Joanna jelas menolak permintaan Jeffrey. Karena dia merasa pria ini agak freak. Sebab telah mengikutinya sejak tadi."Sorry, tapi aku tidak tertarik!"
Jeffrey langsung terkekeh pelan. Sedangkan Joanna mulai menatap depan. Lalu maju beberapa langkah karena gilirannya hampir tiba.
"Serius tidak mau? Kubelikan sekarang, deh! Anggap saja sebagai pembayaran dimuka jika kamu takut aku penipu."
Joanna tidak menanggapi ucapan Jeffrey. Karena meskipun miskin, dia masih memiliki tingkat kewaspadaan yang tinggi. Dia tidak akan mudah diiming-imingi oleh hal seperti ini. Apalagi dia baru bertemu Jeffrey.
Tidak lama kemudian giliran Joanna tiba. Ketika merogoh saku jaket yang dikenakan, dia terkejut karena tidak menemukan uang pemberian ibunya di sana. Membuat wajahnya langsung merah padam. Sebab dia memang tidak membawa dompet yang berisi uang tabungan.
Joanna mulai menggigit bibir bawah, dia tampak gelisah. Lalu menatap sekitar. Berharap ada orang yang dikenal agar dia bisa meminjam sebentar. Karena dia memang memiliki uang 500 ribu sebenarnya. Namun di rumah dan ada di tas seolah.
"Totalnya 498. 230 rupiah, mau cash atau pakai kartu saja?"
Joanna yang hampir menangis langsung mencondongkan badan. Ingin mengatakan jika dia tidak bisa membayar sekarang dan ingin pulang sebentar. Dengan risiko kena marah dan dilihati orang. Namun hal itu segera diurungkan setelah dari arah belakang ada kartu warna hitam yang disodorkan tepat di depannya.
"Pakai kartu saja."
"Baik, Kak!"
"Nomor sepatumu berapa? Sekalian saja!"
Joanna menolehkan kepala. Menatap Jeffrey yang kini sedang berlari kecil ke arah display sepatu hitam yang sebelumnya dia lihat. Jeffrey mengambil tiga ukuran paling kecil yang ada di sana. Mengingat tubuh Joanna tidak terlalu tinggi dan mungkin berkaki kecil juga.
"Ini bisa dicoba, kan?"
"Bisa. Mau sekalian, Kak?"
Jeffrey mengangguk singkat. Si kasir juga tampak senang. Karena barang ini akan terjual.
"Adiknya bisa geser ke samping sebentar? Supaya saya bisa melayani customer di belakang. Setalah memilih size yang pas, setelah itu akan langsung discan."
Joanna yang tidak enak dengan orang-orang di belakang langsung bergeser ke samping kanan. Pada Jeffrey yang kini sudah jongkok di depannya. Sembari melepas tali tiga sepatu yang hanya sebelah kanan saja.
"Coba angkat kakinya!"
Joanna yang merasa tidak enak mulai melepas sandal jepit yang sejak tadi dikenakan. Lalu memakai sepatu yang diimpikan. Membuat hatinya merasa senang diam-diam.
"Sepertinya ini pas! Kakimu kecil sekali ternyata. Coba hentakkan, sakit tidak?"
Joanna menuruti ucapan Jeffrey. Lalu menghentakkan kaki. Kemudian tersenyum kecil. Apalagi kalau bukan karena merasa lucu sekali. Apalagi mereka baru kenal hari ini.
"Sudah, yang ini, ya?"
Joanna mengangguk singkat. Wajahnya agak bersemu karena malu tentu saja. Sebab dia memang jarang dibelanjakan ibunya. Apalagi barang mahal seperti sekarang.
Satu minggu kemudian.
Joanna baru saja pulang sekolah. Dia langsung bersih-bersih rumah dan memasak. Sebab sore nanti dia akan mengantar ibunya. Sekaligus mengajari Jeffrey naik sepeda.
Sekedar informasi, selama ini Jeffrey selalu memakai motor Beat Joanna. Karena kebetulan sekali Liana selalu mendapat sift sore selama satu minggu ke belakang. Sehingga Joanna tidak perlu takut ketahuan. Apalagi sampai tidak bisa meminjam motor ibunya.