Lelah....., mengantuk......, dan frustasi. Itu yang kurasakan saat ini. Tubuhku terbenam di sofa empuk sambil menguap untuk kesekian kalinya. Ocehan ibuku seolah menjadi lagu nina bobo untukku, membuat mataku makin berat. “Ricky, aku ini masih ibumu! Tunjukkan sedikit saja rasa hormatmu. Orangtua sedang bicara bukannya didengarkan malah tidur!”
Sebuah bantal melayang ke kepalaku. Dengan malas aku membuka mata, tersenyum kaku ke arah ibu yang terlihat menahan kekesalannya. Kata maaf yang kuucapkan tenggelam oleh kuap. Aku meringis menanggapi pelototan ibuku. “Permisi sebentar.”
Dingin air terasa menyengat, mengusir kantuk yang menyerangku. Aku mengamati wajahku di cermin. Mukaku terlihat kusam, dengan lingkaran kebiruan di bawah kelopak mataku. Pelajaran untuk tidak lagi minum kopi sehabis makan malam terlebih lagi sampai menghabiskan dua cangkir kopi. Lepas tengah malam mataku masih belum mau dipejamkan. Membakar habis kalori di gym sekaligus melampiaskan emosiku juga tidak membantu. Aku tidak mau berandai-andai perasaanku akan lega jika aku mengikuti niat awal untuk menghabiskan sepanjang malam di luaran.
Tidak......, aku sudah memutuskan itu tindakan yang kekanakan. Satu kerutan kecil muncul di antara dua alisku. Aku melakukannya bukan karena permintaan Tiara, sama sekali bukan. Rasa sebalku kembali timbul mengingatnya. Semalam, tidak berapa lama saat aku tiba di apartemen handphoneku berdering. Tanpa melihatpun aku sudah tahu siapa yang meneleponku.Dan dia cuma berkata “ooo begitu” dan langsung menutup teleponnya saat tahu aku sudah berada di kamarku dengan aman.
Siapa yang tidak kesal, dipikirnya dia itu siapa? Dia itu cuma sekretaris dan aku bosnya. Enak saja dia melangkahi garis atasan bawahan yang biasa kami jalani. Meskipun tidak ada ketentuan baku dalam hal itu. tapi sikapnya itu membuatku tidak nyaman. Besok, aku harus menegaskan kembali padanya status kami berdua. Dia tidak boleh mencampuri urusanku seenaknya seperti itu. Sekarang, aku harus menemui ibuku sebelum beliau marah besar.
Yang kutemukan sungguh di luar dugaan. Ibu menangis tersedu di pelukan Mbak Ratih yang memandangku dengan sorot mata menuduh. Aku menggelengkan kepala tanda tidak mengerti.Ragu, aku menyentuh pundak beliau sambil memanggilnya lirih.
“Maafkan ibu, Rick. Ibu bukannya bermaksud lancang, semua ibu lakukan semata-mata karena ibu menyayangimu. Ibu hanya menginginkan yang terbaik untukmu.” Aku menggeleng dengan bingung, tidak mengerti dengan maksud perkataan ibu. Mbak Ratih menghela nafasnya berat, dia memandangku dengan sayu.
“Bu.....” Aku bersimpuh di sisi ibuku yang berusaha menghentikan tangisnya. Diam-diam mbak Ratih bangkit meninggalkan kami berdua. Sekilas aku melihat ayah mengintip di balik pintu dan segera pergi saat menyadari aku mengetahui keberadaannya. Kuraih kedua tangan ibuku yang terkulai di pangkuannya. “Untuk apa ibu minta maaf sama Ricky?”
“Karena ibu melangkahimu, nak. Ibu pikir karena ibunya Anya sahabat baik ibu, ibu kenal betul keluarga mereka, maka dia adalah pilihan terbaik buatmu. Ibu tetap bersikukuh meski tahu kau sudah punya pilihan sendiri. Ibu sudah keterlaluan, keras kepala. Pasti menurutmu ibu ini bukanlah ibu yang baik.”
Airmata kembali menetes di sudut mata ibuku. Tergagap aku meraih kotak tisu dan menyerahkannya pada ibu. “Bu...., Ricky tidak pernah berpikir seperti itu. Anya memang...” Aku terdiam. Aku tidak tahu apakah ini sandiwara ibu untuk menarik simpatiku atau beliau memang merasa bersalah padaku. Yang manapun itu, tetap saja bukan hal yang baik jika aku langsung setuju pendapat beliau. Aku bisa saja dianggap plin-plan,dan itu bukan ciri seorang calon pemimpin yang baik. Tapi jika aku bersikukuh menolak Anya, kesempatanku untuk berdampingan dengan Anya akan berkurang. Dan jika pada akhirnya aku berhasil mendekati Anya, aku akan jadi bahan cemoohan keluargaku. Mereka akan meragukan penilaianku.
Keduanya bukan pilihan yang baik. Aku harus berpikir cepat.
“Ricky tidak pernah menginginkan menjadi anak siapapun selain ibu. Ibu adalah ibu terbaik bagi Ricky. Tidak ada yang salah dengan Anya, tapi sudah ada Tiara.” Aku mencoba berbicara dengan lembut, berusaha memenangkan hati ibuku dan tetap bersikap netral.
KAMU SEDANG MEMBACA
Belahan Jiwa
RomanceKebohongan sekecil apapun, akan selalu diikuti kebohongan lain. Sampai akhirnya sangat sulit untuk mengurai simpulnya yang terlanjur mengikat dengan erat. Seperti Ricky yang demi menghindari perjodohan mengaku sudah mempunyai seorang kekasih. Masala...