CHAPTER 10: TERCIPTANYA SEBUAH ALASAN
Kelas 10 IPS 1 sedari pagi free class.
Dari jam pertama sampai jam sebelum istirahat pertama ini, Jane selaku ketua kelas menginfokan bahwa guru mata pelajaran yang dijadwalkan ada yang sedang sakit dan pelatihan. Murid-murid seakan mendapat kebebasan hari ini, walaupun tetap ada aja tugasnya.
Karel bersama anak cowok lainnya lagi mabar di belakang kelas, ngemper di lantai.
Sedangkan anak cewek sibuk gibah, tiktokan, makan, sampai karokean di depan kelas. Yona sama Jane sih alasannya mau ke toilet padahal mah ngiterin sekolah, katanya bosen di kelas ga ada yang cakep.
Kelas IPS 1 yang disebut-sebut kelas unggulan, nyatanya bisa begini.
Berbeda dengan Haura yang fokus membaca buku karena tiba-tiba kemarin Bu Reni bilang minggu depan UH Biologi. Karena Haura bukan tipikal yang sistem kebut semalam, apalagi ini pelajaran IPA yang ga terlalu dia jagoin. Jadinya dia baca-baca dari sekarang.
KRINGG! KRINGG!
Bel istirahat berbunyi.
Haura mendongak lelah menatapi buku. Menetralkan pikirannya sejenak dengan memandang langit di luar, sambil memangku pipinya dengan tangan menyiku meja.
Langitnya biru banget...
Haura menurunkan pandangan ke kelas 10 IPA 1. Bangkunya banyak yang kosong, termasuk bangku Gaza. Ah iya... Setelah istirahat kan jadwal mereka olahraga. Mungkin lagi pada ganti baju.
Kelas Haura sebenernya juga ada jadwal olahraga hari ini sama dengan kelas mereka. Tapi guru dan lapangan yang dipakai IPA dan IPS tentu berbeda.
"Woy ngeliatin apa lu!"
Haura beralih menatap Yona yang baru saja datang. Di sebelahnya ada Jane yang membawa dua gelas plastik es teh.
"Nih minum yang seger-seger," ucap Jane menaruh segelas es teh di meja Haura, lalu duduk di bangkunya.
"Thanks! Udah nyari cogannya?" cibir Haura, mengambil bekal di tasnya.
Yona yang sudah duduk di tempatnya lantas menggeleng. "Kelas laen pada masuk anjir, kita doang yang jamkos. Ada kelas 12 IPA yang lagi olahraga di lapangan outdoor samping gedung IPA tapi ngeri ah, guru olahraganya cewek galak gitu!" celotehnya sambil memasukkan chiki ke mulutnya.
"Iyaa njirr! Tadi kita ngendap-ngendap kan tu terus tiba-tiba ada yang nyorakin 'Hoi!! itu yang di luar cepet masuk kelas!' anjir ya gue sama Yona udah geter duluan. Dikira kita yang disorak yak, taunya ada anak Ipa yang lewat deket lapangan keknya abis ke toilet. Udah bodo amat gue ama Yona langsung ngibrit," oceh Jane panjang kali lebar sambil memperagakan gaya guru olahraga itu.
Haura tertawa terbahak mendengarnya. Ia bahkan sampai tersedak makanannya sendiri. Yona dan Jane ikut ketawa-ketiwi.
Tapi tiba-tiba Yona teringat sesuatu. "Eh Jane! Kayaknya tadi lu disuruh apa ya sama guru piket?? Gue ga denger."
Jane berfikir sebentar lalu menggebrak meja dengan keras, "OH IYA LUPA!!" teriaknya langsung berlari ke depan kelas.
"GAIS GAIS ATTENTION PLEASE!!!"
Kelas IPS 1 yang semula sibuk sendiri-sendiri, jadi terdiam memandang Jane yang ada di depan kelas.
"Semuanya fokus ke sini dulu ya! Itu yang di belakang bisa denger kan?" tanya Jane memastikan.
"BISAA GC!!"
Jane jadi mengumpat tanpa suara. "Abis istirahat, kita olahraga!" ucapnya lantang membuat para murid bersorak kecewa. "Tapi di lapangan outdoor samping gedung IPA gais, digabung sama IPA 1 soalnya Pak Jaenab ga masuk hari ini. Langsung ganti baju aja ya gais!!" lanjutnya mengingatkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Horizontal Line of Love
أدب المراهقينGedung IPA dan IPS saling bersebrangan dan hanya dipisahkan oleh sebuah taman kecil. Entah mengapa membuat pandangan mata Haura Mariana yang berada di gedung IPS, terkunci ke arah jendela kelas 10 IPA 1 yang berada tepat di sebrang kelasnya. Ketika...