah saya karena tidak bisa mengajari anak ini. Saya mohon, jangan bawa masalah ini ke ranah yang lebih serius lagi. Saya berjanji akan menghukum dengan berat anak ini. Dan akan memastikan jika hal seperti ini tidak akan terjadi lagi."

Liana benar-benar bersujud di depan Ariana. Dahi dan hidungnya juga sudah menyentuh lantai sekarang. Dengan air mata yang sudah menggenang di pelupuk mata.

Sebab Liana sudah tahu Ariana ini siapa. Tidak mungkin wanita itu akan melepaskan Joanna begitu saja. Apalagi Hana yang telah dibuat luka.

"Ibu..."

Lirih Joanna dengan air mata yang mengalir semakin deras. Dia ingin menarik ibunya. Namun dia tidak bisa karena tubuhnya lemas. Akibat dipukuli dua wanita dewasa yang ada di depannya.

Darah di hidungnya juga masih keluar. Namun sama sekali tidak dia seka. Karena Joanna benar-benar sudah hampir pingsan. Sebab kepalanya sudah berkunang-kunang pasca menghantam kursi besi di belakang.

SWITCHING QUEEN [END] Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang