Prologue

1.4K 144 19
                                    

Musim gugur, 2010.

Watson melompat turun dengan semangat beriringan kaca jendela mobil yang terbuka, menampilkan sosok Dyana, ibunya. Mereka berhenti di depan gerbang sekolah. Sekitar ramai oleh orangtua murid-murid lain yang juga mengantar anak-anak mereka.

"Kamu dengar kata Mama kan, Dan?"

"Tercatat sempurna di kepala!"

"Coba jelaskan apa yang harus kamu lakukan ketika bel pulang berbunyi. Secara rinci."

"Satu menit setelah bel pulang berbunyi, langsung telepon Papa. Tunggu di taman sekolah. Tidak boleh ke mana-mana sampai Papa datang. Jangan mau menerima tumpangan dari orang asing," ejanya, sama persis dengan apa yang Dyana ingatkan.

Dyana tersenyum senang. Tangannya terulur mengusap-usap kepala putranya itu. "Nah, pintar anak Mama. Karena Mama mengajar siang, Mama tidak bisa menjemputmu. Kamu harus menunggu sampai Papa datang, oke?"

"Mengerti! Mama hati-hati di jalan."

Melambaikan tangan, Watson melangkah gontai ke bangunan sekolah. Tapi baru enam langkah, dia merasa tengah diperhatikan.

Watson menoleh ke gerbang. Tidak ada siapa pun selain dirinya dan murid-murid yang baru datang sepertinya. Mengedikkan bahu, dia pun melanjutkan langkah menuju kelas.

"Good morning." Setibanya.

"Cih, kalah taruhan. Kukira Watson bakal telat datang hari ini. Huhuhu, uangku!!!"

"Lagian, kenapa pula kamu terpancing pada taruhan sepele begitu? Mustahil untuk seorang Watson terlambat ke sekolah."

"Taruhan tetaplah taruhan, sahabatku tercinta. Sekarang berikan aku dua dolarmu."

Watson berdiri di depan gadis berambut merah menyala yang tertawa puas itu, berkacak pinggang. "Aleena, kamu memeras anak-anak dengan menggunakan namaku lagi? Apa cita-citamu jadi bandar judi, heh?"

"H-hebat. Ekspresinya langsung berubah."

"Apa sih, Watson?" Aleena hirau, sibuk menghitung uang, terkikik. "Ini tuh namanya bisnis. Apakah belajar finansial dari kecil suatu kesalahan? Harusnya kamu senang kujadikan objek penjualan. Bukan begitu, Vi?"

"Aku tidak ikut-ikutan," sahut Violet.

"Aleena, itu buruk. Aku tidak senang. Cepat kembalikan uang mereka." Watson merebut uang di tangan temannya yang mata duitan itu, lalu memulangkannya pada anak yang kalah taruhan konyol. "Lain kali kalau Aleena mengajak kalian bertaruh seperti tadi, jangan gubris. Anaknya memang rada-rada."

"Apa maksudmu, hah?! Ngajak berantem?!"

"Teman-teman! Buk Guru datang. Duduk rapi di bangku masing-masing. Aleena, Watson, kalian juga jangan berdiri saja. Cepat duduk!"

Hari itu pelajaran sangat menyenangkan. Mana angin sepoi-sepoi meniup dari celah jendela lagi. Watson bersenandung menatap daun-daun maple berjatuhan dengan indah.

Jam berputar sampai ke angka 10. Langit mendung seperti hari-hari sebelumnya. Yah, selalu begitu setiap musim gugur tiba. Kadang hujan, kadang cuman berawan gelap.

"Hei, Watson, mau pulang bareng?"

"Tidak usah, Vi. Kamu duluan saja. Aku mau nungguin Papa. Beliau akan menjemputku."

"Well, then. Sampai jumpa besok."

Seperti yang diarahkan, Watson duduk manis di bangku taman. Mengayun-ayunkan kaki sambil memandangi teman-temannya yang bubar dari gedung sekolah. Sesekali dia menghitung daun yang rontok dari ranting.

Detective Moufrobi : There is Only One Main Character Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang