Chapter III

67 10 7
                                    

Satu minggu berlalu, Atsumu belum juga mendapat balasan dari Osamu. Ia menjadi khawatir dengan adiknya. Mungkin saja Bunda melarang Osamu untuk membalas pesan atau mungkin bahkan membaca pun tidak boleh, pikirnya. Jadi Atsumu mengirim pesan kembali untuknya.

"Samu.. lu ga mati kan?"

"Aku kangen sama kamu.. Bunda uda ga pernah mukul kamu lagi kan?" Ucap Tsumu sambil memandangi foto mereka berdua di tangannya.

"Lu tau ga, papa uda jarang mukul Tsumu. Tapi tetep aja kalau aku bikin salah dikit papa bakal nyeret Tsumu ke kamar mandi. Bahkan dia masih pakein gelang kejut ke Tsumu, rasanya sakit banget" curhatnya kepada foto yang digenggamnya. Ia melihat foto-foto yang lain, Atsumu menggigit kecil bibirnya kala dia melihat foto berikutnya. Terlihat keluarga yang sedang berfoto bahagia, Atsumu rindu masa kecilnya. Masa dimana Papa dan Bundanya belum dibutakan oleh ambisi mereka, masa dimana Bundanya sangat lembut terhadap mereka berdua.

"Tsumu juga kangen bunda... Bunda yang dulu suka elus-elus Tsumu" Tanpa sadar air bening jatuh dari kedua matanya. "Bunda kenapa sekarang jadi jahat?" Anak kecil itu terisak, Ia merindukan sosok Ibu yang menyayanginya. "Tsumu harap kita bisa segera bertemu"

***

"Hoeek, uhuk" Anak kecil itu memuntahkan isi perutnya di toilet. Kepalanya terasa berat, ditambah sekarang Ia juga merasa perutnya panas.

"Osamu! Sayang, kamu dimana?" Panggil ibunya sambil mencari keberadaan anaknya.

"Sayang kamu lagi apa disitu? Bukannya bunda tadi suruh kamu belajar?" Tanya sang bunda di depan pintu kamar mandi.

"Bu- bunda boleh nda Samu istirahat sebentar aja? Kepala Samu sakit" cicit anak kecil itu sambil memegangi kepalanya yang terasa pening.

Mendengar itu bundanya menundukkan tubuhnya, menyamakan posisinya dengan Osamu.

"Kamu cuma alasan kan? Kamu bohong kan?" Tatapnya tajam ke Osamu.

"en- enda, Samu ga bohong bun.. hik. Kepala Samu beneran sakit"

"Kamu bilang begitu karena kamu malas Samu.."

"Nda, Samu ga malas hik"

"Kamu tau kan bunda sama ayah tirimu ga suka anak yang pemalas? Mau kupatahkan tanganmu yang satunya lagi?"

Mendengar itu Osamu menggeleng dengan cepat, badannya gemetar, Ia tahu bundanya tidak pernah main-main dengan perkataannya.

"Ga- ga mau" sahutnya.

"Kalau gitu ayo kembali ke kamar ya. Bunda kayak begini karena bunda sayang Samu. Biar Samu punya masa depan yang cerah, bunda ga mau Samu punya masa depan suram seperti anak-anak di luar sana" jelas ibunya sambil mengelus lembut surai anaknya.

"Gak! Bunda ga sayang sama Samu, itu semua cuma buat bunda" batin Osamu.

Melihat anaknya yang diam tanpa jawaban bundanya menjadi sedikit emosi.

"Samu sayang bunda?" tanyanya dingin.

"Sa- sayang. Samu sayang bunda" Jawab Osamu sambil terisak.

"Beneran? Kamu yakin?"

Ibunya berdiri, menarik kasar tangan anaknya. Osamu hanya bisa pasrah serta menjadi takut dengan bundanya. Dalam benaknya terpikirkan apa yang kali ini akan dilakukan bundanya terhadapnya.

Mereka berhenti di dapur, bundanya segera mengambil pisau yang cukup tajam. Osamu gemetar melihat itu, tapi bibirnya kaku seperti terkunci, Ia tidak berani mengucapkan sepatah kata apapun. Takut-takut jika bundanya mengayunkan benda tajam itu.

PuppetsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang